Saturday, December 29, 2012

STRAIGHT EDGE

Straight Edge adalah sebuah gaya hidup, filosofi dan pergerakan anak muda yang menganut anti penggunaan narkoba, penggunaan minuman beralkohol, merokok dan hubungan sex bebas (casual sex), walaupun pergerakan garis keras yang lebih dalam mereka menghidari penggunaan obat secara menyeluruh (termasuk penggunaan secara medis) dan mereka mempercayai bahwa sex tidak untuk berganti-ganti pasangan.
Straight edge hanyalah sebuah motivasi hidup untuk tidak merusak diri sendiri dengan mengonsumsi zat-zat/ hal-hal yang dianggap berbahaya untuk diri sendiri dan penyikapannya kembali kepada kontrol individu. Gaya hidup straight edge mencoba untuk memberikan alternatif baru di scene punk/ hardcore yang sangat identik dengan kebiasaan mabuk dan kerusuhan.
Banyak orang yang mengklaim bahwa dirinya seorang penganut faham ini karena mereka ingin mengontrol kehidupan mereka, berontak dari budaya penggunaan narkoba, menghindari diri berhubungan dengan narkoba, mereka menyaksikan efek negatif dari penggunaan narkoba dalam keluarga atau teman-teman, atau bahkan bisa pula untuk membedakan diri (Alfansuri 2007). Filosofi utama yang dibawakan oleh penganut faham ini adalah penggunaan narkoba terhadap lingkungan sosial dan krisis moral yang bisa menyebabkan hancurnya rumah tangga, bisnis dan khususnya kehidupan anak-anak remaja.
Ide tentang straight edge ini sebenarnya sudah ada di dalam lagu-lagu band protopunk tahun 70-an yakni The Modern Lovers. Namun istilah Straight Edge dicetuskan oleh band Minor Threat, band ini disebut sebagai dasar gaya hidup ini, dalam sebuah lagu mereka yang berjudul Straight Edge.

