GAMBARAN rencana taktik dan strategi penyerangan yang dilakukan pihak Kristen, adalah suatu analisis dari temuan di lapangan dikaitkan dengan bentuk-bentuk pelaksanaan di lapangan. Bentuk temuan yang berupa informasi seakan-akan bocoran rencana mereka yang disampai- kan secara tidak sengaja, yang diterima oleh sejumlah masyarakat Islam terutama rencana menghabiskan suku BBM yang telah terdengar beberapa bulan sebelum meletusnya Tragedi Idul Fitri Berdarah. Informasi dan isu yang berkembang di masyarakat telah menimbulkan keresahan di kalangan para pendatang (Suku Bugis, Buton, Makassar, Jawa, Sumatera) sehingga selama Ramadhan telah terjadi eksodus secara besar-besaran dari Ambon. Tokoh terkenal Kristen, saudara Pendeta Bram Soplantila segera bereaksi, bahwa itu bukan akibat ada- nya isu pengusiran suku BBM, tetapi suatu kebiasaan menjelang lebaran. Kalimat itu disampaikan kepada Letkol Pol. Rusdi Hasanussi, Ketua MUI Maluku. Dari sini terlihat dukungan terhadap konsep strategi mereka yang pasti telah ia ketahui bahkan ikut merencanakan.
Banyak fakta yang bisa diangkat sebagai bukti adanya suatu rencana besar. Kedatangan sekian ratus preman eks jalan Ketapang Jakarta membuat semakin jelas pengobaran Tragedi Idul Fitri Berda-rah. Kemajuan proses merdeka Tim-Tim telah memberikan inspirasi kepada para perencana di Ambon, kondisi nasional yang terus memburuk dapat memicu niat separatis untuk melepaskan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang terjadi ini mungkin sekali tahapan awal. Apabila dalam naskah ini dibuatkan suatu pembabakan dan tahapan perencanaan lawan adalah suatu hasil analisa dari apa yang tergelar oleh lawan di lapangan, guna mempermudah penga-wasan dan perkiraan rencana manuver mereka. Hasil pembabakan dan pentahapan mengarah pada adanya perencanaan serangan dengan perencanaan yang rapih memudahkan pelaksanaan.
MERUBAH POSISI MAYORITAS
Di Kodya Ambon, sebelum kedatangan suku Bugis, Buton, Makassar, Jawa, dan Sumatera (baik sebagai pedagang kecil, tukang pembuat tahu/tempe dan tukang bangunan, maupun sebagai pegawai pada perusahaan swasta dan sebagainya) dalam jumlah yang besar (sebelum RMS), maka jumlah penduduk yang beragama Kristen lebih banyak dari yang beragama Islam (mayoritas Kristen + 60%). Sedang-kan dalam lingkup propinsi kedatangan transmigran dalam jumlah besar (Suku Jawa, Sunda, yang hampir semuanya beragama Islam) sangat tidak disenangi, karena di tingkat Kodya Ambon maupun Propinsi Maluku penduduk agama Islam telah menjadi mayoritas. Dengan demikian walaupun yang dipaksa meninggalkan Ambon hanya suku BBM tetapi sasaran penghancurannya selain fasilitas milik suku BBM (pasar,toko/kios diluar pasar, pemukiman) juga milik Suku Jawa, Sumatra dan sebagian kecil Suku Sunda. Efek psikologis yang timbul akibat penghancuran ini bukan saja memukul suku BBM tetapi juga Suku Jawa, Sunda dan Sumatra bahkan Ummat Islam secara keselu-ruhan. Pukulan itu bertujuan untuk menjadikan perimbangan Islam-Kristen di Kodya Ambon, tentunya berkaitan erat dengan Pemilu, yang diperkirakan akan dimenangkan secara mutlak oleh PDI-Perjuangan, menjadi berubah.
Sesungguhnya Suku Toraja dalam banyak hal harus dikelompok- kan bersama dengan suku BBM karena jumlah mereka terus bertam- bah, disamping mereka juga sangat gigih dan ulet dalam berusaha di berbagai sektor non formal. Tetapi karena Suku Toraja hampir 100% beragama Kristen Protestan maka mereka tidak diusir. Dari sini jelas bukan saja suku BBM sebagai sasaran penghancuran (pengusiran) tetapi ummat Islam juga menjadi obyek sasaran. Di lapangan tampak jelas klasifikasi obyek/sasaran dimana keseluruhan milik Suku Toraja aman. Dengan penghitungan matematis mereka yakin akan berhasil merubah keseimbangan mayoritas agama.
