A. Pendahuluan
B. Latar Belakang Sejarahnya
C. Pandangan Hidupnya
D. Sikapnya Terhadap Islam dan Kaum
Muslimin
E. Sikap Muslim Terhadap Komunisme
1.
Sikap Dasar
2.
Bidang Aqidah
3.
Bidang Sosial
4.
Bidang Politik
5.
Sikap Permusuhan
F. Penutup
G. Kesimpulan
Lampiran:
Keputusan Kongres Alim Ulama Seluruh
Indonesia di Palembang, September 1957
Sampul:
Gambar diambil dari Tabloid OPOSISI no. 92
tahun II, 08-14 Mei 2000 dan dokumentasi PINTAR
----------------------------------------------------------------------------------------------------------
Pendahuluan
Berdasarkan fakta yang ada, dewasa ini telah bangkit
kembali gerakan Komunisme (Marxisme-Leninisme) di tanah air, semenjak 35 tahun
yang lalu dinyatakan terlarang. Kader-kader muda revolusioner binaan sisa-sisa
G30S/PKI dan kader-kader muda intelektual Katholik-Jesuit, yang tersebar di
berbagai aparat sipil dan militer, ormas dan orpol, berbagai LSM, karena adanya
persamaan ideologi yakni Marxis-Leninisme bekerja sama menyusun kekuatan untuk
melahirkan "revolusi sosial" dalam mewujudkan negara Komunis.
Kaum intelektual muda Muslim dan ulama-ulama Islam
dewasa ini, karena keterbatasan ilmunya tentang Marxisme-Leninisme/Komunsme,
banyak yang tergelincir sehingga menjadi pejuang ajaran
Marxisme-Leninisme/Komunisme tanpa sadar. Oleh karena itu, untuk mencegah
terjadinya hal-hal yang demikian, maka kami sengaja menyusun tulisan ini secara
ilmiah, filosofis, syar'i dan historis bahwa Komunisme (Marxisme-Leninisme) dalam
segala dimensinya bertentangan dengan Islam dan senantiasa memusuhi umat Islam
sepanjang sejarah.
Segala koreksi dan sanggahan terhadap tulisan ini
senantiasa kami terima dengan tangan terbuka. Semoga tulisan ini ada manfaatnya
bagi umat Islam, dan menjadi amal shaleh bagi kami sehingga ganjaran pahala
senantiasa kami harapkan dari sisi Allah SWT.
Latar
Belakang Sejarahnya
Berbicara tentang Komunisme tentunya kita akan
membicarakan pencetus dan pendiri dari ideologi tersebut, menurut pandangan
umum yang hidup di dunia sekarang ini, yaitu tidak lain adalah Karl Marx yang
dilahirkan pada tanggal 5 Mei 1818 di Trier Jerman dari keluarga Yahudi. Tetapi
menurut Freemasonry, organisasi
Yahudi di bawah tanah, pencetusnya tidak lain ialah sekelompok golongan cahaya
(Freemasonry), yang telah diputuskan
di dalam Kongres Internasionalnya di Amerika Serikat. Karl Marx, begitu kata Freemasonry, sebenarnya hanya orang
bayaran dari Freemasonry, yang
dimintakan untuk menyusun teori komunis dan atheisme; dengan imbalan semua
biaya penghidupan Karl Marx dijamin sepenuhnya oleh Freemasonry.
Kebenaran pengakuan Freemasonry
ini, akan terlihat dengan jelas nanti dalam kita membahas tentang teori-teori
yang dikemukakan oleh Karl Marx, bahwa ternyata ia memang tidak menguasai
sepenuhnya teori-teori yang ia ambil dari berbagai konsepsi-konsepsi filsafat
yang berasal dari orang-orang non Marxis. Karl Marx hanya menyusun atau lebih
tepatnya menyetel konsepsi-konsepsi filsafat yang dia pungut dari orang-orang
non Marxis dalam suatu teori yang dia namakan "Komunisme".
Menurut beberapa penulis biografi menduga bahwa Karl
Marx mengalami suatu krisis keagamaan ketika ia berusia l6 atau 17 tahun.
Sebagai bukti, mereka menunjukkan sepucuk surat yang ditulis oleh ayah Marx; di
dalam surat itu, dia memberi tahu Marx bahwa agama dapat dianggap sebagai dasar
daripada kebaikan moral dan menyatakan bahwa tidak ada jeleknya untuk percaya
kepada Tuhan, karena juga sangat banyak orang besar yang percaya kepada Tuhan.
Ayah Marx adalah seorang theis, seorang Yahudi yang
liberal dan pengagum filsuf- filsuf "Pencerahan" dari Perancis,
tetapi kemudian ia beralih agama menjadi seorang Kristen Protestan, pengikut
Luther. Dia juga menyuruh isteri dan anak-anaknya dibaptis dalam cara Protestan.
Di sini, masalahnya bukanlah apakah hal tersebut peralihan agama yang
sesungguhnya atau bukan. Dalam kedudukan seperti ayah Marx adalah "tepat
dan menguntungkan" untuk menjadi seorang anggota dari agama negara.
Setelah pembaptisan, kekristenan ayah Marx tidaklah
lebih baik dari Keyahudiannya sebelumnya. Bagi anaknya Marx, yang patuh dan
berbakti kepada ayahnya, jelaslah bahwa oportunisme orang tuanya tersebut tidak
menimbulkan rasa hormat kepada agama Kristen. Tambahan pula, baik di dalam
surat-suratnya yang banyak itu, maupun di dalam buku-bukunya, Karl Marx tidak
pernah menyinggung tentang krisis keagamaan tersebut dan juga tidak pernah
menunjukkan rasa simpati kepada para pemeluk agama.
Para pencetus teori komunisme tentu saja menolak semua
agama, karena agama-agama tersebut menurut keyakinannya semuanya mempunyai
tanggung jawab yang sama atas pengasingan spiritual manusia. Tetapi Marx
benar-benar membenci agama Kristen. Dia, seperti halnya banyak kaum atheis,
sama sekali tidak mempunyai keinginan untuk melihat agama Kristen merupakan
perkembangan yang paling pesat dari kesadaran religius yang secara logis dapat
diikuti hanya dengan penolakan terhadap semua agama.
Akhimya kita akan berkesimpulan bahwa pada diri Marx
tertanam kebencian pribadi terhadap agama Kristen, yang hampir sama dengan yang
terdapat pada diri Freud. Freud sendiri juga seorang Yahudi yang hidup di dalam
suatu dunia yang seolah-oleh dunia Kristen dan di dalam dunia tersebut dia
merasa terasing. Baik Marx maupun Freud menolak agama Kristen atas nama ilmu
pengetahuan; tetapi di dalam penolakan tersebut jelas sekali terdapat unsur
emosional.
Bila sosialisme Barat pada abad ke-XIX dari awal mulanya
benar-benar atheis, sebagai tampaknya, karena adanya kenyataan bahwa diantara
tokoh-tokoh utamanya tersebut banyak kaum intelektual Yahudi. Untuk memahami
hal ini tidaklah perlu membayangkan adanya "semacam komplotan orang-orang
Yahudi" yang sengaja dibentuk untuk menentang agama Kristen".1
Di sini kelihatan bahwa Ignace Lepp tidak ingin adanya
satu "image" bahwa "atheisme" lahir, karena dilakukan oleh
orang-orang Yahudi. Tetapi satu fakta yang tak dapat diingkari ternyata gerakan
Yahudi Zionisme dengan Freemasonry-nya
--sebagaimana kita telah ungkapkan di muka-- menyatakan bahwa atheisme memang
sengaja dilahirkan dan dibesarkan oleh gerakan mereka.
Salah satu bukti, dapat dikemukakan kembali surat yang
ditulis oleh Pike, tokoh utama Freemasonry,
tertanggal 10 Agustus 1871, yang antara lain menulis: "Kita akan memberikan kebebasan sebebas-bebasnya gerakan-gerakan
atheisme dan gerakan-gerakan nihilis. Kita akan berusaha menciptakan suatu
tragedi total untuk umat manusia, di mana akan ternyata dengan jelas kekejaman
yang tidak putus-putusnya bagi setiap bangsa, sebagai hasil dari atheisme yang
mutlak".
Selanjutnya Ignace menulis: "Dalam usaha mereka untuk mencari identitas sosial, kaum
intelektual Yahudi tersebut secara sadar menentang 'pengasingan religius'.
Dengan sengaja mereka menentang agama Kristen yang pemeluk-pemeluknya
mengasingkan mereka serta memaksa mereka merasa seperti orang-orang asing di
tanah air mereka sendiri. Rasa sakit hati memainkan peranan yang penting di
dalam hampir semua atheisme orang-orang Yahudi yang saya ketahui, dan di dalam
atheisme Karl Marx peranan rasa sakit tersebut mungkin benar-benar
dominan."
Sebagai seorang keturunan Yahudi dan sebagai seorang
yang merasa terhina oleh peralihan agama yang bersifat oportunistis yang
dilakukan ayahnya, Karl Marx melalui suatu proses yang sangat dikenal di dalam
psikologi dewasa ini, mengidentifikasikan dirinya dengan manusia pada umumnya.
Marx melihat bahwa kemanusiaan juga direndahkan dan diasingkan dari
identitasnya yang asli.
Di negara Prusia (Jerman) --yang pemah diagungkan
Hegel-- yang disebut negara Kristen, pengasingan religius dengan sendirinya
bagi Marx yang masih muda tampak sebagai sumber dari segala bentuk pengasingan
lainnya. Pada masa selanjutnya, dia berusaha menggerakkan massa dalam suatu
perjuangan yang tujuan utamanya adalah penghapusan ekonomi kapitalis. Tetapi
dari surat-suratnya tampak dengan jelas bahwa Marx menekankan pada pengasingan
ekonomi, karena pada waktu itu massa masih belum cukup sadar untuk dilibatkan
dalam suatu perjuangan menentang pengasingan yang mendasar, yaitu pengasingan
religius.
Sedikit demi sedikit, doktrin filosofis Marx mengenai
materialisme historis mulai muncul. Dia melihat adanya super-struktur ideologis
dari kondisi-kondisi ekonomi tertentu di dalam setiap agama. Oleh karena itu
dia berharap bahwa di dalam penghapusan sistem ekonomi kapitalis, revolusi kaum
proletar akan memberikan pukulan yang mematikan kepada agama Kristen. Karena
rasa bencinya kepada agama, setiap kali terjadi pertentangan antara gerja dan
negara, Marx selalu berpihak kepada negara, walaupun dia sangat merendahkan
Negara Prusia.
Kita sama sekali tidak akan mampu memahami psikologi
atheisme modern bila kita lupa bahwa --menurut mereka-- atheisme modern berasal
dari keinginan manusia yang telah mencapai suatu tingkat kesadaran yang tinggi
akan individualitasnya, untuk mematahkan rantai yang tampaknya membelenggu
kemerdekaan dan kemuliaannya. Di dalam tulisan-tulisannya yang awal, dengan
antusias dan kekaguman, Marx berbicara tentang Prometeus yang meskipun terantai
pada batu karang tetap menghina dewa-dewa. Marx menganggap Prometeus sebagai
lambang manusia yang penuh tanggung-jawab atas penciptaannya dan yang berani
menentang dewa-dewa yang akan merampas tanggung jawab tersebut dari dirinya.
Prometeus berseru: "Aku jauh lebih
senang terikat pada batu karang ini daripada menjadi hamba yang patuh kepada
Zeus sang Bapak"!
Lambat-laun atheisme Marxis secara eksplisit menjadi
semakin bersifat politis dan mengaku bersifat ilmiah. Tetapi melalui penyelidikan
yang teliti, tidaklah sulit untuk melihat bahwa atheisme modern merupakan suatu
kelanjutan dari pemberontakan, seperti yang dilakukan Prometeus, oleh seorang
pengikut Hegel yang masih muda. Hegel, Strauss, Bauer dan terutama Feuerbach,
hanyalah membantu mendorong Marx dan secara rasional membantu merumuskan pemberontakannya
terhadap Tuhan, terutama terhadap Tuhan orang-orang Kristen. Hal ini merupakan
suatu pemberontakan yang akar-akarnya tersembunyi di dalam alam bawah sadar
anak seorang Yahudi Jerman literal yang dalam usahanya yang keliru, untuk
menutupi identitas Yahudinya, telah menjadi seorang Kristen.2
Siapa Prometeus? Dalam mitos Yunani ia adalah salah
seorang dewa. Dengan maksud untuk memberikan jasa kepada manusia, ia
mengkhianati dewa lain. Pada suatu malam selagi semua dewa tertidur; ia
mencuri api ketuhanan dan menyerahkannya kepada manusia. Ketika dewa-dewa lain
mengetahui hal ini mereka mengikatnya dengan rantai. Mereka gelisah karena
manusia memiliki api syurgawi, sebab mereka ingin agar manusia selamanya tetap
berada dalam kegelapan dan kelemahan yang hina, tidak boleh naik sampai kepada
kedudukan yang dekat dengan para malaikat.
Marx yang menganut kepercayaan Prometeus dan idea
masyarakat Prometeus dari sosiologi humanistik, dan dipengaruhi oleh Saint
Simon, kemudian juga oleh Prodhon, dalam hal ini telah mewarisi pandangan
religius dari mitos Yunani, persis seperti yang mereka lakukan. Iamenyamaratakan
hubungan antara manusia dengan Tuhan dalam agama Yunani dengan hubungan yang
terdapat dalam agama lain; tidak menyadari bahwa pandangan agama Timur sama
sekali bertentangan dengan ini. Mereka memimpikan Tuhan yang bersimpati pada
manusia. Tidak seperti Tuhan yang ada dalam agama Yunani, yang memandang
manusia sebagai saingan dan menghadapinya dengan rasa iri dan dengki, yang
harus dilayani dengan ketakutan. Risalah agama Timur berdasar pada kenaikan
manusia dari bumi ke syurga; dari tingkat jasmani dan hewani ke arah sifat
malaikat.3
Ketika Marx menyatakan: "Saya merasa jijik terhadap Tuhan," kita harus memikirkan
pilihan susunan katanya. Dalam prakata untuk suatu risalah filosofis, suatu
risalah yang membicarakan dewa-dewa, pemilihan kata "jijik" adalah
sesuatu yang tidak wajar. Hal ini mengungkapkan emosi bukan suatu hal yang
filosofis dan ilmiah. Seseorang harus menyelidiki akar dari reaksi semacam itu
dalam kehidupan pribadi Marx. Dalam kekecewaan cinta yang disebabkan oleh
pendeta-pendeta.