Kisah Tragis Di Balik Pembantaian Muslim Poso

Senin, 28 Mei 2007, ba’da zuhur, Aula Masjid al-Azhar Kebayoran Baru Jakarta penuh sesak dipadati hadirin. Kursi yang disediakan panitia tidak muat menampung luberan peserta. Terpaksa sebagiannya harus duduk di lantai. Hari itu, FUI bersama Hizbut Tahrir Indonesia, Yayasan al-Azhar dan MUI menyelenggarakan  Tablig Akbar, “Peringatan Tragedi Pembantaian Pesantren Wali Songo Poso”.
Sejumlah tokoh menyampaikan orasinya. Di antaranya, Ketua MUI KH Kholil Ridwan, Ketua DDII Zahir Khan, Ketua FUI Mashadi dan Jubir HTI HM Ismail Yusanto. Mendengarkan orasi yang disampaikan oleh para tokoh dengan penuh semangat dan menyaksikan film dokumenter pembantaian Muslim Poso tahun 2000 dan 2001, tak pelak membuat suasana forum menjadi penuh dengan aura kesedihan dan kemarahan. Hadirin makin terkesima saat mendengar kesaksian 3 korban pembantaian yang selamat: Ilham, mantan santri Wali Songo yang pesantrennya habis dibakar serta seluruh santri dan kyai di sana tewas dibunuh; serta dua janda yang suaminya juga tewas dibantai, yaitu Nur Wahyuni dan Sofiyah.
Ilham adalah satu-satunya santri Pesantren Wali Songo yang selamat sehingga ia bisa menceritakan secara persis detil peristiwa tragis itu. Ketika itu, katanya, seluruh penghuni pesantren diangkut dengan truk dan secara bergiliran, begitu turun, langsung dibunuh di tepi sungai. Bagaimana Ilham bisa selamat? Berulang dia menyebut ini adalah karunia Allah. Betapa tidak, saat dia turun dari truk, dia melihat orang-orang Kristen pambantai, yang berkerumun membawa pedang dan senapan otomatis yang sebelumnya telah memenggal leher puluhan orang, tampak bagaikan patung. Lalu, seketika turun dari truk, dia langsung meloncat ke sungai. Barulah orang-orang yang sebelumnya tampak membisu itu berteriak bahwa yang lolos. Sontak Ilham langsung dihujani tembakan dari senapan otomatis. Dia bergegas menyelam sedalam-dalamnya untuk menghindari tembakan. Tak kuat terlalu lama menyelam, ia muncul sebentar untuk ambil napas, namun ditembaki lagi. Tak terhindar, beberapa bagian tubuh terluka. Ia menyelam lagi. Dengan menahan rasa pedih dan perih di sekujur tubuh, ia terus berenang hingga selamat.
Kepentingan Politik dan Bisnis
Mengapa orang Kristen membantai Muslim Poso? Suripto SH, anggota DPR dari PKS, menyebut bahwa konflik Poso awalnya dilatarbelakangi oleh masalah kesukuan dan kecemburuan sosial; akhirnya berkembang menjadi masalah politik. Mereka, orang-orang Kristen di Poso, ingin menegakkan satu aturan, yakni aturan Kristen, khususnya di daerah Tentena, dan ingin menjadikannya sebagai ibukota dari Kabupaten Pamona Raya yang murni mereka kelola (Sabili, 30/11/06).
Keinginan untuk membentuk sebuah kabupaten khusus bagi orang Kristen juga berkait-berkelindan dengan keinginan para kapitalis domestik, juga kapitalis global melalui korporasi-korporasi raksasanya untuk menguasai kekayaan sumberdaya alam yang memang sangat melimpah di daerah itu. Sejumlah perusahaan besar bahkan sudah lama beroperasi di sana. Hal ini diungkap oleh Arianto Sangaji, Ketua Yayasan Tanah Merdeka Poso (Kompas, 12/09/06). Menurutnya, sejak pertengahan 1990-an  PT Inco, anak perusahaan Inco Ltd asal Kanada, misalnya, sudah mengeksploitasi biji nikel laterit di Bungku, wilayah Poso yang telah dimekarkan menjadi Kabupaten Morowali sejak 2000. Tahun 1998, menjelang pecah kekerasan Poso, PT Mandar Uli Mineral, anak perusahaan Rio Tinto, korporasi transnasional Anglo-Australia, juga mengantongi kontrak-karya untuk menambang emas di atas wilayah sekitar 550.000 hektar, yang sebagian besar arealnya termasuk wilayah Kabupaten Poso.
Pertengahan Juni 2006, Rio Tinto mengumumkan rencana penambangan nikel dekat areal kontrak karya PT Inco di Morowali. Seorang eksekutif perusahaan menyatakan akan menanam modal sebesar 1 miliar dolar AS, mempekerjakan 5.000 buruh, dan memproduksi nikel 46.000 metrik ton setiap tahun. Sang eksekutif menyatakannya setelah bertemu Wapres Jusuf Kalla (Reuter, 20/6/2006).
Di Teluk Tolo, khususnya di wilayah Kabupaten Morowali, terdapat areal joint operation body Pertamina dan Medco E & P Sulawesi untuk eksploitasi minyak. Perusahaan telah memproduksi minyak mentah dari Lapangan Tiaka sejak 31 Juli 2005. Pengapalan perdana produksi minyak mentah berlangsung 12 Januari 2006, dengan mengirim 75.000 barel ke kilang Pertamina Plaju (Kompas, 13/1/2006).
PT Bukaka Hydropower Engineering & Consulting Company, perusahaan milik keluarga Jusuf Kalla, sejak pertengahan 2005, juga hadir di Poso. Perusahaan membangun sebuah pembangkit listrik tenaga air (PLTA) berkapasitas 740 MW, dengan memanfaatkan aliran Sungai Poso. PLTA ini hendak menyuplai kebutuhan industri di Sulawesi Selatan.
Bagi korporasi-korporasi raksasa, kekerasan Poso seperti blessing in disguise (berkah terselubung). Pasukan-pasukan tempur organik yang ditempatkan di sana dan sekitarnya, dengan dalih meredam kekerasan, justru “berdwifungsi” sebagai pelindung modal. Dua kompi pasukan dari TNI dan Brimob ditempatkan di Morowali, dekat wilayah konsesi PT Inco, Rio Tinto, Pertamina dan Medco, dan perkebunan sawit milik Guthrie, Malaysia. Lokasi proyek PLTA Poso terletak persis di antara Markas Yonif 714/Sintuwu Maroso dan markas kompi senapan C Yonif tersebut, dalam jarak antarmarkas sekitar 70 kilometer.
Selama ini publik hanya melihat kekerasan berdarah di sana, tanpa perhatian terhadap konflik-konflik struktural menyusul kehadiran korporasi-korporasi raksasa. Isu kekerasan struktural, karena pengambilan lahan petani secara paksa atau setengah paksa, tenggelam oleh kasus-kasus penembakan, peledakan bom, pembunuhan, dan pembakaran. Padahal modal leluasa bergerak ke Poso karena tersedianya “jalan tol”, yakni kekerasan bermasker konflik horisontal.
Tentu, ini bukan saja khas Poso. Bercermin dari Aceh dan Papua, kekerasan juga duduk berdampingan dengan ekspansi modal. Poso merupakan bagian kecil dari gambar besar hubungan antara konflik horisontal, kepentingan politik dan ekspansi modal.
Jadi, siapa yang bakal paling menikmati gurihnya kekayaan sumberdaya alam di kawasan Poso? Tentu pemilik korporasi besar itu. Berikutnya adalah orang-orang Kristen. Jika pengusiran dan pembantaian Muslim itu berhasil mengubah peta demografi dari yang semula daerah itu dihuni oleh mayoritas Muslim menjadi mayoritas Kristen, maka cita-cita mereka untuk membentuk Kabupaten Pamona Raya akan mudah tercapai. Bergandengan tangan dengan korporasi raksasa tadi, mereka dengan leluasa pula bisa turut menikmati lezatnya kekayaan sumberdaya alam di sana. Tak peduli meski itu harus diraih dengan anyirnya darah, perihnya luka dan terkoyaknya harkat dan martabat Muslim di sana. Biadab memang!