Tahapan berikutnya menjadikan Maluku sebagai propinsi yang mayoritas Kristen seperti Irian Jaya, Tim-Tim, NTT dan Sulawesi Utara. Dalam rangka posisi bargaining di tingkat nasional yang semakin kuat dengan ancaman melepaskan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Demikian pula para tokoh Kristen di Ambon, sesungguhnya tidak dapat menerima program transmigrasi yang dianggap merugikan posisi Kristen sebab jumlah penduduk yang beragama Islam terus bertambah sehingga niat merubah keseimbangan mayoritas akan gagal.
Sejak awal, penulis telah berpendapat bahwa rencana kerusuhan sebesar ini mustahil tanpa dukungan luar negeri dan dilaksanakan oleh suatu lembaga yang mapan dan solid. Bantuan luar negeri itu perlu dikaji lebih jauh, apakah ada kaitannya dengan kondisi moneter, ekonomi dan politik dalam negeri sebagai akibat tindakan balasan terhadap pembakaran gereja-gereja di Jawa dan beberapa tempat di luar Jawa. PGI yang punya hubungan kuat dengan lobby Kristen Internasional mustahil tidak berbuat sesuatu.
SASARAN PENGHANCURAN
Berbicara tentang suku Bugis, Buton, Makassar, Jawa, Sunda dan Sumatera tidak dapat dilepaspisahkan dengan masyarakat Islam Maluku karena kesamaan aqidah yang tentunya sama dalam mem- perjuangkan Indonesia Merdeka. Mereka adalah para pendatang yang nenek moyangnya telah berada di Maluku ratusan tahun yang lalu. Perasaan senasib amat terasa akibat Tragedi Idul Fitri Berdarah ini. Di lapangan kita saksikan penghancuran kelima suku tersebut melalui penghancuran fasilitas dan milik mereka sebagai berikut:
- a. Pasar Mardika, Batu Merah dan Pertokoan Pelita dimana terdapat ratusan toko, ratusan kios, puluhan gerobak pedagang (bakso, es, dsbnya) gerobak pengangkut barang, kaki lima termasuk peda-gang asongan dan keliling yang hampir kesemuanya milik Suku BBM, Jawa dan Sumatera dan mempekerjakan suku mereka. Sedangkan selebihnya milik Ummat Islam Maluku, dan yang Kristen terbatas sekali. Pasar ini telah dibakar habis (milik Ummat Islam) tak tersisa sedikitpun. Dengan demikian pasar sudah tidak ada lagi untuk waktu berbulan-bulan yang akan datang, dan kemana warga kelima suku itu mencari makan? Yang tersisa hanya milik China.
- b. Becak yang dibakar mendekati 80% (500 buah) yang umumnya milik suku BBM dimana penarik becaknya adalah suku Buton angkutan umum milik Islam bernasib sama yang dibakar sejak awal peristiwa. Karena itu akan ada pengangguran yang luar biasa besarnya.
- c. Toko, kios dan gerobak di luar area pasar kecuali di dalam kawa-san Islam juga menjadi sasaran pembakaran dan penghancuran, mereka tahu betul sasaran-sasaran itu dimanapun letaknya, plotting sasaran ternyata disiapkan begitu rapih. Bila terdapat sedere-tan kios, mereka tahu persis, mana milik orang Kristen dan yang mana milik orang Islam. Deretan kios seperti ini tidak dibakar, cuma dijarah dan dirusak, karena bila dibakar yang milik Kristen akan ikut terbakar.
- d. Rumah milik pribadi di luar kawasan Islam, bila berbentuk kam-pung yang baru tumbuh, habis dibakar. Apabila keberadaannya di tengah perkampungan Kristen, tidak dibakar melainkan cuma di jarah saja.
Penghancuran tersebut mencakup penghancuran fasilitas Ummat Islam pada umumnya, bukan sekedar suku BBM dan JS karena mereka menyatu dalam usaha, pemukiman dan sebagainya. Yang ikut terkena penghancuran fasilitas usaha dagang adalah juga suku Maluku dari luar kota Ambon yang beragama Islam. Keseluruhan penghancuran ini dilakukan dengan suatu pukulan telak, keras dan begitu serentak mematikan agar keseluruhan pendatang hanya mempunyai satu pilihan, yaitu meninggalkan Ambon karena tidak ada lagi harapan untuk bisa hidup di Ambon, terutama karena trauma dari ancaman.