Mari kita perhatikan komentar selanjutnya: "Bukti yang sebenarnya harus mempunyai
karakter yang berlawanan…,karena alam tidak mempunyai tatanan yang benar, maka
Tuhan ada…, karena adanya dunia yang tidak dipahami…, maka Tuhan ada; dengan
kata lain irrasionalitas adalah dasar bagi eksistensi Tuhan." Di dalam
ungkapan ini tampak logika yang membingungkan yang menjadikan pandangan yang
awam sebagai kriteria pemikiran keagamaan. Padahal pendekatan keagamaan awam
selalu mencari Tuhan di luar hukum alam dan rasio dan dalam kejadian-kejadian
yang tak terpahamkan; ia mencari bukti-bukti dalam jalannya peristiwa yang luar
biasa, dan dalam sumber yang tidak ilmiah dan tidak alamiah.
Sebaliknya, kitab-kitab tua, khususnya Al-Qur'an, telah
memberikan contoh rasional tentang tauhid atas dasar alam, kebiasaan, hukum
kehidupan yang konstan dan sifat kehidupan dan peristiwa alam semesta yang
teratur dan dapat dimengerti. Kitab-kitab suci ini menganggap hal-hal tersebut
sebagai pengesahan obyektif terhadap eksistensi Tuhan yang memerintah atas
alam.
Kitab suci Al-Qur'an mengecam keras kaum materialis,
dengan pertanyaan: "Apakah kamu
mengira tatanan dunia sia-sia?"
Al-Qur'an memberi jawaban: "Tidak Kami ciptakan langit dan bumi serta apa yang ada di
antaranya dengan sia-sia" (28:27).
Lebih lanjut, Allah tidak menggerakkan peristiwa-peristiwa
dunia tanpa sebab-sebab yang layak. Semuanya bersandar kokoh pada Sunnah Allah
(hukum Allah) di dunia: "Tak akan
kamu dapati perubahan dalam Sunnah Allah" (35:43).
Segala sesuatu dalam alam, manusia dan sejarah mempunyai
kwantitas yang tertentu dan kadar yang pasti. Bukti yang paling penting untuk
eksistensi Tuhan yang terdapat dalam Al-Qur'an, menunjukkan eksistensi tatanan
rasional dan intelegensia dalam alam.
Pada segi ini dapat kita lihat bagaimana Marx, seperti
pelajar abad pertengahan yang tegar atau seorang pemeras politik, mengambil
pandangan ajaran pemikiran lawan yang sangat tidak dikuasainya, paling kasar
dan menyimpang sebagai bulan-butanan untuk diserang dan dihina.
Satu-satunya analisis langsung yang dikeluarkan oleh
Marx yang berhubungan dengan asal agama adalah pernyataannya yang terkenal: "Manusia adalah pencipta agama, bukan
agama pencipta manusia ". Di sinipun ia hanya mengulang pemyataan
Ludwig Feuerbach ( 1804-1872); ia berusaha mendapatkan penghargaan dengan cara
mengganti kata "Tuhan" dengan kata "agama" dan
menjadikannya tak bermakna atau sekurang-kurangnya kabur artinya. (Apa
maksudnya: "Agama bukanlah pencipta manusia?" Pernahkah
seorangmengatakan: "Agama adalah pencipta manusia?")
Kemudian Marx mengatakan: "Agama memberikan sesuatu bentuk kesadaran diri untuk mereka yang
belum mencapai penguasaan diri, atau mereka yang telah kehilangan dirinya lagi.
Meskipun demikian, agama adalah realisasi suprarasional dari nasib manusia,
sebab nasib manusia tidak mempunyai eksistensi nyata. Konsekwensinya, memerangi
agama berarti memerangi suatu dunia yang di dalamnya adalah esensi spiritual.
Musibah agama mengungkapkan penderitaan sebenarnya, sekaligus memberikan suatu
protes terhadapnya. Agama adalah keluh-kesah dari wujud yang tiada berdaya,
hati dari dunia yang tak berhati, semangat dari makhluq yang tak bersemangat.
Ia (agama) adalah candu bagi masyarakat. Mengecam agama tak lain berarti
mengecam lautan air mata, yang di atasnya agama menjadi lingkaran sinar".
Di manakah, dalam semua ini, pemikiran yang lebih
menyerupai ke dalam filsafat daripada sekadar tehnik kesusasteraan? Apabila
perspektif yang pada dasarnya milik Feuerbach dikesampingkan; apakah yang
tinggal dari Marx kecuali gaya bahasa?
Apabila ia mengambil nada yang serius dan rasional, ia
semata-mata mengulang thema Feuerbach yang memerangi pengaruh pengasingan dari
agama dengan cara yang tak jelas: "Mengecam
agama dapat membebaskan manusia dari kesalahan, sehingga ia dapat berpikir,
bertindak dan menciptakan realitasnya sendiri sebagai seorang melihat melalui
kesalahannya sendiri, menguasai inteleknya sendiri ., sehingga dapat berputar
di sekeliling dirinya, yaitu di sekeliling mataharinya yang sebenamya".
Apakah ini bukan "humanisme atheis" yang
itu-itu juga, yaitu dasar dari pendapat Feuerbach? Agama adalah… suatu wujud
suprarasional dari nasib (takdir) manusia. Aga artinya ini?4
Memang, pengaruh Ludwig Feuerbach adalah merupakan hal
yang paling penting dan menentukan yang dipergunakan oleh Marx dalam mengeritik
agama. Kita yang hidup lebih dari satu abad setelah revolusi para pengikut
Hegel mendapati kepercayaan manusia semacam itu, yang menganggap telah
membebaskan manusia dari "tirani Tuhan", adalah sangat naif. Untuk
memahami hal tersebut, kita harus mencoba untuk merekonstruksi suasana
intelektual di Prusia setelah Perang Napoleon. Kaum intelektual tidak mampu
menyokong obskurantisme dari gerakan kontra revolusi sehingga mereka secara
melampaui batas memuja Revolusi Perancis sebagai suatu hal dan lambang
kemerdekaan dan pencerahan. Karena para tiran mengaku bahwa mereka mempunyai
"hak kudus", adalah perlu untuk memerangi paham tentang kekudusan
tersebut agar dapat membebaskan manusia dari tirani.
Lebih dari para pendahulunya, Feuerbach berusaha
merumuskan suatu filsafat yang benar-benar manusiawi (dalam anggapannya).
Menurut Feuerbach, manusia adalah satu-satunya obyek yang berharga bagi
filsafat. Oleh karena itu, dalam memahami segala sesuatu, termasuk agama, kita
harus bertitik tolak pada manusia. Agama tidak dapat mempunyai realitas di luar
kesadaran pribadi manusia, dan satu-satunya obyek dari agama adalah manusia
sendiri.
Feuerbach adalah orang pertama yang berbicara tentang
"pengasingan religius", suatu ungkapan yang telah menjadi sangat
terkenal karena propaganda Marxis. Ia berpendapat bahwa manusia bukanlah
semata-mata makhluq individual, melainkan pada saat yang sama juga makhluq
generik. Tegasnya, di dalam diri seseorang terdapat gambaran dari seluruh umat
manusia. Tetapi dalam hal ini manusia merupakan kemanusiaan hanya secara
virtual, karena dia mengasingkan sebagian besar dari dirinya atas nama suatu
Tuhan yang imaginer. Oleh karena itu agama merupaka keseluruhan hubungan antara
manusia dengan dirinya sendiri, dan dengan keberadaannya yang secara generik
adalah terasing. Sampai saat ini, manusia masih belum berhasil mengumpulkan keseluruhan
hubungan tersebut, tetapi dia mempunyai pengertian tentang semacam
hubungan-hubungan itu yang dia proyeksikan dalam suatu realitas khayali yang
disebut Tuhan. Menurut Feuerbach dan para pengikutnya, tugas filsafat mencakup
pengajaran kepada manusia untuk memperoleh kembali bagian terbesar dari diri
mereka yang telah diasingkan oleh agama. Manusia harus segera menyadari dirinya
sendiri.
Dalam "The
Essence of Christianity", Feuerbach menulis: "Tugas kita adalah
untuk membuktikan bahwa perbedaan antara hal yang manusiawi dan yang kudus
adalah bersifat khayali, bahwa perbedaan tersebut tak lebih hanyalah merupakan
perbedaan antara hakikat kemanusiaan, yakni sifat manusiawi, dan manusia itu
sendiri. Jadi, obyek dan doktrin agama Kristen tak lain dan tak bukan adalah
manusia". Bagi Feuerbach, seperti juga bagi Bauer, Tuhan orang Kristen
mewakili "bentuk yang paling tinggi dari gambaran fantasi yang oleh
manusia dijadikan dengan unsur-unsur keberadaannya sendiri. Tuhan adalah hasil
suatu proses abstraksi panjang, contoh yang paling sempurna dari bermacam-macam
dewa, yang dimiliki oleh berbagai suku bangsa dan peradaban".
Bagi sebagian di antara kita yang tidak lagi berpikir
berdasarkan kategori-kaiegori idealisme Hegel, hal yang paling mengherankan
adalah bahwa manusia dapat percaya dengan sungguh-sungguh bahwa dia diciptakan
oleh suatu Tuhan yang diciptakannya sendiri. Kalau betul teori Feuerbach ini
benar, hal itu pasti telah lama lenyap.
Feuerbach akhirnya menyimpulkan: "Bila kekudusan alam merupakan dasar dari semua agama; termasuk
agama Kristen, maka kekudusan manusia harus rnerupakan tujuan akhir… Titik
tolak yang penting dalam sejarah ialah bila manusia telah menjadi sadar, bahwa
satu-satunya Tuhan bagi manusia adalah dirinya sendiri: Homo Homini Deus!"
Seperti yang telah kita catat, Karl Marx adalah orang
yang sejak awal mulanya atheis. Dia jauh lebih condong kepada motif-motif
psikologis dan emosional. Tetapi pada zamannya, Marx memerlukan suatu
pengesahan yang rasional terhadap sikap emosionalnya. Dia menemukan pengesahan
rasional tersebut pada anthropolog Ludwig Feuerbach dan menganutnya dengan
sepenuh hati.5
Feuerbach dan Marx secara naif mencoba untuk menerangkan
dan sekaligus menghina agama dengan pisau rasio semata. Mereka menduga bahwa untuk
memahami dan mengerti tentang agama adalah sama dengan cara yang dipergunakan
urnuk memahami filsafat atau ilmu pengetahuan. Mereka tidak mengerti bahwa
agama bukanlah masalah partial; agama bukanlah masalah rasio semata; atau
masalah intuisi saja; dan bukan pula masalah hanya aktivitas manusia. Agama
adalah satu manifestasi dari totalitas manusia.
Dalam hubungan ini Iqbal telah memberikan jawaban yang
jelas tentang masalah agama ini; ia menyatakan antara lain: "Akan tetapi menyesuaikan agama dengan
akal bukanlah berarti menerima kelebihan filsafat atas agama. Tidak sak lagi
bahwa filsafat memang mempunyai hak untuk mempersoalkan agama, tetapi apa yang
akan dipertimbangkan nanti adalah sedemikian rupa sifatnya sehingga ia tidak
hendak menyerah kepada wewenang filsafat itu. Sambil duduk mempersoalkan agama;
filsafat tidaklah sanggup menyuguhkan kepada agama suatu tempat yang rendah di
antara bahan-bahan keterangannya."
Agama bukan soal sebagian-sebagian; ia bukanlah akal
semata-mata, tidak pula hanya perasaan saja, ataupun tindakan semata-mata; ia
adalah ekspresi dari seluruh kemanusiaan. Oleh karena itu dalam memberi
penilaian kepada agama, filsafat harus mengakui kedudukan sentral dari agama
dan tidaklah ada pilihan lain selain menerimanya sebagai pusat sesuatu dalam
proses sinthese pantulan pikiran. Pula tidak ada sesuatu alasanpun untuk
menyangka bahwa akal dan intuisi itu pada dasamya adalah berlawanan satu sama
lain. Mereka terbit dari tempat yang sama dan saling isi mengisi. Yang satu
berpegang pada kebenaran itu secara sepotong-sepotong, yang lain memegangnya
dalam kebulatan keseluruhannya. Yang satu menetapkan pandangannya pada
sementara dari kebenaran, yang lain pada aspek keabadian. Yang satu adalah
nikmat dinihari dari seluruh kebenaran; yang lain bermaksud menjaraki
keseluruhan dengan perlahan-lahan memerinci dan menutupi berbagai-bagai dari
keseluruhan itu guna peninjauan tersebut. Kedua-duanya mencari
penglihatan-penglihatan dari kebenaran yang itu-itu juga, yang menampakkan
dirinya pada mereka sesuai dengan fungsi mereka dalam kehidupan. Pada
hakekatnya, intuisi itu, sebagaimana kata Bergson secara tepat, adalah hanya
semacam akal yang lebih tinggi saja.6
Pandangan yang naif dan emosional terhadap agama,
mengakibatkan kaum komunis bersikap sangat benci dan garang terhadap agama.
Lenin mengangap Marx terlalu memberi hati kepada agama dengan berbicara bahwa
agama merupakan candu bagi masyarakat. Lenin melihat agama lebih mempunyai
sifat seperti vodka yang buruk. Pada tahun 1905 Lenin rnenulis: "Agama adalah semacam vodka spiritual
yang buruk, yang di dalamnya budak-budak kapitalisme membenamkan sifat manusia
dan rasa sakit hati mereka yang timbul dari suatu kehidupan yang sangat tidak
berharga". Bagi Stalin, yang pemah menjadi seorang siswa Seminari dari
Tiflis, unsur-unsur emosional pribadi dari agama memainkan peranan yang lebih
eksplisit dibanding bagi Lenin. Meskipun demikian, tak seorang pun dari
pemimpin Soviet dapat membayangkan adanya kemungkinan agama tetap hidup di
negara komunis tersebut.7
Sebab sikap bermusuhan terhadap agama sedemikian
garangnya, sehingga sejak tahun 1961, jadi lebih dari 100 tahun setelah
kelahiran Marx, teks program resmi negara Soviet dan Partai Komunis menegaskan:
"peperangan tanpa ampun dan terus
menerus melawan kepercayaan agama dengan tujuan membangun komunisme di
tengah-tengah Soviet".8
Selain dari itu, Marx telah menjadikan materialisme
sebagai landasan filsafatnya, terbukti dewasa ini sangat lemah. Karena
sebagaimana telah kita maklumi dalam teori fisika quantum, terbukti yang semula
dikira materi berasal dari "sesuatu yang tidak diketahui" (misteri).