Bagian Pertama Idul Fitri Berdarah di Ambon 19 Januari 1999 / 1 Syawal 1419 H

RENCANA, TAKTIK DAN STRATEGI PENYERANGAN
GAMBARAN rencana taktik dan strategi penyerangan yang dilakukan pihak Kristen, adalah suatu analisis dari temuan di lapangan dikaitkan dengan bentuk-bentuk pelaksanaan di lapangan. Bentuk temuan yang berupa informasi seakan-akan bocoran rencana mereka yang disampai- kan secara tidak sengaja, yang diterima oleh sejumlah masyarakat Islam terutama rencana menghabiskan suku BBM yang telah terdengar beberapa bulan sebelum meletusnya Tragedi Idul Fitri Berdarah. Informasi dan isu yang berkembang di masyarakat telah menimbulkan keresahan di kalangan para pendatang (Suku Bugis, Buton, Makassar, Jawa, Sumatera) sehingga selama Ramadhan telah terjadi eksodus secara besar-besaran dari Ambon. Tokoh terkenal Kristen, saudara Pendeta Bram Soplantila segera bereaksi, bahwa itu bukan akibat ada- nya isu pengusiran suku BBM, tetapi suatu kebiasaan menjelang lebaran. Kalimat itu disampaikan kepada Letkol Pol. Rusdi Hasanussi, Ketua MUI Maluku. Dari sini terlihat dukungan terhadap konsep strategi mereka yang pasti telah ia ketahui bahkan ikut merencanakan.
     Banyak fakta yang bisa diangkat sebagai bukti adanya suatu rencana besar. Kedatangan sekian ratus preman eks jalan Ketapang Jakarta membuat semakin jelas pengobaran Tragedi Idul Fitri Berda-rah. Kemajuan proses merdeka Tim-Tim telah memberikan inspirasi kepada para perencana di Ambon, kondisi nasional yang terus memburuk dapat memicu niat separatis untuk melepaskan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang terjadi ini mungkin sekali tahapan awal. Apabila dalam naskah ini dibuatkan suatu pembabakan dan tahapan perencanaan lawan adalah suatu hasil analisa dari apa yang tergelar oleh lawan di lapangan, guna mempermudah penga-wasan dan perkiraan rencana manuver mereka. Hasil pembabakan dan pentahapan mengarah pada adanya perencanaan serangan dengan perencanaan yang rapih memudahkan pelaksanaan.
MERUBAH POSISI MAYORITAS
Di Kodya Ambon, sebelum kedatangan suku Bugis, Buton, Makassar, Jawa, dan Sumatera (baik sebagai pedagang kecil, tukang pembuat tahu/tempe dan tukang bangunan, maupun sebagai pegawai pada perusahaan swasta dan sebagainya) dalam jumlah yang besar (sebelum RMS), maka jumlah penduduk yang beragama Kristen lebih banyak dari yang beragama Islam (mayoritas Kristen + 60%). Sedang-kan dalam lingkup propinsi kedatangan transmigran dalam jumlah besar (Suku Jawa, Sunda, yang hampir semuanya beragama Islam)  sangat tidak disenangi, karena di tingkat Kodya Ambon maupun Propinsi Maluku penduduk agama Islam telah menjadi mayoritas. Dengan demikian walaupun yang dipaksa meninggalkan Ambon hanya suku BBM tetapi sasaran penghancurannya selain fasilitas milik suku BBM (pasar,toko/kios diluar pasar, pemukiman) juga milik Suku Jawa, Sumatra dan sebagian kecil Suku Sunda. Efek psikologis yang timbul akibat penghancuran ini bukan saja memukul suku BBM tetapi juga Suku Jawa, Sunda dan Sumatra bahkan Ummat Islam secara keselu-ruhan. Pukulan itu bertujuan untuk menjadikan perimbangan Islam-Kristen di Kodya Ambon, tentunya  berkaitan erat dengan Pemilu, yang diperkirakan akan dimenangkan secara mutlak oleh PDI-Perjuangan, menjadi berubah.
Sesungguhnya Suku Toraja dalam banyak hal harus dikelompok- kan bersama dengan suku BBM karena jumlah mereka terus bertam- bah, disamping mereka juga sangat gigih dan ulet dalam berusaha di berbagai sektor non formal. Tetapi karena Suku Toraja hampir 100% beragama Kristen Protestan maka mereka tidak diusir. Dari sini jelas bukan saja suku BBM sebagai sasaran penghancuran (pengusiran) tetapi ummat Islam  juga menjadi obyek sasaran. Di lapangan tampak jelas klasifikasi obyek/sasaran dimana keseluruhan milik Suku Toraja aman. Dengan penghitungan matematis mereka yakin akan berhasil merubah keseimbangan mayoritas agama.