Apabila dilihat dari sasarannya, serangan sesungguhnya bukan suku BBM saja, tetapi seluruh kepentingan Ummat Islam dimana rencana menghancurkan Masjid Al-Fatah dengan tiga kali serangan dapat dijadikan sebagai bukti. Dengan mengetahui jumlah Masjid yang dibakar/dirusak pada hari pertama dan kedua kerusuhan, maka bukti bahwa serangan itu ditujukan kepada Ummat Islam secara totalitas amatlah transparan. Pembakaran Masjid, penghinaan terhadap Al-Quran dan Nabi Muhammad SAW, sesungguhnya merupakan tindakan nekad, sebab kerusuhan ini akan ditanggapi oleh ummat Islam sebagai perang agama yang penyelesaiannya akan sangat sulit dan rumit. OPERASI PENGHANCURAN
Dari uraian di atas, jelaslah penghancuran Ummat Islam ini telah direncanakan secara matang dan canggih. Dari Pelaksanaan penghan- curan yang dilakukan secara sistematik, terarah dan terpadu ini kita dapat mengetahui bahwa serangan bertujuan melumpuhkan Ummat Islam secara keseluruhan untuk mencapai tujuan, yaitu merubah kese- imbangan mayoritas. Gagasan Moslem Cleancing menjadi semakin jelas, dan untuk itu Ummat Islam dengan segala miliknya dihancurkan.
Babak dan Tahapan penghancuran.
1) Babak I : Pematangan Situasi.
Pematangan situasi adalah suatu usaha membangun kondisi lingkungan yang memungkinkan suatu rencana besar dapat digelar. Karena itu setahun terakhir dan yang mencolok adalah 6 bulan terakhir tampak aktifitas yang meningkat yang puncaknya pada upaya meng-hancurkan peran dan kesiapsiagaan TNI.
Demonstrasi di bulan-bulan September, Oktober dan Nopember 1998 di kota Ambon oleh mahasiswa 4 perguruan tinggi di Maluku dapat dibagi sebagai berikut :
Demonstrasi damai dilakukan oleh:
a) Universitas Darussalam (Unidar).
b) Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN)
Demo damai menyampaikan aspirasi dengan tertib dan bersahabat dengan aparat keamanan.
Demonstrasi dengan kekerasan :
Demo dengan kekerasan menghujat TNI dengan tujuan menurun- kan wibawa TNI, menimbulkan keraguan dan takut bertindak. Puncaknya pada apa yang disebut Kasus Batu Gajah dimana sekitar 5000 mahasiswa turun ke jalan.Demonstrasi dengan kekerasan ini dimotori oleh:
a) Universitas Pattimura (Unpatti)
b) Universitas Kristen Maluku (Ukrim)
Melakukan perlawanan terhadap aparat keamanan ( Korem 174 / PTM ) memaksa masuk menembus barikade pasukan PHH Korem. Korban luka pada mahasiswa + 70 orang dan TNI + 25 orang.
Babak pematangan situasi ini berhasil dengan baik karena di diikuti dengan pressure (tekanan) tokoh Kristen melalui berbagai cara terutama pertemuan pemuka agama dengan Muspida untuk mendi- nginkan situasi, ternyata dalam pertemuan itu berubah menjadi suasana, seakan–akan mahkamah peradilan terhadap Danrem 174/Pattimura, tanpa diberi kesempatan untuk menjelaskan duduk persoalan sebenarnya. Para pastor, pendeta dan tokoh Kristen menye-rang dengan kata-kata kasar secara membabi buta, tanpa bisa dihenti- kan oleh Gubernur karena mereka amat agresif. Dari fakta ini terlihat jelas, bahwa peristiwa ini tidak berdiri sendiri tetapi merupakan bagian dari suatu rencana besar. Bukti-bukti untuk itu cukup banyak, dan siap diangkat ke permukaan bila saatnya diperlukan.
Pertemuan yang dikenal sebagai pertemuan Jum’at malam ini adalah suatu rekayasa yang berhasil, tetapi Gubernur tidak melihatnya sebagai sesuatu yang aneh. Bila meminta pertanggung jawaban Dan Rem 174 / PTM atas pelaksanaan penanggulangan demonstrasi tanggal 18 November 1998, tentu harus dimulai dengan paparan pelaksanaan penanggulangan demo oleh Danrem 174/PTM, dilanjut- kan dengan diskusi dan tanya jawab, bila ada yang kurang jelas dan tidak puas dengan diskusi. Dan tanya-jawab bukan urutan acara hasil rekayasa itu. Lihatlah lampiran naskah ini (Tragedi Batu Gajah Berdarah dan Mahkamah Peradilan terhadap Danrem 174/PTM). Babak I pematangan situasi ini ternyata mendatangkan hasil luar biasa.