Materi dan energi adalah manifestasi bolak-balik dari sesuatu yang tidak
diketahui, demikian menurut teori quantum. Jadi materi secara hakiki merupakan misteri
yang belum diketahui manusia. Dengan demikian, bagaimana mungkin materi yang
masih rnisteri itu bisa dijadikan landasan filsafat yang benar? Jadi
materialisme sebagai aliran filsafat yang dipergunakan oleh Marx dan kaum
komunis merupakan falsafat ilusi, falsafat khayali, yang secara filosofis tidak
bisa dipertanggung jawabkan.
Selanjutnya, dialektika adalah merupakan methoda yang
dipergunakan oleh Marx di dalam mendekati dan memahami gejala-gejala alam,
adalah berasal dari filsafatHegel (1770-1831). Dialektika mempunyai pengertian
bahwa alam semesta ini bukan tumpukan yang terdiri atas segala sesuatu yang
berdiri sendiri-sendin dan terpisah-pisah, tetapi merupakan satu keseluruhan
yang bulat dan berhubungan satu sama lain; bahwa alam ini bukanlah sesuatu yang
diam, tetapi keadaannya terus bergerak dan berkembang; bahwa dalam proses
perkembangan alam semesta ini terdapat perubahan dari kwantatif ke kwalitaif
dan sebaliknya; bahwa pekembangan ini disebabkan karena adanya pertentangan di
dalam benda itu sendiri (kontradiksi intern). Singkatnya dialektika bercirikan
4 asas yaitu: gerak, saling berhubungan, perubahan kualitatif ke kuantitatif
atau sebaliknya, dan kontradiksi intem.
Gerak diartikan sebagai perubahan pada umumnya. Gerak (motion) adalah satu tanda daripada
adanya benda. Setiap dari yang terkecil hingga yang terbesar, dari setitik atom
sampai sebuah matahari selalu bergerak, artinya selalu berubah, berkembang dan
lenyap. Kadang-kadang gerak membentuk satu keseimbangan, sehingga menjadi diam
(tidak bergerak). Demikianlah pada hakekatnya diam itu adalah satu macam
gerak.. Gerak adalah absolut, sedangkan diam adalah relatif. Perkembangan ini
berjalan dari yang rendah kepada yang lebih tingi, dari yang sederhana kepada
yang lebih kompleks. Walaupun kadang-kadang seperti kembali ke asal;
perkembangan ini sesungguhnya tidak berjalan dalam satu lingkaran, tetapi
berupa spiral yang terus maju dan menaik keatas.
Perubahan atau pekembangan ini disebabkan karena alam
semesta saling berhubungan satu dengan yang lain. Perubahan dalam satu bagian
akan menyebabkan pula perubahan dalam bagian lainnya; perkembangan dalam satu
benda akan mempengaruhi benda-benda lainnya.
Selain disebabkan adanya hubungari antara satu benda
dengan benda lainnya, perubahan atau perkembangan itu disebabkan karena adanya
kontradiksi intern yang selalu tejadi dalam segala hal. Dalam setiap hal selalu
terdapat these dan lawannya yakni anti these. Kontradiksi antara these dan anti these melahirkan synthese.
Synthese ini kemudian menjadi these baru dan anti these baru dan melahirkan synthese
baru pula; dan begitu seterusnya. Dalam setiap hal selalu terdapat "pertentangan antara yang lama dan yang
baru, antara yang mati dan yang lahir, antara yang sedang lenyap dan yang
sedang berkembang".
Perkembangan ini terjadi karena penggantian yang lama
oleh yang baru. Tak ada perkembangan yang timbul dengan sendirinya, kecuali
penggantian (negasi) dari bentuknya yang lama (terdahulu). Inilah yang disebut
"hukum negasi dari negasi" (the
law of negatif of negation).
Perubahan kuantitatif selalu berlangsung secara kontinyu
dan secara berangsur-angsur (evolusi), sedangkan perubahan kualitatif tidak
kontinyu, melainkan merupakan loncatan yang terjadi sewaktu-waktu saja. Titik
dimana terjadi perubahan dari sesuatu kualitas tertentu ke kualitas lainnya
disebut revolusi.9
Marurut Marx, dialektika adalah teori tentang persatuan
hal-hal yang bertentangan (theory of the
union opposite). Pertentangan yang dimaksudkan oleh Marx itu tidak pernah
dijelaskan. Dalam keyakinannya bahwa feodalisme merupakan tesia, kapitalisme
merupakan antitesa, kemudian menjelma menjadi sosialisme sebagai sintesa.
Teorinya tidak didasarkan kepada penyelidikan yang jauh, hanya teori yang
bersifat spekulatif; Marx hanya bersikap abritraire.10
Kemudian historis-materialis yang merupakan dasar
pembahasan penghidupan masyarakat oleh Marx, ternyata berasal dari teori evolusi
Darwin. Hal ini terlihat jelas dari surat yang dikirimkan oleh Marx kepada
Engels, setelah ia mempelajari buku yang ditulis Darwin, yang antara lain
berbunyi: "Aku menerima pandangari
ini sebagai dasar biologis untuk filsafat sejarahku".11
Padahal sebagaimana telah kita ketahui, bahwa teori
Darwin mempunyai kelemahan-kelemahan yang tidak dapat dipertanggung jawabkan,
sehingga para ahli evolusi alam berseminar selama empat hari di Chicago Amerika
Serikat pada bulan Oktober 1980; menolak teori evolusi Darwin tersebut. 12
Kemudian ekonomi dijadikan dasar di dalam menganalisa
dari kehidupan masyarakat oleh Marx, khususnya "Teori hak milik dan teori nilai barang", diambil dari
Proudhon dan Ricardo. Menurut Proudhon (1809-1865) dalam bukunya "Que 'est ceque la Propriete"
(Apakah hak milik itu?) pada tahun 1840, antara lain menulis: "harta yang tidak wajar yang diperoleh
seseorang disebutnya sebagai harta milik/barang curian". Sedangkan
Ricardo ( 1772-1823 ) yang menyatakan antara lain: "Dari manakah datangnya nilai itu? Nilai semua barang terletak
dalam jumlah tenaga yang diperlukan untuk membuatnya".
Kedua teori ini, kemudian dipergunakan oleh Marx sebagai
teori ekonominya. Marx berkata: "Jika
nilai barang itu terletak dalam tenaga yang dipergunakan untuk membuatnya,
mengapa nilai tersebut tidak semuanya diberikan kepada manusia yang membuatnya,
yakni kaum buruh". Karenanya, menurut Marx, nilai harga yang diambil
oleh para pemilik modal dalam suatu proses produksi, disebut sebagai "harta milik curian", yaitu
mencuri harta milik kaum buruh.
Sebagimana kita ketahui bahwa pada asal mula, para ahli
ekonomi memakai perkataan "real
value'' (nilai yang sesungguhnya) disamping perkataan "harga". Real value adalah nilai yang tidak ada
hubungannya dengan harga. Akan tetapi dewasa ini hampir semua ahli ekonomi
berpendapat bahwa nilai dan harga adalah sama.
Menurut ahli-ahli ekonomi, sesuatu barang akan mempunyai
nilai (value), jika barang itu
memenuhi dua syarat, pertama, barang
itu harus berfaedah (useful), yakni ada orang yang membutuhkannya. Kedua, barang itu telah memerlukan
tenaga untuk membuatnya. Sebaliknya suatu barang mungkin memerlukan tenaga
kerja bertahun-tahun untuk membuatnya, akan tetapi kalau tak ada orang yang
memerlukannya, maka barang tersebut tak mempunyai harga.
Demikianlah pentingnya hubungan antara faedah dan nilai;
namun Marx tidak memasukkan unsur faedah dalam memberikan definisi mengenai
"nilai". Ia hanya berkata bahwa "nilai
adalah hasil dari tenaga".
Selanjutnya, dalam teori ekonomi, untuk membuat sesuatu
barang yang ada nilainya diperlukan 4 unsur; yaitu: ladang (bahan mentah), tenaga,
modal (kapital) dan organisasi
(management). Masing-masing dari 4 unsur tersebut mendapat bagian dari hasil
ladang mendapatkan sewa; tenaga mendapatkan upah; modal mendapat keuntungan
(interest) dan managemant, termasuk di dalamnya unsur ketidak-tentuan (resiko)
mendapat laba (profit). Marx menolak pendapat tersebut dan mengatakan bahwa "hanya tenagalah yang berhak kepada
laba".
Menurut Marx, dalam tiap-tiap benda yang dibuat manusia
ada suatu hal yang dinamakan "nilai" dan ada pula yang dinamakan
"nilai kelebihan" (surplus
value). Yang dimaksud nilai adalah nilai jika barang itu ditukar persis
sama, tetapi nilai tersebut tak dapat disamakan dengan "harga".
Adapun nilai lebih (surplus value)
adalah nilai yang menetapkan keuntungan pada umumnya.
Apabila kita perhatikan teori ekonomi Marx, khususnya
teori tentang "nilai dan nilai kelebihan", dapat disimpulkan sebagai
berikut:
1. Sesungguhnya teori Marx tentangnilai dan nilai
kelebihan itu bukanlah teori ekonomi, akan tetapi suatu alat propaganda politik
untuk menunjukkan bahwa kaum kaya itu hidupnya hanya mengeksploitir tenaga kaum
miskin;
2. Teori Marx tersebut hanya berdasarkan kepada anggapan
bahwa tenaga manusia adalah satu-satunya sumber dari mana nilai itu muncul.
Anggapan semacam ini adalah salah, sebab Marx hanya memberikan perhatiannya
kepada satu faktor secara berlebihan, padahal masalahnya sangat kompleks,
khususnya faktor-faktor yang menentukan masalah nilai;
3. Yang digambarkan oleh Marx tentang kaum kapitalis
dari awal abad XVIII adalah orang-orang yang mempunyai kapital dan perusahaan
sendiri. Akan tetapi mulai pertengahan abad XVIII tersebut, modal itu tidak
dimiliki oleh pengusaha saja. Modal dikumpulkan dari bermacam-macam golongan
diantaranya dari golongan buruh sendiri, sedangkan management dilakukan oleh
orang-orang yang cakap tetapi mereka itu pada dasamya bekerja sebagai buruh.
13
Dari ungkapan latar belakang sejarah mengenai
Komunisme-Atheisme dapat disimpulkan bahwa Komunisme-Atheisme adalah himpunan
dari berbagai teori/konsepsi filsafat, yaitu:
1. Atheisme dan materialisme milik Feuerbach
2. Dialektika adalah milik Hegel
3. Evolusi Sejarah adalah milik Darwin
4. Teori harta milik adalah milik Proudhon
5. Teori nilai dan nilai lebih adalah milik Ricardo.
Sehubungan dengan ini Raymond Aron menyimpulkan bahwa
Marxisme tidak lain adalah himpunan yang dibuat secara cerdik dari segala
sesuatu yang telah dikatakan oleh non Marxist. 14
Jadi, apabila atheisme dan materialisme (Feuerbach),
dialektika (Hegel), evolusi (Darwin), harta milik (Proudhon), theori nilai
(Ricardo), dicopot dari Komunisme-Atheisme, tidak ada yang tinggal kecuali
kerangka-kerangka yang kosong.
Lalu teori-teori Komunisme-Atheisme tidak ditulis
sendirian oleh Marx, tetapi ditulis bersama-sama dengan Engels; dan buku
pertamanya berjudul "Manifesto
Komunis" terbit pada tahtu 1848. Kemudian menyusul buku "Das Kapital I", yang terbit
pada tahun 1867; sedangkan Das Kapital jilid II dan IIl diterbitkan oteh Engels
sesudah Marx meninggal.
Untuk merealisasikan idea-ideanya, Marx telah mendirikan
organisasi Komunis Internasional yang disingkat Intenational I pada tahun 1864
sampai 1876. Tetapi organisasi ini tidak bisa bertahan lama, karena perpecahan
diantara anggota-anggotanya, khususnya antara Marx dengan Mickail Bakunin dari
Rusia. Internasional II didirikan pada tahun 1889. Setelah 6 tahun Marx
meninggal. Internasional II ini didominir oleh tokoh-tokoh komunis Jerman,
seperti Eduard Bernstein yang dianggap sebagai tokoh revisionis. Pola yang akan
ditempuh oleh Internasional II secara evolusioner ternyata ditentang oleh
Lenin; sebab menurut Lenin cara evolusioner adalah menyalahi doktrin komunis,
cara satu-satunya adalah revolusioner, karena hal itu merupakan syarat mutlak
untuk menciptakan masyarakat komunis. Pada Perang Dunia II pertentangan di
dalam Internasional II ini tambah sengit, sehingga Internasional UU lumpuh.
15
Gambaran latar belakang sejarah Komunisme-Atheisme dan
memberikan kenyataan bahwa teori-teori komunisme-atheisme yang disusun oleh
Marx dan Engels, diambil dari bermacam teori orang lain yang sedikit sekali
dikuasainya, sehingga penyusunannya dalam satu kerangka komunisme-atheisme
menjadi sangat absurd. Oleh karena itu, berdasarkan kenyataan ini, maka kita
lebih cenderung untuk berkesimpulan bahwa komunisme-atheisme bukan lahir
karena pemikiran yang murni dari filsafat Marx dan Engels, tetapi karena ada
pesanan dari sekelompok, orang /organisasi, dan dalam hal ini adalah Freemasonry.
Absurditas dari filsafat komunisme-atheisme, akan kita
buktikan dalam pasal-pasal selanjutnya dari tulisan ini.
Pandangan
Hidupnya
Mengenai paham materialisme, Marx berpendapat bahwa alam
kebendaan adalah kenyataan pokok (fundamental-reality); walaupun alam
kebendaan itu dapat dijadikan bahan untuk dipikirkan, namun ini tidak diwujudkan
oleh pikiran. Pendapat Marx ini adalah reaksi terhadap filsafat idealisme yang
menyatakan bahwa apa yang ada itu sesungguhnya ialah pikiran; bahwa alam
kebendaan (materi) adalah ciptaan dari pikiran.
Bagi Marx, perasan (sensation)
yang memberi gambaran tentang alam kebendaan tidak memberi pengetahuan kepada
kita, akan tetapi hanya merupakan pendorong kepada terjadinya pengetahuan yang
sesungguhnya. Marx beranggapan bahwa hakikat itu adalah benda dan bukan
pikiran. Bendalah yang berwujud lebih dahulu, sesudah itu barulah muncul
pikiran.
Dengan demikian bahwa materi (benda) adalah primer,
asas, gerak, saling berhubungan, asasperubahan kuantitatif ke kualitatif dan
asas kontradiksi, yang berlaku juga di dalam masyarakat. Materialisme tidak
megakui bahwa manusia adalah makhluk moral.