Tahapan berikutnya menjadikan Maluku sebagai propinsi yang mayoritas Kristen seperti Irian Jaya, Tim-Tim, NTT dan Sulawesi Utara. Dalam rangka posisi bargaining di tingkat nasional yang semakin kuat dengan ancaman melepaskan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Demikian pula para tokoh Kristen di Ambon, sesungguhnya tidak dapat menerima program transmigrasi yang dianggap merugikan posisi Kristen sebab jumlah penduduk yang beragama Islam terus bertambah sehingga niat merubah keseimbangan mayoritas akan gagal.
Sejak awal, penulis telah berpendapat bahwa rencana kerusuhan sebesar ini mustahil tanpa dukungan luar negeri dan dilaksanakan oleh suatu lembaga yang mapan dan solid. Bantuan luar negeri itu perlu dikaji lebih jauh, apakah ada kaitannya dengan kondisi moneter, ekonomi dan politik dalam negeri sebagai akibat tindakan balasan terhadap pembakaran gereja-gereja di Jawa dan beberapa tempat di luar Jawa. PGI yang punya hubungan kuat dengan lobby Kristen Internasional mustahil tidak berbuat sesuatu.
SASARAN PENGHANCURAN
Berbicara tentang suku Bugis, Buton, Makassar, Jawa, Sunda dan Sumatera tidak dapat dilepaspisahkan dengan masyarakat Islam Maluku karena kesamaan aqidah yang tentunya sama dalam mem- perjuangkan Indonesia Merdeka. Mereka adalah para pendatang yang nenek moyangnya telah berada di Maluku ratusan tahun yang lalu. Perasaan senasib amat terasa akibat Tragedi Idul Fitri Berdarah ini. Di lapangan kita saksikan penghancuran kelima suku tersebut melalui penghancuran fasilitas dan milik mereka sebagai berikut:
  • a. Pasar Mardika, Batu Merah dan Pertokoan Pelita dimana terdapat ratusan toko, ratusan kios, puluhan gerobak pedagang (bakso, es, dsbnya) gerobak pengangkut barang, kaki lima termasuk peda-gang asongan dan keliling yang hampir kesemuanya milik Suku BBM, Jawa dan Sumatera dan mempekerjakan suku mereka. Sedangkan selebihnya milik Ummat Islam Maluku, dan yang Kristen terbatas sekali. Pasar ini telah dibakar habis (milik Ummat Islam) tak tersisa sedikitpun. Dengan demikian pasar sudah tidak ada lagi untuk waktu berbulan-bulan yang akan datang, dan kemana warga kelima suku itu mencari makan? Yang tersisa hanya milik China.
  • b. Becak yang dibakar mendekati 80% (500 buah) yang umumnya milik suku BBM dimana penarik becaknya adalah suku Buton angkutan umum milik Islam bernasib sama yang dibakar sejak awal peristiwa. Karena itu akan ada pengangguran yang luar biasa besarnya.
  • c. Toko, kios dan gerobak di luar area pasar kecuali di dalam kawa-san Islam juga menjadi sasaran pembakaran dan penghancuran, mereka tahu betul sasaran-sasaran itu dimanapun letaknya, plotting sasaran ternyata disiapkan begitu rapih. Bila terdapat sedere-tan kios, mereka tahu persis, mana milik orang Kristen dan yang mana milik orang Islam. Deretan kios seperti ini tidak dibakar, cuma dijarah dan dirusak, karena bila dibakar yang milik Kristen akan ikut terbakar.
  • d. Rumah milik pribadi di luar kawasan Islam, bila berbentuk kam-pung yang baru tumbuh, habis dibakar. Apabila keberadaannya di tengah perkampungan Kristen, tidak dibakar melainkan cuma di jarah saja.
Bila di daerah lain yang menjadi sasaran penghancuran adalah konglomerat, maka dikota Ambon justru sebaliknya, golongan ekono-mi lemah dihancurleburkan, suatu hal yang jelas-jelas bertentangan dengan program pemerintah yang sedang berusaha keras membangun ekonomi kerakyatan.
Penghancuran tersebut mencakup penghancuran fasilitas Ummat Islam pada umumnya, bukan sekedar suku BBM dan JS karena mereka menyatu dalam usaha, pemukiman dan sebagainya. Yang ikut terkena penghancuran fasilitas usaha dagang adalah juga suku Maluku dari luar kota Ambon yang beragama Islam. Keseluruhan penghancuran ini dilakukan dengan suatu pukulan telak, keras dan begitu serentak mematikan agar keseluruhan pendatang hanya mempunyai satu pilihan, yaitu meninggalkan Ambon karena tidak ada lagi harapan untuk bisa hidup di Ambon, terutama karena trauma dari ancaman.