2) Babak II : Uji Coba (Test Case)
Tahapan ini merupakan uji coba untuk mengetahui tingkat kesia-pan Ummat Islam khususnya suku BBM, kemungkinan melakukan perlawanan, serta persatuan dan kesatuan terutama di antara tokoh-tokoh yang ada. Babak ini dilaksanakan dengan mengobarkan Peris-tiwa Wailete, peristiwa Bak Air dan peristiwa Dobo. Hasil uji coba ini dinilai berhasil untuk mengambil keputusan, siap menyerang karena tidak ada reaksi yang memadai dari Ummat Islam terutama tokohnya, tidak tampak sikap solidaritas maupun kesatuan dan persatuan Ummat Islam di kota Ambon dengan suku BBM. Kondisi ini tampak jelas memberikan peluang untuk babak berikutnya, yaitu mempersiap-kan penghancuran Ummat Islam di Ambon dan sekitarnya. Perlu dicatat bahwa test case ini juga merupakan penjajakan atas hasil babak I yang ternyata TNI pun tidak bereaksi sebagaimana mestinya.
3) Babak III : Persiapan
Berita tentang rencana pengusiran suku BBM dibicarakan dimana-mana, sehingga terjadi seakan-akan eksodus suku pendatang termasuk suku Jawa dan sebagainya selama bulan puasa. Para pemuda remaja Kristen bersiasat mabuk-mabukan tampak lebih banyak dan agresif. Mereka dinamakan Coker (Cowok Keren). Kelompok ini terlihat sangat militan pada serangan ke kantong-kantong pemukiman Islam dan penghancuran massal.
Langkah berikut dari babak persiapan ini terlihat dari didatang- kannya ratusan preman Jakarta asal Maluku/ Ambon, eks peristiwa jalan Ketapang Jakarta dan siap melakukan aksi balas dendam. Kelom-pok ini nampak dipimpin oleh pimpinan lapangan yaitu tokoh yang bernama Milton, karena dialah yang membawa preman- preman Jakarta tersebut.
Kedatangan sekitar 200 orang preman eks Jakarta ini telah membuat rencana strategi lawan semakin mendekati final, TNI tidak melakukan tindakan apapun terhadap ancaman dari kedatangan preman yang serentak tiba dalam jumlah besar itu.
4) Babak IV : Penghancuran.
Keterangan Kapolri tentang kasus Batu Merah adalah kriminal murni terlalu dini, dan fakta pendukung yang ada tidak seperti itu. Kita harus mengerti bahwa rencana ini di dukung oleh oknum TNI dalam jabatan tertentu yang ikut menentukan. Ribut-ribut pemuda Aboru (pulau Saparua) yang bermukim di Ambon secara berkelompok di batas desa Batu Merah dengan pemuda Batu Merah sudah merupakan hal yang biasa tidak ada kelanjutan perkelahian massal. Kali ini di luar dugaan, massa Batu Merah pun merasa terbawa oleh pihak-pihak yang tidak jelas identitasnya, kelihatannya provokator telah berhasil mengeksploitasi ketidakpuasan Ummat Islam atas kasus Wailete dan Bak Air. Pembakaran dua buah rumah dan sebuah bengkel motor tampaknya sebagai titik bakar saja dari suatu perencanaan yang besar. Rumah yang terbakar telah memberikan isyarat sebagai tanda dimulainya penghancuran terhadap Ummat Islam. Sekali lagi dinyatakan sebagai titik bakar saja karena pihak Kristen menggunakan kasus ini untuk menuduh orang-orang Islam yang memulai lebih dahulu. Apakah permulaan yang kecil itu bisa berakibat kehancuran Ummat Islam dengan pukulan Kristen yang begitu dahsyat? Kasus Batu Merah ini segera menyebar dan meletupkan kerusuhan di seantero Kota Ambon dengan aksi mereka sebagai pemegang inisiatif dan kampung-kampung Islam hanya melakukan bela diri (defensif). Hal ini perlu dibuktikan oleh Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) jika telah bekerja.
Babak ke IV ini tampak semakin jelas, terdiri dari tahap sasaran sebagai berikut:
Tahap I (H) : Pengobaran dan penghancuran merata sekota Ambon terutama pemukiman di luar perkampungan yang masih Islam.
Tahap II (H+1) : Penghancuran fasilitas perekonomian. (Pasar,toko,kios,warung,becak,angkutan kota)
Tahap III (H+3) : Penghancuran pemukiman dan pembunuhan sebagai kelanjutan.