Padahal moral yang berintikan nilai-nilai luhur bagi
kehidupan manuisa, yang telah dikenal dan dipergunakan oleh manusia sepanjang
sejarah, sejak kehadirannya di planet bumi ini. Nilai-nilai moral terdiri dari
ikatan yang ada antara manusia dalam setiap gejala, perilaku, perbuatan atau
dimana suatu motif yang lebih tinggi daripada motif manfaat timbul. Ikatan ini
mungkin dapat disebut ikatan suci, karena ia dihormati dan dipuja begitu rupa
sehingga orang merasa rela untuk membuktikan atau mengorbankan kehidupan mereka
demi ikatan ini. Tambahan pula, ada yang pantas direnungkan, yaitu bahwa di
sini tidak ada masalah pembenaran alamiah, rasional atau ilmiah; begitu pula
perasaan ini, sebagai manifestasi eksistensi yarig paling mulia dari makhluk
manusia, dalam semua agama dan kebudayaan sepanjang sejarah, diakui sebagai
sumber terbesar, Keagungan tertinggi emosi yang paling berharga dan kejadian
yang paling ajaib.
Dari mulai orang-orang yang telah mengabaikan, kehidupan
materialnya demi seni, demi kesusasteraan dan ilmu, sampai para syuhada,
pencari kebenaran dan pahlawan besar setiap bangsa; dari seorang yang dalam
perkawinan memilih cinta daripada kehidupan yang layak; sampai kepada seseorang
yang demi keyakinan agama atau kemanusiaan membutakan matanya dari masalah
cinta pribadi, atau bahkan dari dirinya sendiri; mereka semua adalah pencinta
nilai manusiawi dalam kehidupan manusia. Nilai dan manfaat adalah dua istilah
yang belawanan, dan yang menjadikan manusia makhluk immateriat, bebas dari dan
juga berada di atas semua makhluk lain adalah hasil dari pandangan yang tinggi
terhadap nilai.
Nilai-nilai tidak mempunyai wujud dalam alam, tidak
mempuriyai identitas eksternal dan material. Oleh karena itu, realisme
{materialisme dan naturalisme) tidak dapat mengakui eksistensi nilai, karena
tanpa kemanusiaan tidak akan ada nilai-nilai. Kita sampai pada kesimpulan yang
tidak dapat dihindarkan, bahwa nilai-nilai berasal dari manusia, dan karenanya
juga dari orde ideal atau subyektif. Karena alasan itu orang-orang materialis
pasti menyangkal nilai-nilai. Tetapi bagaimana mungkin orang dapat menyangkal
manifestasi-eksistensial yang paling luhur dari makhluk manusia ini? Melakukan
hal itu tentu merupakan tugas yang sulit, memalukan dan mematikan. Tetapi ke
mana lagi kaum materialis harus merujuk? Kecuali kalau rnereka terpaksa
mengakui manusia lebih utama dari realitas materi. Pernyataan-pernyataan ini
tentu saja menyangkal materialisme.
Tetapi para filosof materialis yang semata-mata bersandar
pada gagasan filosofis dan ilmiah (?) dari sosiologi, psikologi, anthropologi tidak
ragu-ragu untuk menyangkal eksistensi nilai, melemparkannya sebagai takhayul,
anggapan-anggapan bohong, kebiasaan warisan, atau adat-istiadat sosial akibat
dari bentuk-bentuk material, atau sebagai keadaan emosional yang berasal dari
fisiologi, hewan yang berbicara! Dengan analisis sok ilmiah yang tanpa perasaan
dan tanpa belas kasihan, kaum materialis merusak kesucian esensial, kebajikan
nilai-nilai, dan membedahnya seperti orang yang memotong-motong suatu sistem
yang hidup dan indah, hingga menjadi zat mati dan komponen-komponen material
yang rendah.
Jadi, apabila mereka dihadapkan dengan seseorang yang
melupakan dirinya demi mencari penemuan ilmiah, atau seseorang yang
membaktikan dirinya untuk negara, atau seseorang yang memilih cita-citanya di
atas kepentingan pribadi, atau seseorang yang memberikan nilai yang lebih
tinggi pada keindahan dan kebaikan ketimbang keuntungan dan kesenangan pribadi,
maka kaum materialis menjelaskan perasaannya persis seperti mereka menjelaskan
partisipasi dalam upacara khitanan.
Di sinilah Marxisme --yang menjadikan materialisme
sebagai dasar fitsafatnya-- jatuh pada suatu kedudukan yang sangat lemah bagi
sebuah ideologi. Pertama-tama, Marx bukanlah semata-mata seorang materialis
filosofis yang senang berbicara seperti Sartre: "apapun yang kamu pilih dari kemerdekaan, kebebasan memilih dan
niat baik, semuanya merupakan suatu nilai dan kebaikan" (walaupun
mungkin berupa pengabdian pada syaitan dan rasa emosional yang rendah). Marx
seorang ideologis sosial yang menjadi pemimpin politik kaum proletar pada
zamannya, dan pendiri partai pada tahap aksi, dan dengan demikian ia hanya
penyebar program tertentu. Berbeda dengan Sartre, Marx berkata: "Kamu bertanggung jawab atas pilihanmu,
dan dalam menghadapi tanggung jawab ini kamu harus berjuang dan berkorban untuk
mewujudkan cita-cita yang istimewa ini. Yakni, kamu harus mangerahkan semua
motif material, kebutuhan ekonomi, keinginan duniawi, bahkan kehidupanmu demi
perjuangan ini".
Ungkapan di atas ini tak sak lagi, bahwa Marx berbicara
tentang serangkaian nilai-nilai yang berlawanan dengan kepentingan diri dan
mengatasi eksistensi material manusia. Jadi apabila ia berbicara mengenai
kapitalis dan psikologis borjuis yang mengukur eksisterisi manusra dengan uang,
menycret manusia ke dalam kebejatan moral dan membangun masyarakat korup, maka
ia mendasarkan pikirannya pada nilai-nilai moral.
Tetapi; apabila ia mempertontonkan kemegahan bangunan
pemikirannya dan membicarakan materialisme dialektis; ia berjuang mati-matian
untuk membuktikan bahwa dirinya setia pada materialisme, dan hanya membenarkan
semua yang cocok dengan argumentasi biologis dan materialis dari pengetahuan
alamiah Dan ia mengikuti kaum materialis lainnya, termasuk kaum realis yang
paling tegar dalam merendahkan nilai kemanusiaan menjadi sesuatu yang tanpa
dasar. Dari pikiran dan pendirian yang labil ini, menunjukkan bahwa Marx adalah
tidak konsisten dengan landasan filsafatnya sendiri.
Marx berulang kali menunjukkan dengan bangga secuil
tipuan ilmiah, yang dilakukannya untuk memelihara kemuliaan manusia, yaitu: "dialektika tidak memandang manusia
seperti apa yang dilakukan oleh bentuk lain naturalisme dan materialisme
--yaitu sebagai wujud material yang tetap, dalam alam yang mekanis-- tetapi
menggambarkannya sebagai makhluk yang sedang berevolusi, bergerak ke muka
dengan dialektika historis." Dengan tipuan ini Marx memindahkan
kemanusiaan dari bidang alam ke bidang sejarah.
Tetapi manusia tidak mendapat kemuliaan dengan
pengangkatan ini. Karena sejarah menurut Marx adalah: "Kelanjutan dari gerakan alam material". Manusia dalam
konteks sejarah akhimya kembali kepada alam mekanis dari kaum materialis, untuk
dipandang sebagai wujud material. Jadi semua nilai yang Marx berikan kepadanya
dalam konteks masyarakat ditarik kembali. Dengan bantuan materialisme dialektis
(mengingatkan kepada pemyataan Chandel): "Marx
si filosof; menghancurkan semua nilai hakikat manusia di bawah roda-roda tank
materialisme - dialektis". Tetapi Marx, si politikus dan si pemimpin,
dengan pujiannya yang paling bersemangat dan paling bergairah terhadap
nilai-nilai ini menggerakkan rakyat untuk mencapai kekuasaan dan kemenangan.
16
Historical-materialisme artinya materialisme dalam
memahami sejarah bertumpu pada dua pikiran, yaitu, sebab-sebab ekonomi adalah
sangat penting (economic causes are fundamental), dan sebab-sebab tersebut
menjalankan peranannya menurut prinsip-prinsip dialektis. Dalam teori ini Marx
menganalisa masyarakat melalui penafsiran ekonomi tentang sejarah: produk
barang-barang dan jasa-jasa ini adalah dasar (infrastruktur) dari gejala proses
dan lembaga-lembaga sosial. Marx tidak mendakwakan bahwa faktor ekonomis adalah
satu-satunya faktor dalam pembentukan sejarah; tetapi ia berpendapat bahwa
faktor ini adalah yang terpenting, sebagai dasar, sebagai infrastruktur untuk
membangun suprastruktur: kebudayaan, perundang-undangan, pemerintahan,
ideologi politik, sosial, agama, kesusasteraan dan artistik.
Sacara umum, Marx melukiskan hubungan antara
kondisi-kondisi material kehidupan manusia dan idea-idea sebagai berikut: "Bukanlah kesadaran manusia yang
menentukan adanya mereka, akan tetapi sebaliknya, adanya mereka dalam
penghidupan sosial-lah yang menentukan kesadaran mereka".
Dalam satu masyarakat yang berpindah-pindah (nomadis)
misalnya, kuda mungkin dianggap sebagai alat yang utama untuk mendapatkan dan
mengumpulkan harta. Dari sudut pandangan Marx "sendi" dari
penghidupan yang nomadis ini merupakan kunci bagi "supra struktur".
Undang-undang, pemerintahan dan idea-idea yang berpengaruh dalam masyarakat
itu. Demikianlah, menurut Marx, mereka yang terbanyak mempunyai kuda dalam
masyarakat nomadis semacam itu juga akan menjadi pemimpin-pemimpin politik yang
membuat dan menafsirkan undang-undang; mungkin mereka juga akan mendapatkan
penghormatan yang tertingi dan menjadi orang yang paling disegani bagi
anggota-anggota suku yang tidak mempunyai kuda. Dalam lingkungari alam semacam
itu buah pikiran, konsep-konsep sosial dan kultural yang paling berpengaruh
akan mencerminkan kedudukan ekonomi yang berpengaruh dari mereka yang mempunyai
kuda banyak. Juga di lapangan keagamaan pengaruh mereka tidak akan ketinggalan.
Tuhan, misalnya mungkin digambarkan sebagai seorang pengendara kuda yang tegap
dan kuat; dan mengenai keadilan dan kekuasaan, Tuhan akan dibayangkan sebagai
kelanjutan dalam ukuran besar dari keadilan manusia yang ditetapkan oleh
pemilih pemimpin pemilik kuda itu.
Dalam satu masyarakat tani yang telah jadi, pemilik
tanah akan menjadi kunci bagi pembentukan lembaga-lembaga dan konsep-konsep
politik, sosial, hukum dan kebudayaan: Dalam masyarakat semacam itu, kelas yang
memiliki tanah adalah pemerintah yang sebenarnya dari negara dan masyarakat,
tak peduli apakah ada kekuasaan formal yang berlainan tujuan. Demikian pula,
kelas pemilik tanah akan menentukan ukuran-ukuran dan nilai-nilai sosial yang
datang dan berlaku.
Akhirnya dalam masyarakat industri modern dari dua abad
belakang ini, pemilikan alat-alat produksi industri merupakan kunci utama.
Kaum kapitalis tidak saja menentukan nasib ekonomi masyarakat, tapi juga
menguasainya secara politis (tidak peduli kenyataan-kenyataan sebaliknya yang
formal dan sah), dan menetapkan ukuran-ukuran dan nilai-nilai sosial dalam
masyarakat itu. Tujuan terakhir dari undang-undang, pendidikan, pers, dari
hasil-hasil karya artistik dan sastera adalah untuk mempertahankan satu
idealogi yang dijiwai oleh kekebalan dan kebenaran bangunan-bangunan hak milik
kapitalis
Teori interpretasi ekonomis terhadap sejarah oleh Marx
mempunyai kekurangan-kekurangan yang sama dengan teori-teori lainnya, yakni
dalam bentuk anggapan seakan-akan telah memberikan "kunci utama" bagi
penafsiran sejarah: satu pemukul-rataan dan pemudahan persoalan yang
berlebih-lebihan. Apabila diperlukan hanya satu faktor (apakah faktor itu
berupa pahlawan, peperangan, agama, suasana, suku bangsa, ekonomi dan lain-lain
seterusnya dalam sejarah ) untuk tugas penerangan dan penggambaran, yang
seharusnya lebih tepat dilakukan beberapa faktor, maka tugasnya akan terlalu
berat. Tidak pemah ada satu faktor yang sendirinya lebih berpengaruh di
sepanjang sejarah, dan faktor manakah yang paling penting dalam suatu keadaan
tertentu adalah satu soal yang harus diselidiki dari pengalaman.
Satu jalinan banyak faktor yang sukar diuraikan, senantiasa
terdapat dari bukanlah satu pekerjaan yang mudah untuk menerangkannya dalam
bentuk satu peristiwa kongkrit atau satu rentetan kejadian. Adalah cukup sukar
untuk menerangkan secara pasti alasan-alasan apakah yang menyebabkan diambilnya
tindakan oleh seseorang, oleh karena tindakan seseorang itu sering saling
bertentangan, suatu hal yang menurut pikiran yang wajar tidak semestinya.
Adalah lebih sukar lagi untuk menyisihkan bagian-bagian yang menentukan dari
suatu tindakan yang berdiri sendiri yang dilakukan oleh suatu golongan kecil;
dan sesungguhnya adalah tidak mungkin untuk memukul-ratakan saja segala
tindakan kolektif secara besar-besaran dari proses-proses di sepanjang
sejarah.
Untuk memberikan sebuah gambaran yang praktis:
Penafsiran Marxis tentang imperialisme ialah sebab yang utama adalah kepentingan-kepentingan
dan pertentangan-pertentangan ekonomi, dan peperangan dalam zaman kapitalisme
adalah puncak dari pertentangan-pertentangan imperialisme. Tidak disangkal
lagi bahwa imperialisme; kuno maupun modem, telah terwujud dalam sejarah yang
asal-usulnya dapat diteliti; yakni berasal dari faktor-faktor ekonomi; beberapa
contah dari ekspansi imperialisme klasik dari negara-negara kapitalis maju
seperti Belanda, lnggris dan Perancis dalam abad XVIII dan permulaan abad XIX
dapat diselidiki asal-usulnya, yakni terutama kekuatan-kekuatan ekonomi.