Apabila dilihat dari sasarannya, serangan sesungguhnya bukan  suku BBM saja, tetapi seluruh kepentingan Ummat Islam dimana rencana menghancurkan Masjid Al-Fatah dengan tiga kali serangan dapat dijadikan sebagai bukti. Dengan mengetahui  jumlah Masjid yang dibakar/dirusak pada hari pertama dan kedua kerusuhan, maka bukti bahwa serangan itu ditujukan kepada Ummat Islam secara totalitas amatlah transparan. Pembakaran Masjid, penghinaan terhadap Al-Quran dan Nabi Muhammad SAW, sesungguhnya merupakan tindakan nekad, sebab kerusuhan ini akan ditanggapi oleh ummat Islam sebagai perang agama yang penyelesaiannya akan sangat sulit dan rumit. OPERASI PENGHANCURAN
Dari uraian di atas, jelaslah penghancuran Ummat Islam ini telah direncanakan secara matang dan canggih. Dari Pelaksanaan penghan- curan yang dilakukan secara sistematik, terarah dan terpadu ini kita dapat mengetahui bahwa serangan bertujuan melumpuhkan Ummat Islam secara keseluruhan untuk mencapai tujuan, yaitu merubah kese- imbangan mayoritas. Gagasan Moslem Cleancing menjadi semakin jelas, dan untuk itu Ummat Islam dengan segala miliknya dihancurkan.
Babak dan Tahapan penghancuran.
1) Babak I : Pematangan Situasi.
Pematangan situasi adalah suatu usaha membangun kondisi lingkungan yang memungkinkan suatu rencana besar dapat digelar. Karena itu setahun terakhir dan yang mencolok adalah 6 bulan terakhir tampak aktifitas yang meningkat yang puncaknya pada upaya meng-hancurkan peran dan kesiapsiagaan TNI.
Demonstrasi di bulan-bulan September, Oktober dan Nopember 1998 di kota Ambon oleh mahasiswa 4 perguruan tinggi di Maluku dapat dibagi sebagai berikut :
Demonstrasi damai  dilakukan oleh:
a) Universitas Darussalam (Unidar).
b) Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN)
Demo damai menyampaikan aspirasi dengan tertib dan bersahabat dengan aparat keamanan.
Demonstrasi dengan kekerasan :
Demo dengan kekerasan menghujat TNI dengan tujuan menurun- kan wibawa TNI, menimbulkan keraguan dan takut bertindak. Puncaknya pada apa yang disebut Kasus Batu Gajah dimana sekitar 5000 mahasiswa turun ke jalan.Demonstrasi dengan kekerasan ini dimotori oleh:
 a) Universitas Pattimura (Unpatti)
 b) Universitas Kristen Maluku (Ukrim)
Melakukan perlawanan terhadap aparat keamanan ( Korem 174 / PTM ) memaksa masuk menembus barikade pasukan PHH Korem. Korban luka pada mahasiswa + 70 orang dan TNI  + 25 orang.
Babak pematangan situasi ini berhasil dengan baik karena di diikuti dengan pressure (tekanan) tokoh Kristen melalui berbagai cara terutama pertemuan pemuka agama dengan Muspida untuk mendi- nginkan situasi, ternyata dalam pertemuan itu berubah menjadi suasana, seakan–akan mahkamah peradilan terhadap Danrem 174/Pattimura, tanpa diberi kesempatan untuk menjelaskan duduk persoalan sebenarnya. Para pastor, pendeta dan tokoh Kristen menye-rang dengan kata-kata kasar secara membabi buta, tanpa bisa dihenti- kan oleh Gubernur karena mereka amat agresif. Dari fakta ini terlihat jelas, bahwa peristiwa ini tidak berdiri sendiri tetapi merupakan bagian dari suatu rencana besar. Bukti-bukti untuk itu cukup banyak, dan siap diangkat ke permukaan bila saatnya diperlukan.
Pertemuan yang dikenal sebagai pertemuan Jum’at malam ini adalah suatu rekayasa yang berhasil, tetapi Gubernur tidak melihatnya sebagai sesuatu yang aneh. Bila meminta pertanggung jawaban Dan Rem 174 / PTM atas pelaksanaan penanggulangan demonstrasi tanggal 18 November 1998, tentu harus dimulai dengan paparan pelaksanaan penanggulangan demo oleh Danrem 174/PTM, dilanjut- kan dengan diskusi dan tanya jawab, bila ada yang kurang jelas dan tidak puas dengan diskusi. Dan tanya-jawab bukan urutan acara hasil rekayasa itu. Lihatlah lampiran naskah ini (Tragedi Batu Gajah Berdarah dan Mahkamah Peradilan terhadap Danrem 174/PTM). Babak I pematangan situasi ini ternyata mendatangkan hasil luar biasa.