Tahap IV (H+3 & H+4) : Menuntaskan sasaran yang belum dihancurkan.
Dalam waktu 4 hari inilah yang dimanfaatkan secara efektif sebelum ada tindakan tegas dari TNI. Pada H+3 pukul 15.00 ada perintah tembak bagi yang membangkang tetapi sudah sangat terlam-bat, kehancuran sudah terlalu besar.
Pada hari H+5 dan seterusnya keadaan tetap memburuk karena aparat keamanan tidak tegas dalam Pelaksanaan tembak di tempat.Prajurit yang ditugaskan dilapangan hanya menyaksikan tindakan brutal yang tidak berperikemanusiaan itu, tidak ada perintah yang jelas, sekali lagi TNI mental Break Down.
5) Babak V: Pemenangan Opini dan Advokasi.
Sebagaimana skenario suatu cerita yang dimulai babak I sampai dengan babak terakhir, dimana semua yang akan diceritakan tuntas diperagakan. Skenario yang sambung menyambung itu jelas terlihat pertautannya antara babak I sampai dengan babak ke V.
Gerakan para tokoh di sektor politik adalah babak V dari rangkaian skenario untuk memenangkan opini, babak ini bukan muncul tiba-tiba tetapi telah disiapkan sebelumnya. Di negara-negara Eropa Barat dan Amerika kasus Ambon ini dikenalkan sebagai Christian Cleansing. Padahal sejak awal kerusuhan, pihak Islam selalu hanya defence dan karena itu sangat terpukul, baik secara moril/mental, lebih-lebih jika tidak dapat cepat tampil melakukan upaya penegakan keadilan mengajukan fakta-fakta yang obyektif termasuk upaya advokasi.
Di babak ini diharapkan tokoh Islam segera bangkit, sadar akan kondisi yang sangat merugikan ini, ibarat sudah jatuh tertimpa tangga pula. Apabila Ummat Islam yang hanya defence dan tidak mampu mela-kukan pembelaan terhadap perlakuan yang tidak adil sehingga Ummat Islam dikalahkan lagi dari segi politik, maka tuntaslah sudah skenario mereka mencapai hasil maksimal. Bersamaan dengan babak ini terlihat adanya gerakan menggerogoti kekuatan Ummat Islam dengan menimbul-kan korban dimana-mana (lihat lampiran kronologis kejadian penting).
Yang amat berbahaya adalah kegiatan-kegiatan pihak Kristen yang terus memancing amarah pihak Islam sebagai pancingan untuk keluar menyerang.
Apabila Ummat Islam dengan massa yang besar terpancing, maka amat merugikan karena sebelumnya telah berhasil mengendalikan diri terus bertahan (defence) tidak ke luar menyerang. Ummat Islam sesungguhnya bukan tidak memiliki kekuatan, tetapi sedang tercerai berai akibat terkena pendadakan dan yang lebih penting lagi adalah, Ummat Islam ingin memenangkan perang bukan memenangkan per-tempuran. Ummat Islam harus menang pada aspek hukum dan politis, karena itu tidak akan mau terpancing untuk menyerang, langkah berikutnya dapat dilakukan setelah bukti telah cukup kuat bahwa pihak lawanlah yang menyerang.
Pada babak V inipun pihak Kristen terus melakukan tekanan untuk menuntaskan salah satu sasaran mereka, yaitu memaksa Ummat Islam eksodus dari kota Ambon agar rencana menjadikan Maluku wilayah dominasi Kristen (Republik Maluku Sarani) dengan kekuatan sumber daya alamnya sebagai salah satu posisi tawar-menawar, segera menjadi kenyataan.
Pada periode ini pula gagasan perdamaian yang tidak masuk akal itu terus dikampanyekan dengan akibat korban tahap kedua yang luar biasa besarnya, karena Ummat Islam terlena, tidak siaga terlalu percaya pada mulut manis kelompok Kristen. Padahal setelah kesepakatan damai ditandatangani, pada hari berikutnya perusuh-perusuh Kristen mem- bantai lagi. Dan ini sudah berulangkali terjadi.
Teriakan Ummat Islam dan sejumlah tokoh untuk mengobarkan Jihad fie Sabilillah, nampaknya menjadi alternatif terakhir yang harus ditempuh, karena TNI belum berhasil mencegah pihak Kristen untuk menghentikan serangannya. Perjuangan dengan Jihad fie Sabilillah ini akan menghasilkan perimbangan kekuatan, dan memungkinkan upaya damai yang relatif lebih kuat dan adil