Selanjutnya juga mungkin untuk menemukan perang-perang kecil, baik di zaman
dahulu maupun di waktu akhir-akhir ini, yang terutama beralaskan kepentingan-kepentingan
dan persengketaan- persengketaan ekonomi.
Sungguhpun demikian, interpretasi ekonomis tidaklah
mengenai inti persoalan, sepanjang yang berkenaan dengan pertikaian-pertikaian
besar dan menetukan dalam sejarah. Orang-orang Yunani/Romawi yang memerangi
Persia hampir 2500 tahun yang lalu berbuat demikian, bukanlah terutama untuk
melindungi modal-modal yang ditanam dan kepentingan-kepentingan perdagangan di
Asia Kecil, akan tetapi oleh karena mereka tahu bahwa kemenangan Persia akan
berarti berakhimya peradaban Yunani/Romawi.
Kemenangan Persia tidak disangkal lagi akan
mengakibatkan kerugian-kerugian di
lapangan ekonomi dan keuangan bagi Yunani, akan tetapi kemungkinan akibatnya
yang utama adalah kehancuran cara hidup Yunani, dengan segala ketekunannya
dalam usaha mencari kebenaran, dan penghargaannya terhadap nilai-nilai
kemanusiaan. Oleh karena seluruh bangunan peradaban Barat tidak dapat dibayangkan
dengan tidak mengingat sumber Yunaninya; kemenangan Persia atas Yunani akan
berarti "Asianisasi" Eropa secara spiritual dan intelektual.
Demikian juga untuk mengambil contoh yang paling dekat,
inti persoalan dalam Perang Dunia I dan II bukanlah perlindungan terhadap
investasi-investasi Inggeris di Afrika atau pinjaman Amerika Seerikat pada
lnggeris dan Prancis, akan tetapi soal yang lebih pokok ialah apakah
kemerdekaan agama; intelektual, politik dan rasial, akan hidup terus, ataukah
militerisme totaliter akan menguasai dunia. Sekali lagi, tidak diragukan bahwa
kemenangan Jerman dalam Perang Dunia I dan II akan mengakibatkan
kerugian-kerugian yang mendalam di lapangan ekonomi bagi yang kalah; tetapi
akibat ekonomi ini akan kecil artinya jika dibandingkan dengan akibat-akibat
pengembalian cara hidup yang didasarkan atas penolakan total terhadap tradisi
Barat.
Yang luput dari interpretasi Marxis-Komunis dalam
menganalisa pertikaian-pertikaian besar semacam itu adalah, pertama, unsur kekuasaan (yang kadang-kadang
lebih banyak menjadi sebab daripada merupakan akibat dari keuntungan ekonomi); kedua, bentrokan diantara sistem-sistem
nilai yang sering lebih penting bagi manusia daripada kepentingan-kepentingaan
ekonomi, tak perduli apakah nilai-nilai yang bersangkutan semata-mata bersifat
politik, agama, intelektual, atau dalam arti yang lebih luas, pernyataan
simbolik dari sesuatu keseluruhan cara hidup. Sebenarnya dimana
pertentangan-pertentangan kepentingan bersifat ekonomi, kompromi biasanya agak
lebih mudah dicapai; akan tetapi, dimana nilai-nilai yang lebih mendalam
dipertaruhkan, seperti kemerdekaan perseorangan, kemerdekaan beragama, atau
kemerdekaan nasional, maka kompromi akan menjadi lebih sulit. 17
Marxisme-Komunisme menggambarkan sejarah sebagai satu-satunya
arus material-determinatif yang dalam perjalanannya, membangun sesuatu yang
disebut manusia dari elemen material, sesuai dengan hukum proses sejarah yang
tak dapat diubah. Jadi pada akhirnya historisme menurut Marx dan Komunis
mengarah kepada determinisme-materialistis, dimana di dalamnya manusia menjadi
elemen yang pasif.
Dalam konteks ini Marxisme-Komunisme adalah suatu
keadaan yang membingungkan. Marx dalam salah satu fasenya adalah seorang
materialis, jadi menganggap makhluk manusia hanya sebagai suatu elemen dalam
batas-batas dunia material. Dalam fase lain, ia adalah pendukung
ekstrim.sosiologisme. Jadi ia memberikan kebebasan pada masyarakat dalam
menghadapi kecenderungan naturalistik dan humanistik, dan kemudian dengan
sewenang-wenang menggolong-golongkan unsur-unsurnya ke dalam infrastruktur
atau suprastruktur - yang pertama menunjukkan cara produksi material; dan yang
kedua menunjukkan kebudayaan, moral, filsafat, kesusastraan, seni, ideologi dan
seterusnya. Dalam hal ini manusia tak lebih daripada bagian-bagian ini.
Ringkasnya, kemanusiaan ternyata hanya produk dari cara produksi material.
Karena Marx merinci cara produksi sebagai terdiri atas alat-alat produksi,
maka akhimya keunggulan manusia dalam Marxisme-Komunisme berasal dari
keunggulan alat-alat. Jadi di sini ia berbicara mengenai paham peralatan (untensilisme), humanisme.
Dengan menggabungkan dialektika dengan materialisme,
Marx bukan saja menyembunyikan mahkota kemuliaan manusia, tetapi juga membangun
determinisme materialisme di atas kekuatan determiriisme historis dalam
manusia. Hal ini benar-benar mengakibatkan perbelengguan keinginan manusiawi
sebagai sumber keunggulan manusia di dunia ini, dan akhirnya menceburkan
kemanusiaan ke dalam lubang yang sama dari fatalisme - yang digali oleh
pendukung ajaran religius - takhayul atau filosof filosof dan teolog-teolog
yang bekerjasama dengan kekuasaan politis. 18
Dari uraian singkat di atas, tampak degan jelas bahwa
teori Historical-Materialisme tidak
ditopang oleh data dan fakta yang akurat, dan di samping itu adanya kerancuan
dalam jalan pikiran Marx untuk mangambil kesimpulan umum. Historical-Materialisme lebih bersifat dogmatis ketimbang ilmiah.
Selanjutnya, teori dialektika Marx dalam sejarah
dirumuskannya sebagai berikut: feodalisme sebagai tesa; kapitalisme sebagai
antitesa, dan komunisme sebagai sintesa. Teori ini, katanya, akan terus berlaku
di setiap permukaan bumi ini! Tetapi satu fakta yang tidak bisa dibantah bahwa
Rusia sebagai satu bentuk dan contoh negara komunis pertama di dunia, menjelma
langsung dari fase feodalisme menjadi komunisme tanpa melalui fase kapitalisme;
dari tesa langsung kepada sintesa tanpa melalui antitesa. lni adalah bukti
bahwa Rusia sebagai negara yang menerima sepenuhnya doktrin Karl Marx, secara
langsung mendustakan teori Marx mengenai dialektika. 19
Begitu pula negara Cina Komunis dan Vietnam, serta
bahkan negara-negara Eropa Timur yang menjadi negara-negara komunis seperti
Hongaria, Polandia, Cekoslovakia, juga tidak menurut dialektika Marx:
feodalisme - kapitalisme - komunisme, tetapi karena ekspansi militer Rusia.
Dalam Manifesto Komunis, Marx menerangkan apa sebabnya
revolusi merupakan satu-satunya cara bagi perubahan bentuk yang pokok di bidang
sosial. Apabila "knowhow"
di lapangan teknologi (tenaga-tenaga produksi infrastruktur) mulai mengatasi
lembagalembaga sosial; hukum dan politik yang ada (hubungan-hubungan
produksi/suprastruktur), para pemilik alat-alat produksi tidak melapangkan
jalan secara hormat untuk membiarkan sejarah mengikuti arah yang mau tidak mau
ditempuhnya.
Oleh karena itu ideologi kelas yang berkuasa
mencerminkan sistem ekonomi yang berlaku, para pemilik alat-alat produksi
percaya sungguh bahwa sistem yang berlaku secara ekonomis adalah yang paling
efisien, secara sosial yang paling adil, dan secara filosofis yang paling
selaras dengan undang-undang alam dan dengan kemauan Tuhan yang manapun yang
mereka puja.
Marx mengatakan dengan tandas bahwa tuan tanah feodal
atau kapitalis industri perseorangan; menghalangi perubahan sosial karena
ketamakan diri sendiri; perlawanan kelas yang berkuasa terhadap perubahan
adalah sedemikian gigih, sehingga akhirnya membuat revolusi suatu hal yang
tidak dapat dielakkan; tegasnya karena ia menyemaikan nilai-nilainya sendiri
dengan nilai-nilai universal yang berlaku. Oleh karena itu kelas yang berkuasa
akan menggerakkan segala alat suprastruktur: hukum, politik dan ideologi untuk
memblokir pertumbuhan-pertumbuhan kekuatan yang mewakili sistem ekonomi yang
potensial, yang lebih progresif. Disebabkan hal ini, Marx mengatakan di bagian
permulaan Manifesto Komunis bahwa "sejarah
seluruh masyarakat yang ada hingga sekarang ini adalah sejarah dari perjuangan
kelas".
Marx tidak berhasil mendapatkan contoh dalam sejarah
dimana suatu sistem sosial dan ekonomi berpengaruh, secara sukarela menyerah
kalah terhadap penggantinya. Berdasarkan anggapan bahwa masa depan itu akan
menyerupai masa silam orang-orang komunis, seperti ditulis oleh Manifesto
Komunis, "dengan terus terang menyatakan bahwa tujuan mereka hanya dapat
tercapai dengan merombak segala kondisi-kondisi sosial yang ada dengan jalan
kekerasan". Ini adalah salah satu dari prinsip-prinsip yang menentukan
dari Marxisme-Leninisme, dan satu prinsip yang paling jelas dan tegas membedakannya
dari demokrasi.
Marx pada satu saat tidak mempunyai pandangan yang
konsisten bagaimana perubahan politik dari kapitalisme ke komunisme akan
berlangsung. Sungguhpun dalam Manifesto Komunis, seperti juga melalui banyak
pernyataannya tentang soal tersebut, ia percaya akan perlunya revolusi, tetapi
terkadang ia tidak konsisten bahkan ragu. Berbicara di tahun 1872 pada suatu
rapat umum di Amsterdam sehabis Kongres Internasional I; Marx mengakui bahwa
kelas pekerja dapat menempuh berbagai jalan dalam mencapai kekuasaan: "Kita tahu bahwa kita harus
mempertimbangkan bahwa lembaga-lembaga adat dan kebiasaan dari berbagai
daerah, dan kita tidak menyangkal bahwa ada negara-negara seperti Amerika,
Inggeris dan --andaikata saya mengenal lembaga-lembaga saudara lebih baik, saya
mungkin akan menambahkan negeri Belanda-- di mana kaum pekerja dapat mencapai
tujuan mereka dengan jalan damai. Akan tetapi tidaklah demikian halnya dengan
semua negara lainnya". Marx tidak pemah mempelajari secara penuh
implikasi pembedaan ini, dan pendapat yang kuno dari Marxisme-Komunisme adalah
tetap bahwa perubahan dasar di bidang sosial dan ekonomi tidaklah mungkin
kecuali dengan peperangan kelas, kekerasan dan revolusi.
Dalam permulaan tahun 1830 terjadilah dua revolusi besar
yang bagi Marx gagal untuk menilai dengan sewajarnya. Di tahun 1832,
dikeluarkan Reform Act di lnggeris,
yang berarti bahwa pemerintahan bangsa tersebut mulai saat itu akan dipegang
bersama-sama oleh kaum aristokrat dan golongari kelas menengah, dengan berat timbangan
cara bertahap bergeser ke arah yang menguntungkari bagi golongan terakhir. Pada
waktu yang hampir bersamaan; revolusi kaum pengikut Jackson di Amerika Serikat
menimbulkan pergeseran secara damai pula dalam kekuasaan kelas; dengan jalan
membawa orang-orang dari daerah luar kota masuk ke dalam gelanggang potitik
Amerika dan dengan berhasil menantang keunggulan tuan-tuan dari Virginia dan
New England yang mempermalukan pemerintah Amerika Serikat sebagai anugerah
Tuhan.
Perubahan-perubahan di Inggeris dan Arnerika Serikat
adalah lebih dan pada hanya merupakan kemenangan-kemenangan politik: mereka
adalah permulaan dari pergeseran yang tetap dalam pembagian kekuatan posisi dan
ekonomi pada kedua bangsa tersebut; semacam perubahan yang ada dalam benak pikiran
Marx. Ketika revolusi menyapu bersih seluruh Eropa di tahun 1848, Inggeris
tidak terkena, karena tujuan revolusi tahun 1884 --yang memenangkan bagi
golongan kelas menengah bagian yang wajar di bidang kekuasaan sosial dan
politik-- telah dicapai secara damai oleh golongan kelas menengah di Inggeris
di tahun 1832.
Andaikata Marx mengakui secara wajar pentingnya faktor
politik, andaikata ia dapat menangkap sepenuhnya kepentingan peranan Reform Act di Inggeris dan revolusi
damai Jackson di Amerika Serikat; ia akan menginsafi bahwa sosialisme di
negara-negara yang mempunyai tradisi-tradisi yang demokratis, yang cukup kuat
menampung
perubahan-perubahan sosial dan ekonomis yang berakibat
jauh, dengan tidak usah menempuh jalan perang saudara. Akan tetapi pengakuan
terhadap faktor-faktor kultural dan politik dalam memperseimbangkan perubahan
sosial yang sesungguhnya akan berarti melepaskan pusat tempat berpijak Marx:
bahwa sejarah adalah sejarah peperangan kelas, dan bahwa kelas-kelas yang
berkuasa selalu mempertahankan kedudukan mereka sampai detik yang penghabisan,
yang pahit sekalipun.
Apabila kadang-kadang Marx mengakui bahwa di
negara-negara seperti Inggeris, Amerika Serikat dan negeri Belanda, revolusi
kekerasan tidak akan diperlukan untuk merubah kapitalisme menjadi masyarakat
proletar yang tidak berkelas (komunis), teranglah bahwa persamaan yang ada pada
ketiga negara tersebut adalah dalam demokrasi politik, yang didukung oleh adat
kebiasaan dan lembaga-lembaga yang demokratis dalam segala macam hubungan
manusia, baik yang bersifat politik atau tidak.