2) Babak II : Uji Coba (Test Case)
Tahapan ini merupakan uji coba untuk mengetahui tingkat kesia-pan Ummat Islam khususnya suku BBM, kemungkinan melakukan perlawanan, serta persatuan dan kesatuan terutama di antara tokoh-tokoh yang ada. Babak ini dilaksanakan dengan mengobarkan Peris-tiwa Wailete, peristiwa Bak Air dan peristiwa Dobo. Hasil uji coba ini dinilai berhasil untuk mengambil keputusan, siap menyerang karena tidak ada reaksi yang memadai dari Ummat Islam terutama tokohnya, tidak tampak sikap solidaritas maupun kesatuan dan persatuan Ummat Islam di kota Ambon dengan suku BBM. Kondisi ini tampak jelas memberikan peluang untuk babak berikutnya, yaitu mempersiap-kan penghancuran Ummat Islam di Ambon dan sekitarnya. Perlu dicatat bahwa test case ini juga merupakan penjajakan atas hasil babak I yang ternyata TNI pun tidak bereaksi sebagaimana mestinya.
3) Babak III : Persiapan
Berita tentang rencana pengusiran suku BBM dibicarakan dimana-mana, sehingga terjadi seakan-akan eksodus suku pendatang termasuk suku Jawa dan sebagainya selama bulan puasa. Para pemuda remaja Kristen bersiasat mabuk-mabukan tampak lebih banyak dan agresif. Mereka dinamakan  Coker (Cowok Keren). Kelompok ini terlihat sangat militan pada serangan ke kantong-kantong pemukiman Islam dan penghancuran massal.
Langkah berikut dari babak persiapan ini terlihat dari didatang- kannya ratusan preman Jakarta asal Maluku/ Ambon, eks peristiwa jalan Ketapang Jakarta dan siap melakukan aksi  balas dendam. Kelom-pok ini nampak dipimpin oleh pimpinan lapangan yaitu tokoh yang bernama Milton, karena dialah yang membawa preman- preman Jakarta tersebut.
Kedatangan sekitar 200 orang preman eks Jakarta ini telah membuat rencana strategi lawan semakin mendekati final, TNI tidak melakukan tindakan apapun terhadap ancaman dari kedatangan preman yang serentak tiba dalam jumlah besar itu.
4) Babak IV : Penghancuran.
Keterangan Kapolri tentang kasus Batu Merah adalah kriminal murni terlalu dini, dan fakta pendukung yang ada tidak seperti itu. Kita harus mengerti bahwa rencana ini di dukung oleh oknum TNI dalam jabatan tertentu yang ikut menentukan. Ribut-ribut pemuda Aboru (pulau Saparua) yang bermukim di Ambon secara berkelompok di batas desa Batu Merah dengan pemuda Batu Merah sudah merupakan hal yang biasa tidak ada kelanjutan perkelahian massal. Kali ini di luar dugaan, massa Batu Merah pun merasa terbawa oleh pihak-pihak yang tidak jelas identitasnya, kelihatannya provokator telah berhasil mengeksploitasi ketidakpuasan Ummat Islam atas kasus Wailete dan Bak Air. Pembakaran dua buah rumah dan sebuah bengkel motor tampaknya sebagai titik bakar saja dari suatu perencanaan yang besar. Rumah  yang terbakar telah memberikan isyarat sebagai tanda dimulainya penghancuran terhadap Ummat Islam. Sekali lagi dinyatakan sebagai titik bakar saja karena pihak Kristen menggunakan kasus ini untuk menuduh orang-orang Islam yang memulai lebih dahulu. Apakah permulaan yang kecil itu bisa berakibat kehancuran Ummat Islam dengan pukulan Kristen yang begitu dahsyat? Kasus Batu Merah ini segera menyebar dan meletupkan kerusuhan di seantero Kota Ambon dengan aksi mereka sebagai pemegang inisiatif dan kampung-kampung Islam hanya melakukan bela diri (defensif). Hal ini perlu dibuktikan oleh Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) jika telah bekerja.
Babak ke IV ini tampak semakin jelas, terdiri dari tahap sasaran sebagai berikut:
Tahap I  (H) : Pengobaran dan penghancuran merata sekota Ambon terutama pemukiman di luar perkampungan yang masih Islam.
Tahap II (H+1) : Penghancuran fasilitas perekonomian. (Pasar,toko,kios,warung,becak,angkutan kota)