Apakah lingkungan pengecualian oleh Marx harus diperluas
atau tidak, dengan demikian akan bergantung pada soal apakah demokrasi telah
tersebar di seluruh dunia sejak meninggalnya Marx. Biar bagaimanapun, konsesi
yang diberikan oleh Marx bahwa sejumlah kecil negara-negara yang politis maju,
mungkin revolusi tidak diperlukan, selain merupakan sakit kepala bagi orang
orang komunis. Lenin memperbincangkan soal ini dalam tulisannya "State and Revolution" (1918);
risalah politiknya paling terkenal dan berpengaruh, sambil mendakwakan bahwa
menjelang tahun 1917 "pengecualian
yang diberikan oleh Marx tidak berlaku lagi" karena Inggeris dan
Amerika Serikat telah mengembangkan lembaga-lembaga yang birokratis, yang di
bawahnya takluk segala sesuatu dan menginjak-injak segala-galanya di bawah
"telapak kaki".
Di antara tahun 1872 dan 1917, baik lnggeris maupun
Amerika Serikat memperluas hak pilih dan bergerak secara teratur ke arah lebih
banyak perubahan politik dan sosial. Hanya setahun meninggalnya Marx, seorang
pemimpin liberalis lnggeris, Sir William Harcoutt, menerangkan dalam tahun
1884: "Kita semua sekarang adalah
kaum sosialis"; yang menunjukkan diterimanya perubahan pokok di
lapangan sosial dan ekonomi oleh semua partai.
Oleh karena catatan sejarah yang sebenamya dari tahun
1872 -1917 kelihatannya bertentangan dengan "dogma" Lenin, maka dianggap
perlu untuk menulis kembali sejarah dengan tidak mengakui sama sekali bahwa
Inggeris dan Amerika Serikat telah bergerak ke arah demokrasi politik dan
sosial yang lebih luas sejak tahun 1872, Lenin bersikap keras dan menuduh bahwa
kedua negara tersebut telah besifat lebih menindas, otoriter dan plutokratis.
Terhadap keterangan William Harcoutt, "kita
semua sekarang adalah kaum sosialis", Lenin memberi jawaban: "kamu semua adalah budak-budak Wall
Street yang haus darah dan militeristis".20
Sikap kaum komunis yang bersikeras mempertahankan
revolusi sebagai satu-satunya jalan untuk mengadakan perubahan pokok di bidang
sosial melanggar doktrin Marxis dalam satu hal pokok yang lain. Menurut Marx,
keadaan dari kehidupan manusia menentukan kesadarannya, oleh karenanya
perubahan sosial bukanlah merupakan hasil dari kemauan dan pilihan bebas
manusia semata-mata.
Di mana keadaan masyarakat mengizinkan adanya peralihan
secara damai dan hak milik perseorangan; jadi pemilikan umum atas alat-alat
produksi; penggunaan kekerasan dan subversi, menurut pengertian Marx bisa
ditolerir, dogma kaum komunis mengenai kesadaran, hanya dalam masyarakat dimana
keadaan penghidupan sosial dan politik telah menciptakan kesangsian yang umum
terhadap kemungkinan perubahan secara damai; ia tidak cocok bagi bangsa-bangsa
yang kesadaran demokrasinya bukanlah merupakan hasil dari undang-undang dasar
di atas kertas, tetapi tumbuh dari keadaan kehidupan mereka sendiri; sikap ini
berarti menerima pandangan Marx yang pragmatis dan oportunistis. Kaum komunis
yang bersikeras mengenai revolusi dan kediktatoran universal sebagai
satu-satunya jalan untuk mengadakan perubahan; mereka pada hakekatnya
memproklamasikan doktrin yang bukan Marxis lagi, yakni bahwa tidak peduli
bagaimana keadaan historis, kultural, sosial, ekonomi dan politik, kesadaran
yang merata --kredo kaum komunis-- dapat dipaksakan di mana saja, hanya dengan
kekerasan. 21
Biasanya, teori yang betul menjadi petunjuk bagi politik
yang efektip, dan teori yang salah dapat hukuman kegagalan dalam praktek. Dan
bukti-bukti dari teori komunis yang salah ini akan kita tampilkan lebih lanjut.
Uraian di atas memperluas wawasan kita bahwa doktrin
Marxisme-Komunisme, yang paling sering didengung-dengungkan sebagai hebat dan
ilmiah, ternyata setelah dianalisa dan disesuaikan dengan data dan fakta
ilmiah, ternyata sangat rapuh dan labil, bahkan lebih bersifat dogmatis
dibanding dengan doktrin-doktrin agama manapun di dunia ini. Demikian
dogmatisnya sehingga segala data dan fakta serta koreksi ilmiah yang dapat
menggugurkan doktrin Marxisme-komunisme, dianggap oleh mereka sebagai kaum
reaksioner dan kepala batu.
Selanjutnya, kita akan membuktikan pula adanya
kontradiksi-kontradiksi dalam Marxisme-Komunisme, yang sekaligus paling
menonjol dan paling mencolok, tetapi paling sedikit diperhatikan orang, yaitu
suatu kontradiksi yang merupakan faktor utama penyebab kegagalan dalam
mewujudkan cita-cita yang dinyatakan sendiri. Pendek kata, Marxisme tampil
sebagai lawan utama Marxisme sendiri.
Menurut Ali Syari'ati, banyak kaum intelektual yang
dipaksa menyadari kontradiksi ini; tanpa sepenuhnya berusaha mengatasi atau
bahkan mengakuinya, telah menjelaskan kontradiksi ini dengan argumentasi yang
paling rapuh. Mereka telah mengemukakan perbedaan esensial antara Marxisme
sebagai suatu ajaran dengan regim Marxis yang ada, dan menganggap regim Marxis
telah menyimpang dari prinsip-prinsip Marxisme (sehingga regim-regim tersebut
belum mencapai tujuan semula Marxisme seperti yang diimpikan oleh pendirinya).
Lalu kaum intelektual ini berusaha mengatasi kontradiksi ini dalam pikiran
mereka dengan saling lempar tuduhan dan kutukan seperti:
"revisionisme"; "kultus individu";
"nasionalisme"; "embourgeisment"; "kolaborasi";
"Titoisme"; "Stalinisme"; "Maoisme", dan
sebagainya.
Sebenamya kontradiksi tersebut terletak pada sumber
ideologiriya sendiri. Suatu kontradiksi antara tujuan dan cara, kontradiksi
antara manusia dalam filsafat Marxis dan manusia dalam masyarakat Marxis.
Apabila Marx berbicara mengenai manusia dan khususnya,
apabila ia berbicara secara mendalam dan penuh gairah mengenai kekejian
kapitalisme, kebudayaan borjuis dan organisasi sosialnya, industri Barat serta
rnengenai pemborosan potensi manusia dalam sistem tersebut, ia memperdengarkan
nada yang begitu mistis sehingga seseorang akan menganggapnya pengkhayal,
filosof Platonis, moralis atau bahkan seorang pendeta. Dalam mengutuk sistem
kapitalis yang berdasarkan kekayaan pribadi, upah pekerja, nilai uang, prinsip
persaingan dan seterusnya, Marx sebagian besar bersandar pada konsepsi bahwa
realitas manusia sebagai esensi mulia yang telah dinodai dan disempitkan oleh
sistem ini, dan nilai rendah telah menggantikan nilai-nilai kemanusiaan.
Bahkan selagi Marx membicarakan materialismenya sendiri
dalam hubungannya dengan manusia, nada yang ia pakai mengingatkan kita pada
kaum moralis. Ketika ia ingin menunjukkan alasan-alasan mengapa materialisme
menjadi dasar komunisme, ia mengenakan pada materialisme dengan sifat-sifat
yang merupakan bidang agama atau paling tidak filsafat moral. Ia memberikan
warna idealistis pada sosiologi Marxis: "Tidak
diperlukan pandangan mendalam untuk memahami bahwa materialisme --karena
pandangannya mengenai kebaikan bawaan, kesamaan intelegensia diantara semua
orang, kapasitas mulia untuk mengalami, mengenal dan mempelajari kesamaan hak
rakyat atas kesenangan dan sebagainya-- pasti berkaitan dengan komunisme dan
sosialisme".
Tatkala dalam membela manusia dan memuji rakyat jelata;
ia menyerang Kristen, ia memperdengarkan nada seorang Kristen dan menggunakan
ucapan-ucapan yang lazim dipakai dalam karya-karya tentang moralitas religius atau
idealisme moralis: "Prinsip sosial
kristen mengajarkan ketidak-hormatan, kekejian, kehinaan, watak budak; rendah
diri; pendeknya semua sifat yang rendah. Kaum proletar menolak untuk menerima
pemerosotan martabat ini. Mereka memerlukan lebih banyak keberanian, harga
diri, kebanggaan dan gairah untuk kemerdekaan daripada untuk mendapatkan
roti". Marx-kah yang berbicara tentang rakyat jelata ini, atau Jean
Jacques Rousseau, atau mungkin Ernest Renan atau John Stuart Mil1?
Tatkala ia berbicara mengenai keterasingan manusia dari
dirinya, Marx adalah seorang humanis-spiritual yang memuji esensi manusia yang
sejati, independent dan suci sebagai sumber asli sifat-sifat luhur serta tabiat
transendental dan bebas, yang lebih mulia dari segala makhluk; "Semakin banyak bekerja membaktikan
dirinya pada pekerjaannya, dan semakin kuat dunia asing yang diciptakannya,
maka semakin miskinlah diri-individunya, dunia-bathiniahnya. Hal ini juga
berlaku bagi agama: semakin dalam manusia menyerahkan dirinya kepada Tuhan, semakin
kurang ia menjadi milik dirinya". Di sini kita lihat dengan jelas
bahwa ketika mernbicarakan manusia, Marx mengaku suatu dunia bathiniah dan
suatu dunia lahiriah, suatu diri dan suatu lingkungan. Menarik sekali bahwa ia
mengakui adanya hubungan kebalikan di antara keduanya. Jelas terasa bahwa ia di
sini membela humanisme "Independent" atau dengan ucapannya sendiri "tabiat manusia yang mampu hidup
sendiri" di hadapan Tuhan, masyarakat dan alam. Ketika Marx menyerang
agama, ia mengangkat spiritual manusia lebih tinggi lagi, seakan-akan makhluk
suci, si pencipta dirinya sendiri; sedangkan Tuhan, yang berarti manifestasi
dari semua nilai moral suci dan absolut, adalah pantulan esensi manusia yang
suci dan transendental.
Dalam semua karya yang ditulisnya bersama Engels, ia
mengulas manusia sebagai realitas yang penuh dengan "sifat-sifat
kebaikan" dan "nilai abadi yang mulia". Manusia bebas berpikir,
mampu memilih suatu "sebab independent" yang lebih unggul atas
penyebab material dalam alam, sejarah dan masyarakat. Manusia terbedakan oleh
harga diri, keberanian, kreativitas, kecintaan pada sesama, kesiagaan untuk
mengorbankan diri demi kepercayaannya dan rasa tanggung jawab terhadap
sesamanya. Akhimya, ia juga pencipta nasib dan alam instrinkisinya sendiri, dan
bahkan "rasul" dan juru selamat bagi bangsanya.
Inilah Marx, si filosof yang berbicara tentang manusia;
Marx yang telah membangun humanismenya dari anasir yang berasal, langsung atau
tak langsung, dari agama, aliran mistik, filsafat moral dan khususnya dari
humanisme abad XVII seta sosialisme moral Jerman awal abad XIX. Karena itulah
maka Andre Piettre, di antara sekian banyak orang, dengan segala kesungguhannya
telah berbicara mengenai manusia "mistik atau spiritual" dalam
humanisme Marx. Tidaklah berlebih-lebihan kalau orang secara blak-blakan
menganggap si manusia Marx ini memuji dewa yang mengembara di bumi dengan kedua
kakinya.
Meskipun demikian, segera setelah Marx "si filosof'
menjadi bungkam, maka Marx "si sosiolog" merusak semua yang telah ia capai.
Ia menyentakkan makhluk manusia yang sedang duduk di atas tahta ketuhanan ini
dan membantingkannya ke tanah. Pencipta yang kuasa ini, yang telah menciptakan
Tuhan, sejarah dan bahkan dirinya sendiri, serta telah mengubah alam agar
sesuai dengan kesadaran diri dan keinginan menguasainya, ternyata tiba-tiba
telah diciptakan oleh peralatan ekonominya sendiri. Peralatan itu sendiri
adalah produk yang tak dapat dielakkan dari hukum materialisme dialektika.
Alat-alat tersebut adalah dua hal: barang dan manusia.
Dengan cekatan Marx "si sosiolog" mengubah
tabiat "manusia menjadi Tuhannya Marx" si filosof, menjadi barang. Ia
membicarakan kepribadian manusia dengan nada yang membuat marah atau
setidak-tidaknya membikin takut alter-egonya sendiri: "Bagi manusia ia
sosialis; kecuali bentuk manusia alamiah, semua hal dalam sejarah kemanusiaan
adalah produk kerja". Engels datam eseinya "Peranan kerja dalam
Manusia Kera", menyambung: "Kaum ekonomis mengganggap kerja sebagai
asal-mula semua kekayaan. Tetapi kerja bermakna lebih jauh dari itu. Kerja
adalah syarat esensial bagi semua pandangan, kerja telah menciptakan manusia
itu sendiri ......., sebenarnya, kerja yang telah mengubah kera menjadi
manusia ..... Alat yang digunakan manusia untuk bekerja menentukan cara kerja
yang merupakan infrastrukur. Sistem sosial, hak milik, sistem legal,
pemerintahan; agama, filsafat, kesusasteraan, seni, nilai-nilai moral;
ideologi dan kebudayaan mengambil bentuk sesuai dengan sifat infrastruktur ini,
bentuk yang terjadi selalu cocok dengan infrastruktur tersebut atau malah
menjadi produknya".
Yang paling penting dan paling menakutkan, Marxisme
Sosiologis mengemukakan konsep kapitalisme: eksploitasi, sengketa kelas serta
hak milik pribadi sosial dalam satu sikap pokok yang berbeda dan bertolak
belakang dengan Marxisme filosofis. Dalam sosiologi Marxis dan filsafat
sejarahnya, kita melihat digalinya kuburan menakutkan oleh sosiolog dan ekonom
Marx untuk "manusia-tuhan" yang diciptakan oleh filosof anthropolog
Marx. Sekarang dapat kita pahami lebih baik ucapan Edouard Berth, seorang
Marxis terkenal, bahwa secara esensial Marxisme adalah filsafat kaum produsen.
Dengan logika yang menganalisa sejarah, masyarakat,
kehidupan, kebudayaan, pemikiran dan cita-cita kemanusiaan seperti ini, maka
apakah makna ucapan orang komunis bahwa tatanan kapitalis menimbulkan kerusakan
moral dan nilai-nilai, perusakan humanisme dan esensi manusia? Karena selama
Marx, dalam analisis-analisisnya mengenai masyarakait sejarah, berusaha sekuat
tenaga untuk menjaga agar sosiologinya tetap setia pada pandangan ilmiah yang
gersang dan kesepakatan kaku dari "realitas yang ada", sehingga
ucapan-ucapannya menjadi tak berisi ketika ia berbicara mengenai kebenaran,
nilai, penindasan dan keadilan, kebasan atau perbudakan selama masa bekerja
dengan tangan dan pertanian?
Dengan dasar pandangan ini, kita bukan saja harus
menyebut semua sosiolog selama sebelum Marx sebagai kaum utopis, tetapi juga
bahwa semua orang yang telah berjuang demi keadilan, kebebasan, juru selamat
dan pemimpin, massa yang berjuang melawan perbudakan, feodalisme, eksploitasi,
sistem-sistem kekayaan pribadi dan bahkan menentang agama-agama,
kebudayaan-kebudayaan dan kebiasaan-kebiasaan yang penuh takhayul dan mandeg
--pada hakekatnya berjuang dalam kesia-siaan. Disebabkan tidak menyadari
karakter yang menentukan dari cara produksi pada masanya, mereka menjadi
pemimpin dan pengkhayal. Andaikata mereka benar-benar memahami filsafat sejarah
materialistis dan sosialisme-ilmiah, tentu mereka akan menerima konteks sosial
dan warna hukum pada masa mereka, juga hak milik pribadi dan gaya hubungan
interpersonalnya, bagaimanapun tidak manusiawinya. Mereka akan menunggu dengan
sabar munculnya "almasih yang dijanjikan, sang mesin yang akan mengolektifkan
kerja"! Lalu melalui mukjizat dialektika, manusia akan hidup di sana
sebagai dewa yang telah terpuasi? Bagaimana Marx akan mengobati moral yang
telah dirusak oleh tatanan borjuis? 22
Jadi kontradiksi-kontradiksi yang kita jumpai di dalam
doktrin-doktrin Marxisme-Komunisme adalah fakta-fakta tambahan bahwa logika
Marx memang rancu dan secara ilmiah sulit untuk bisa dipertanggung-jawabkan.
Kerancuan berpikir ini sangat mungkin timbul pada diri Marx, apabila kita
melihat latar belakang sejarah lahimya Marxisme-komunisme. Teori-teori
Feuerbach, Hegel, Darwin, Proudhon dan Ricardo, dia ambil seenaknya dan
mencocokkannya dengan kerangka yang ia telah siapkan, di mana ia soolah-olah
adalah manusia yang lengkap dan serba tahu. Padahal Marx tidak melakukan
peninjuan yang seksama dan penelitian yang mendalam tentang kelemahan
teori-teori tersebut dan kontradiksi-kontradiksi yang terdapat di dalamnya.
Akibatnya dari teori yang beraneka ragam itu dan yang mempunyai
kelemahan-kelemahan, yang kemudian ia susun dalam suatu kerangka sekadar jadi,
tidak menjelma menjadi suatu kebulatan yang utuh, tidak menjadi satu sistem
yang bulat, tetapi berderai, berdiri sendiri-sendiri yang saling berlawanan dan
bertentangan.
Oleh karena itu kebesaran Marx dalam menyusun
teori-teorinya bukan dalam satu kebulatan yang utuh sebagai suatu sistem,
tetapi justru dalam kontradiksi-kontradiksi dan kerancuan berpikir; dan inilah
bukti bahwa Marxisme-Komunisme lebih bersifat dogmatis ketimbang ilmiah.
Selanjutnya, karena kepicikan-kepicikan ilmu dan
kekerdilan berpikir di kalangan umat Islam, ada yang mengira bahwa Islam --di
luar penentangannya pada Marxisme dalam masalah ketuhanan-- memiliki banyak
persamaan dalam pendekatannya terhadap manusia dan masalah sosial.
Kemiripan-kemiripan ini telah banyak dibicarakan oleh orang-orang seperti
Michae Alqaf; Omar Uzgham, Bashir Muhammad; Bashir Ali dan di Barat oleh Maxime
Robinson. Dan sangatlah menarik bahwa pada kutub yang berlawanan; politisi
kolonial tertentu --termasuk beberapa orang yang memimpin pembantaian di
negara-negara muslim jajahan di Afrika, seperti Jenderal Salam dan Jenderal
Charbonneau di Aljazair-- telah melontarkan tuduhan yang sama.terhadap Islam!
Pertama, kita
mungkin mendapatkan unsur-urisur yang sama dalam dua ajaran pemikiran yang
bertentangan manapun: antara fasisme Jerman dengan Zionisme Yahudi; antara
humanisme materialis dengan kapitalisme.
Kedua, kemiripan
cita-cita biasanya dikacaukan dengan kemiripan ideologi. Ideologi yang
bertentangan boleh jadi mempunyai cita-cita yang sama. Peradaban, kemajuan
ilmiah, kemakmuran material adalah cita-cita kolonialis, yaitu mereka percaya
bahwa dengan dijajahnya oleh masyarakat maju, maka masyarakat yang terbelakang
akan bisa mendapat dan mencapai peradaban, kemajuan ilmiah dan teknologi serta
kesejahteraan material. Jadi tujuan yang sama mungkin didapatkan dalam dua
ideologi yang bertentangan secara diametral, yaitu kolonialisrrie dan
gerakan-gerakan kemerdekaan.
Cita-cita manusia melampaui ideologi, juga batas-tatanan
dan periode sejarah. Cita-cita manusia timbul dari sesuatu yang khas manusia;
cita-cita ini memberituk nilai moral abadi dalam diri manusia. Bebas dari
tekanan, tumbuh ke arah kesempumaan, keadilan, kebenaran, kesadaran diri
manusia, keutamaan masyarakat di atas individu; ukuran yang sama bagi nilai
dan prestasi, perbudakan, kebodohan dan kelemahan; kesempatan yang sah untuk
hidup dan berkembang; penghapusan konflik golongan (kelas), pengasingan ras,
persaudaraan atau lain-lain bentuk pengasingan kolektif, ketidak-adilan sosial,
ekonomi dan moral, semua nilai ini adalah cita-cita yang sepanjang sejarah kehidupan
sosial manusia menjadi slogan bangsa yang bebas dan cinta damai.
Orang mungkin menyatakan bahwa nilai-nilai tersebut
merupakan dasar humanisme yang sebenamya dan asli dalam arti yang
seluas-luasnya. Dari sinilah setanjutnya timbul perbedaan-perbedaan dalam
berbagai macam sistem pemikiran, masing-masing menghasilkan ajaran yang
berlainan ketika menafsirkan cita-cita itu, dan lebih khusus lagi dalam cara mencapainya:
agama, dengan menghubungkan manusia dengan asal dunia; filsafat, dengan menyingkapkan
hukum aturan hidup yang dapat dipahami; liberalisme borjuis Barat, dengan
kebebasan individu dan usaha-usaha persaingan dalam bidang produksi material
yang membawa kepada pencapaian kekuasaan dan kemajuan pengembangan ilmu;
Marxisme, dengan cara hak milik dan kekuasaan negara menuju ke tujuan yang
sama; sufisme, dengan kembali kepada diri sendiri demi pertumbuhan jiwa, kecukupan
diri secara intelektual dan kebebasan jiwa dari ikatan hawa nafsu; sebaliknya
materialisme, dengan menyesuaikan diri pada sifat alam dan seterusnya.
Kita sekarang harus bertanya, methoda dan sistem apakah
yang ditawarkan oleh Islam, Kristen, Hindu, idealisme Hegel, dialektika Marxis dan
lain-lain untuk mencapai cita-cita manusia yang abadi?
Bila pertanyaan telah diajukan, maka kita harus menjawab
dengan jujur, bahwa sebaliknya dari kepercayaan yang dianut oleh orang-orang
yang mencari-cari kesamaan/kemiripan "sikap dalam lslam dan humanisme
Marxis", kedua ideologi yang sama menyeluruh ini adalah "sama sekali
bertentangan". Bahkan kita harus berusaha menunjukkan adanya pertentangan
ini dengan merujuk kepada hal-hal yang dianggap sama, yang oleh orang dinilai
mirip; disebabkan kenyataan bahwa satu-satunya hal yang dapat dibandingkan
hanyalah bahwa kedua ideologi ini adalah lengkap.
Ideologi-ideologi lain sebagian besar bersifat parsial,
didasarkan pada satu bidang kegiatan manusia. Misalnya, bidangnya materialisme
dan naturalisme adalah filsafat; sedangkan bidang politik, ekonomi, moral,
soiologi, anthropologi dan penulisan sejarah; para pengikutnya diberi kebebasan
mereka boleh masuk ke dalam golongan kiri atau ke dalam golongan kanan; mereka
boleh menganggap sejarah sebagai bersifat methodis dan ilmiah atau tidak
methodis dan tidak ilmiah. Mereka boleh menganggap manusia suatu makhluk yang
memiliki watak bawaan tertentu, atau sebagai sesuatu yang dihasilkan dari dan
dibentuk oleh alam, kebudayaan atau alat-alat produksi. Hal yang sama berlaku
bagi eksistensialisme, sampai pada tingkat bahwa seseorang eksistensialis bisa
saja menjadi seorang yang beriman atau seorang atheis, sosialis atau kapitalis.
Nasionalisme bersandar pada gerakan kemerdekaan politis dan integritas
kebudayaan bangsa yang bersangkutan. Seorang nasionalis mungkin saja mengakui
idealisme atau materialisme, fasisme atau cita-cita demokrasi, ketaqwaan atau
atheisme. Hal ini juga berlaku untuk agama, karena agama yang didasarkan pada
hubungan manusia dengan yang ghaib atau yang suci. Hukum dan peraturan agama
(selain Islam) bersumber dari hasrat untuk menata hubungan ini, atau dari nilai
moral dan pendidikan yang memelihara hidup dan sifat khusus agama tersebut
bagi penganutnya.
Tetapi Islam dan Marxisme-Komunisme adalah dua ideologi
yang mencakup setiap dimensi kehidupan dan pemikiran manusia. Dengan kata lain
keduanya mempunyai kosmologi khusus, bentuk organisasi sosial khusus, filsafat
sejarah dan harapan masa depan khusus serta cara untuk menyebarkan pandangan
tersebut dengan khusus pula. Keduanya berkepentingan dengan kehidupan pribadi
dan sosial manusia di bumi ini. Tetapi dalam semua bidang tadi, dua ideologi
tersebut secara diametris bertentangan.
Islam dan Marxisme-Komunisme sama sekali bertentangan
dalam ontologi dan kosmologi. Ringkasnya, Marxisme berdasarkan pada
materialisme dan mendapatkan sosiologi, anthropologi, etika dan filsafat
kehidupannya dari materi. Alam Marxis, misalnya, yakin alam materialis,
sebagaimana dikatakan Marx, adalah "dunia yang tidak berperasaan dan tak
berjiwa", dimana manusia tak punya tujuan "nyata". Sebaliknya
kosmologi Islam bersandar pada kepercayaan pada yang tak terlihat (yang ghaib),
didefinisikan sebagai aktualitas yang tak diketahui; yang ada di luar gejala
material dan natural yang tak dapat ditangkap oleh indera dan tak dapat di
cerap secara intelektual, ilmiah dan empiris; dan merupakan tatanan hakikat
yang lebih tinggi dan titik pusat dari semua gerak, hukum dan gejala dunia ini.
Al-Qur·an, pada awal surat Al-Baqarah menyatakan bahwa
percaya pada yang ghaib adalah prasyarat petunjuk dan sumber ketaqwaan:
"Alif lam mim. Ini adalah kitab yang tak ada keraguan di dalamnya,
tuntunan bagi yang taqwa, yang percaya kepada yang ghaib; yang mendirikan
shalat dan membelanjakan apa yang telah Kami berikan kepada mereka" (Q.S.
2 : I-2). Yang ghaib ini sebenamya Zat Yang Mutlak dan Iradah eksistensi.
Berbeda dengan idealisme, yang menganggap gejala dunia material timbul dari
idea dan berbeda dengan materialisme yang membayangkan bahwa idea muncul dari
dunia material; Islam menganggap materi dan idea membagi manifestasi (ayat)
yang berasal dari Zat Mutlak yang ghaib, dengan dernikian menyangkal
materialisme dan idealisme sekaligus. Islam juga mengakui eksistensi dunia
alamiah yang terpisah dari idea, dan juga tetap berpendapat bahwa manusia
adalah makhluk tempat idea itu hidup, mempunyai kebebasan dan kemuliaan yang
berhubungan dengan alam material, masyarakat dan produksi.
Marx berusaha meniru Feuerbach dan kaum neo-humanis
lainnya, untuk membebaskan manusia dari kehidupan sebagai wujud ekonomis dan
keterasingan intelektual dan politis manusia dari dirinya; mencoba
mengembalikan keutuhannya dengan membuang spesialisasi yang membagi-baginya. Ia
berharap, seperti yang dikatakannya, untuk mengembalikan manusia pada
nilai-nilai kemanusiannya, kekuatan bawaan dan penguasaan diri; dan mendorong
manusia untuk mencapai kesadaran diri serta membebaskannya dari semua tekanan.
Karena kegagalannya untuk memahami faktor selain dari materi dan karena
konllik yang tak disadari dan tidak dirasakannya, Marx akhirnya menenggelamkan
manusia yang ia muliakan dalam ideologinya ke dalam lubang materi yang tak
berperasaan, dan dalam analisis akhir menggolongkannya diantara benda-benda
alamiah.
Kenyataannya, Marx mengalami kontradiksi yang sama
seperti yang dialami oleh semua pemikir materials, yang berusaha untuk membangkitkan
dan membela humanisme. Karena tetap bependapat bahwa hanya satu eksistensi,
yakni materi sebagai humanis sia-sia ia berjuang untuk menerima yang kedua,
yakni manusia. Oleh sebab itu dari suatu sudut pandangan tertentu, apabila
mereka berbicara mengenai kesatuan dalam hubungannya dengan wujud dan kemudian
mengajukan konsep humanisme, mereka berhadapan dengan dualisme --karena orang
tidak mungkin melakukan keduanya-- yaitu mengakui rnaterialisme dan dengan
melepaskan manusia dari benda-benda material, kemudian mengakui keutamaan dan
kebebasan darinya.