Tahap III (H+3) : Penghancuran pemukiman dan pembunuhan  sebagai kelanjutan.
Tahap IV (H+3 & H+4) : Menuntaskan sasaran yang belum dihancurkan.
Dalam waktu 4 hari inilah yang dimanfaatkan secara efektif sebelum ada tindakan tegas dari TNI. Pada H+3 pukul 15.00 ada perintah tembak bagi yang membangkang tetapi sudah sangat terlam-bat, kehancuran sudah terlalu besar.
Pada hari H+5 dan seterusnya keadaan tetap memburuk karena aparat keamanan tidak tegas dalam Pelaksanaan tembak di tempat.Prajurit yang ditugaskan dilapangan hanya menyaksikan tindakan brutal yang tidak berperikemanusiaan itu, tidak ada perintah yang jelas, sekali lagi TNI mental Break Down.
5) Babak V: Pemenangan Opini dan Advokasi.
Sebagaimana skenario suatu cerita yang dimulai babak I sampai dengan babak terakhir, dimana semua yang akan diceritakan tuntas diperagakan. Skenario yang sambung menyambung itu jelas terlihat pertautannya antara babak I sampai dengan babak ke V.
Gerakan para tokoh di sektor politik adalah babak V dari rangkaian skenario untuk memenangkan opini, babak ini bukan muncul tiba-tiba tetapi telah disiapkan sebelumnya. Di negara-negara Eropa Barat dan Amerika kasus Ambon ini dikenalkan sebagai Christian Cleansing. Padahal sejak awal kerusuhan, pihak Islam selalu hanya defence dan karena itu sangat terpukul, baik secara moril/mental, lebih-lebih jika tidak dapat cepat tampil melakukan upaya penegakan keadilan mengajukan fakta-fakta yang obyektif termasuk upaya advokasi.
Di babak ini diharapkan tokoh Islam segera bangkit, sadar akan kondisi yang  sangat merugikan ini, ibarat sudah jatuh  tertimpa tangga pula. Apabila Ummat Islam yang hanya defence dan tidak mampu mela-kukan pembelaan terhadap perlakuan yang tidak adil sehingga Ummat Islam dikalahkan lagi dari segi politik, maka tuntaslah sudah skenario mereka mencapai hasil maksimal. Bersamaan dengan babak ini terlihat adanya gerakan menggerogoti kekuatan Ummat Islam dengan menimbul-kan korban dimana-mana (lihat lampiran kronologis kejadian penting).
Yang amat berbahaya adalah kegiatan-kegiatan pihak Kristen yang terus memancing amarah pihak Islam sebagai pancingan untuk keluar menyerang.
Apabila Ummat Islam dengan massa yang besar terpancing, maka amat merugikan karena sebelumnya telah berhasil mengendalikan diri terus bertahan (defence) tidak ke luar menyerang. Ummat Islam sesungguhnya bukan tidak memiliki kekuatan, tetapi sedang tercerai berai akibat terkena pendadakan dan yang lebih penting lagi adalah, Ummat Islam ingin memenangkan perang bukan memenangkan per-tempuran. Ummat Islam harus menang pada aspek hukum dan politis, karena itu tidak akan mau terpancing untuk menyerang, langkah berikutnya dapat dilakukan setelah bukti telah cukup kuat bahwa pihak lawanlah yang menyerang.
Pada babak V inipun pihak Kristen terus melakukan tekanan untuk menuntaskan salah satu sasaran mereka, yaitu memaksa Ummat Islam eksodus dari kota Ambon agar rencana menjadikan Maluku wilayah dominasi Kristen (Republik Maluku Sarani) dengan kekuatan sumber daya alamnya sebagai salah satu posisi tawar-menawar, segera menjadi kenyataan.
Pada periode ini pula gagasan perdamaian yang tidak masuk akal itu terus dikampanyekan dengan akibat korban tahap kedua yang luar biasa besarnya, karena Ummat Islam terlena, tidak siaga terlalu percaya pada mulut manis kelompok Kristen. Padahal setelah kesepakatan damai ditandatangani, pada hari berikutnya perusuh-perusuh Kristen mem- bantai lagi. Dan ini sudah berulangkali terjadi.
Teriakan Ummat Islam dan sejumlah tokoh untuk mengobarkan Jihad fie Sabilillah, nampaknya menjadi alternatif terakhir yang harus ditempuh, karena TNI belum berhasil mencegah pihak Kristen untuk menghentikan serangannya. Perjuangan dengan Jihad fie Sabilillah ini akan menghasilkan perimbangan kekuatan, dan memungkinkan upaya damai yang relatif lebih kuat dan adil

Tuesday, December 25, 2012

RFID Implementations


In the United States retail giant Wal-Mart announced the adoption of RFID for advanced supply chain management. Similarly, Germany's Metro Group is also preparing to adopt the RFID for supply chain management.

Glossary of Terms:

Active tag: An RFID tag that has an internal power source such as a battery.
Carrier: A Radio Frequency (RF) sine wave generated by the reader (interrogator)  to transmit energy to the tag and retrieve data from the tag. 125 kHz and 13.56 MHz, utilize transformer-type electromagnetic coupling, whereas 2.45GHz uses RF link between the reader and the tag for communication.
Passive tag: An RFID tag without internal source of power.
Reader: Also called interrogator, is a device used to communicate with RFID tags. The reader has an antennas, which emit radio waves. These electromagnetic waves are picked up by the tag, and the tag sends back signals containing unique information.
Back Scatter: A method of communication between a passive tag and a reader. The tag reflects the received rf frequencies with modulated carrier.
Barcode: A barcode (also called bar code) is a machine-readable representation of information in a visual format on a surface. Barcodes normally store data in the widths and spacings of printed parallel lines. However, they also come in patterns of dots, concentric circles, and hidden in images.
Radio Frequency Identification (RFID): A method of identifying unique items using radio frequencies. Here a reader communicates with a tag, which holds digital information in a microchip.
Savants: Middleware that filters data from EPC readers and pass it on to enterprise systems. Savants reside on servers across the EPC Network and pass data to one another and act as backbone for the network.
Smart label: A term that usually refers to a barcode label that contains an RFID. It's considered "smart" because it can store information (say, a unique serial number), and communicate with a reader.
Transceiver: A device that both transmits and receives radio waves.
Universal Product Code (UPC): The barcode standard used in North America. It is administered by the Uniform Code Council.

RFID Test Labs


RFID standards are still evolving. The business benefits are still being evaluated. Therefore, it is recommended that a business study the cost, suitability, and benefits using a test lab before embarking on a full-fledged implementation. Several RFID technology suppliers and integrators have established test centers or labs in various parts of the world. These include the following:
  1. RFID Alliance Lab, USA
  2. HP RFID Test Lab, USA
  3. IBM RFID Test Lab, USA
  4. Sun Microsystems Inc. Test Centre, USA and Europe
Xterprise Inc.RFID Test Centre, USA and Europe

Applications of RFID


  1. Employee Identification and Access Control
  2. Airline baggage Identification
  3. Wafer Identification during manufacturing process
  4. Livestock Identification
  5. Parts Identification
  6. Identification and Tracking of Vehicles
  7. Identification of  widgets through manufacturing process
  8. Supply Chain Automation
  9. Asset Tracking, and others.

RFID Standards:


Several RFID standards are defined already, and several are under consideration.
1. Identification cards - contactless integrated circuit cards
ISO 10536 (ISO SC17/WG8)
Close coupled cards
ISO 14443 (ISO SC17/WG8) 
proximity cards
ISO 15693 (ISO SC17/WG8)
vicinity cards
ISO 10373 (SC17/WG1/8) 
Identification cards - Test Methods
2. Item Management
ISO 10374 (ISO TC 104) 
Freight containers - Automatic identification
ISO 15960 (SC31 WG2/4)
RFID for Item Management; - Transaction Message Profiles
ISO 18001 (SC31 WG4) 
Information technology - RFID for Item Management - Application Requirements Profiles


3. Animal ID
ISO 11784 (ISO TC 23/WG19) 
Radio-frequency identification of animals - code structure
ISO 11785 (ISO TC 23/WG19) 
Radio-frequency identification of animals - technical concept
4. Radio Regulation
CEPT
Road Transport Information Systems
5. Others
UPU
contactless stamps
http://goo.gl/BGVrJP

MY Motto

My photo
giving amenity to all visitor.

Total Pageviews