Demikian juga kaum idealis yang percaya pada humanisme,
juga terlibat dalam kesulitan-kesulitan. Mereka yang menolak dunia eksternal
dan menghapuskan validitasnya sebagaimana yang dapat dicerap, dengan memberi
keutamaan pada idea (dengan suatu kecerdasan kemanusiaan), tentu memperkokoh
humanisme atau keutamaan manusia. Namun dengan menyangkal aktualitas dunia
material dan menolak ilmu (jembatan antara idea dan yang aktual), mereka
melemparkan manusia sebagai makhluk utama demi suatu jiwa yang dikeluarkan dari
dunia melankolis mutlak tanpa kriteria untuk membedakan antara yang benar dan
yang salah, pengetahuan dan kebodohan, yang baik dan yang buruk, dan yang
nyata dan yang bayangan. Seperti kaum Sophis pada zaman Yunani, mereka akhirnya
jatuh dalam pangkuan egosentrisme. Bukankan humanisme tak lebih daripada
egosentrisme?
Jadi kita tahu bahwa ternyata manusia menjelma menjadi
idealistis, yakni sebentuk jin. Tetapi Islam tidak hanya menyelesaikan
pertentangan alam, manusia dan Tuhan melalui prinsip tauhid; melainkan juga
menyatakan kebenaran bahwa subyektivitas manusia dan alam material adalah
tanda-tanda atau manifestasi yang berbeda dari hakikat Tunggal Yang Maha Tinggi
mengatasi pertentangan antara idea dan materi, dan pertentangan antara manusia
dan alam. Bahkan ketika melihat realitas manusia dan aktualitas material
sebagai dua prinsip yang berbeda, Islam membangun suatu ikatan fundamental,
suatu hubungan eksistensial diantara keduanya, seraya menganggap dari sumber
yang sama.
Pandangan tentang pengaruh "mengasingkan dari
agama", yang dipinjam Marx dari Feuerbach, bukan hanya tak dapat
diterapkan dalam Islam, tetapi sebaliknya --keterasingan manusia dari dirinya
di hadapan Tuhan-- juga diganti dengan "kesadaran manusia tentang dirinya
dalam hubungannya dengan dirinya". Untuk memperlihatkan hal itu, marilah
kita kembali pada pemikiran Feuerbach dan kemudian Marx (agar nantinya
kesimpulan mereka akan mudah disangkal). Tuhan adalah ciptaan manusia. Tuhan
adalah manifestasi sifat manusia; manusia telah memproyeksikan nilai-nilai
kekuatan esensial dirinya ke langit dan berusaha memujanya dalam bentuk zat
transendental yang disebut Tuhan.
Jika kita terima pendapat ini, maka kita telah
menyangkal konsepsi keterasingan manusia dari dirinya, karena dalam hal ini
"Tuhan" menjadi searti dengan "manusia". Theolatry ternyata
menjadi Antropolatry; dan keterasingan manusia dari dirinya melalui Tuhan,
diubah menjadi keterasingan dari dirinya melalui manusia.
Dalam pada itu, bukanlah kesadaran manusia terhadap
dirinya dalam hubungan dengan dirinya, atau kesadaran diri manusia adalah cara
lain untuk mengatakan "humanisme?" Jika begitu, theolatry akan
mencirikan suatu agama yang di dalamnya manusia, dalam dunia material yang
terus-menerus mengancam dengan materialisme, degradasi ke tingkat hewan dan
kekeliruan kekeliruan moral, akan menjadi penyembah yang taat pada nilai-nilai
suci transendentalnya! Kita lihat bahwa dalam serangan Marx yang gencar terhadap
agama, logikanya menjungkirbalikkan kesimpulannya sendiri!
Menyimpulkan bahwa theolatry dalam bentuk sadamya yang
telah berkembang tidak menghilangkan keutamaan manusia dan tidak pula
menimbulkan keterasingan manusia dari dirinya, melainkan pada kenyataannya
malah memberi keutamaan pada manusia dan kesucian pada nilai kemanusiaan serta
mengungkapkan humanisme yang tinggi, yang bermakna dan bernilai; berarti
mencapai suatu kesimpulan yang benar-benar dengan lslam.
Berbeda dengan pandangan kaum Katholik dan kaum Sufi
yang menyatakan adanya pertentangan antara Tuhan dan manusia (misalnya yang
membuat manusia "sirna/fana di hadapan keabadian (baqa), dan
menggambarkannya terlempar dari takdir Tuhan"), maka dalam Islam, dengan
prinsip pendelegasiannya (misalnya anggapan bahwa manusia memiliki kebebasan,
kemampuan bertindak dan nasib); manusia bebas dari determinasi material dan
jabariah. Kita mengetahui keinginan bebas yang menjadikan-nya kuasa memilih ini
membuat manusia menjadi "khalifah Tuhan" di bumi. Bila manusia sudah
mencapai tingkat seperti ini di bumi (walaupun kaum materialis berusaha
mendewa-dewakan manusia sebagaimana anggapan Marx, namun pandangan dunia kaum
materialis masih saja terlalu sempit dan kecil untuk membayangkan konsep
seperti ini), Tuhan menyuruh semua malaikat sujud di hadapannya dan membuat
semua kekuatan alam tunduk padanya.
Kita tahu bahwa manusia dalam pandangan dunia Islam adalah
suatu iradat (kehendak) yang memerintah dalam hubungannya dengan alam. Dalam
hubungan dengan Tuhan, sebagai hamba yang berperan sebagai khalifah. Kita lihat
betapa asingnya apa yang disebut oleh Marx sebagai musibah agama dalam konsep
yang terdapat dalam kandungan ayat Al-Qur'an.
Faktor terpenting yang mendorong Marx untuk berkata
"saya jijik kepada Tuhan" adalah pada prinsip ibadat dan ketaatan
yang terdapat dalam hubungan antara Tuhan dengan manusia. Tapi berbeda dari
Marx yang menyimpulkan prinsip ini dari bentuknya yang rusak dan rendahan
--yang lazim bagi orang yang terbelakang dan yang percaya takhayul serta
melihatnya di dalam suatu bentuk kesengsaraan, kemalangan dan keterasingan
manusia dari dirinya-- Islam, dalam firman Tuhan, mengartikan ibadat sebagai
suatu faktor untuk menumbuhkan dan menyempurnakan sifat Tuhan dalam diri
manusia.
Kita tahu bahwa dalam filsafat Islam; hubungan antara
manusia dengan Tuhan bersifat timbal-balik. Pengetahuan mengenai diri dan
pengetahuan mengenai Tuhan menjadi searti; atau, kemungkinan lainnya adalah
pengetahuan mengenai diri berfungsi sebagai pendahuluan bagi pengetahuan
mengenai Tuhan. Kita kutip di sini ucapan mendalam dari seorang "Bayazid Besta": "Bertahun-tahun aku mencari Tuhan dan
menemukan diriku; sekarang aku mencari diriku; kutemukan Tuhan".
Amat bertentangan dengan pendapat Feuerbach dan Marx,
menurut Islam bukannya manusia yang telah membuat Tuhan, meletakan nilai-nilainya
sendiri di dalam-Nya dan sekarang menyernbahnya; melainkan Tuhanlah yang telah
membuat manusia; dan meletakkan nilai-nilai-Nya di dalam manusia dan kemudian
memujinya.
Dapat dimengerti bahwa kita tidak lagi berbicara tentang
pertentangan antara agama dengan materialisme atau antara Islam dengan
materialisme dialektika, melainkan masalah manusia. Setiap ideologi, baik agama
atau anti agama, selalu berkisar di seputar manusia; dan memang di sinilah
Marxisme amat berbeda dengan Islam. Perbedaan yang makin besar ini merupakan
akibat alamiah dari dua pandangan dunia yang bertentangan, yang melahirkan
kedua golongan ini, dan yang mendasari keseluruhan sikap mereka dalam
menafsirkan semua gejala. Dengan titik tolak inilah Islam dan Marxisme terbukti
tak dapat rukun berdampingan dalam semua bidang: politik, ekonomi, etika dan
sosial. Islam menafsirkan dan menilai manusia dengan dasar tauhid, sedangkan
Marxisme menilai manusia dan menafsirkannya dengan dasar "taulid"
(produksi). 23
Islam di pihak lain, sembari mempertahankan bahwa
sifat-sifat ketuhanan dalam manusia (sebagai lawan prinsip Iblis) berasal dari
suatu yang lebih unggul daripada sifat-sifat material --materi, infrastruktur,
produksi masyarakat dan seterusnya-- sanggup berbicara tentang nilai-nilai
moral yang utama dan tetap, tentang sifat asal (fithrah) yang baik dan suci serta
tentang sifat progressif dan kreatif umat manusia.
Marx dan orang-orang komunis berkata bahwa kebaikan
adalah pembawaan manusia; tetapi terlebih dahulu harus dijawab pertanyaan:
apakah yang disebut kebaikan dalam kosmos materialistik itu? Dan setelah itu,
dalam arus deras yang padanya semua dapat diubah, berbicara mengenai situasi
yang tak berubah adalah betul-betul anti dialektika.
Dari semua ideologi tadi hanya Marxisme sajalah yang
telah membangun ideologi lengkap yang beraneka segi; dan Islam sebagai suatu
agama dan ummah (bangsa), bertentangan dengan Marxisme dalam setiap dimensi.
Marxisme, diantara semua ideologi baru, bersifat unik, karena
Marxisme-komunisme berjuang untuk mendasari setiap aspek kehidupan manusia
--material, dan spiritual; filosofis dan praktis, individual dan sosial--
dengan pandangan dunia materialistiknya yang khas. Karena alasan itu, sistem
tersebut --kalau hendak dikatakan sistem-- menimpakan malapetaka materialisme
pada setiap dimensi kehidupan manusia.
Di antara semua agama historis, hanya Islam yang
mempunyai keluasan seperti ini. Islam tidak membatasi diri pada
perintah-perintah mengenai hubungan antara manusia dengan Tuhan, atau penyucian
jiwa (ruh) --seperti yang dilakukan Kristen dan Budha-- Islam menampilkan diri
sebagai ajaran yang meliputi berbagai aspek kehidupan kemanusiaan, sejak
pandangan filosofis sampai pada kehidupan sehari-hari individu. Jadi, kedua
ajaran ini berdiri di depan manusia dan mengundang mereka untuk memilih salah
satu diantara dasar intelektual dan pandangan yang bertentangan.
Keduanya, Marxisme dan Islam, masing-masing mempunyai
sistem yang menyeluruh dan yang tak bisa dipecah-pecah. Pertama, semua anasir
dan dimensinya berhadapan di sepanjang garis dunianya yang tersendiri; saling
bertentangan secara diametris. Menambah suatu unsur atau dimensi pada salah
satu dari keduanya, atau menyingkirkannya, hanya akan mengakibatkan keruntuhan
struktur keseluruhan. Kedua, suatu ideologi adalah suatu keseluruhan yang
saling berhadapan; mempunyai jiwa esensi yang tunggal, dan sesuatu raison de'etre yang unik. Usaha untuk
memisahkan ke dalam anasir penyusunannya akan berakibat seperti membunuhnya
dan kemudian membelah mayatnya.
Inilah sebabnya mengapa kedua ideologi ini
(marxisme-kornunisme dan Islam); sebagai dua sistem, bertentangan dalam segala
hal. Dan ini pula sebabnya; seperti yang disimpulkan oleh Henry Martinet,
"Marxisme; walaupun berada dalam kondisi ekonomi dan politis yang
menguntungkan di berbagai waktu dalam masa seratus tahun terakhir ini, tidak
berhasil sedikit pun dalam masyarakat Islam (berlawanan dengan Timur Jauh dan
Amerika Latin). Orang harus mencari penyebabnya melulu dalam Islam".
Mengapa? Sebab, tidak seperti Kristen dan Budha, Islam menolak Marxisme tidak
hanya dalam dimensi filosofisnya saja, melainkan dalam setiap dimensi dan
aspek, karena Islam mempunyai pandangan tersendiri dalam aspek-aspek tersebut.
Karena Marxisme-Komunisme didirikan atas dasar
Materialisme dan menganggap asal esensial manusia adalah debu, maka humanismenya
berakhir dalam penyesatan manusia sampai kepada status obyek.
Karena Islam mendasari humanisme Ketuhanannya dengan
tauhid maka pada tingkat ilmiah, Islam melukiskan manusia sebagai tanah (debu),
sedangkan pada tingkat analistis eksistensial, Islam menaikannya dari debu ke
arah Tuhan.
Karena Marxisme menganggap nilai-nilai kemanusiaan
sebagai gejala relatif yang berhubungan dengan suprastruktur masyarakat,
berdasarkan cara produksi, maka Marxisme menyebabkan nilai-nilai itu jatuh
sampai tingkat kegunaan material.
Karena Islam memperhitungkan nilai-nilai pancaran
sifat-sifat Ketuhanan dalam lingkungan kemanusiaan, walaupun menganggap ekonomi
adalah masalah utama, sanggup melapisinya dengan sistem nilai ini dan
membedakan prinsip dari cita-cita. Sebab Islam menangkap manusia memancarkan
kenyataan eksistensial dari debu/Tuhan; Islam memperhitungkan dualisme
keuntungan dari nilai (ekonomi dan moral) dalam kehidupan kemanusiaan tanpa
harus menolak yang satu dari yang lain, sebagaimana dilakukan oleh agama-agama
mistik dan Marxisme.
Marxisme ketika hendak menolak agama; menyebutkan Tuhan
sebagai bagian luar dari manifestasi esensi kemanusiaan, seraya menempatkan
manusia pada kedudukan Tuhan dalam alam. Tetapi ketika Marxisme berniat
mempertontonkan materialisme historis, ia membuat manusia ini (si pencipta
Tuhan), menjadi produk dari peralatan produksi.
Islam menempatkan manusia dalam dunia tauhid, yang
padanya Tuhan, manusia dan alam memperlihatkan keharmonisan yang bermakna dan
bertujuan. Ia memperkenalkan Adam sebagai esensi pokok species manusia, sebagai
debu yang ke dalamnya Tuhan meniupkan roh ciptaan-Nya, sebagai penengah antara
jiwa dan materi. Lebih lanjut lslam menempatkan amanat ketuhanan semata-mata
dalam tangannya; dengan ini Islam memperkenalkan suatu dasar di luar materi
bagi prinsip tanggung jawab kemanusiaan.
Pertentangan dalam hal cara Marxisme-Komunisme dengan
IsIam dalam menghadapi kemanusiaan dapat diikhtisarkan dalam contoh-contoh
sebagai berikut:
1. Karena didirikan atas dasar pandangan dunia yang
sepenuhnya materialistik, maka Marxisme tidak mampu mengangkat esensi, sifat
atau keadaan manusia keluar dari batas sempit materialistis; ia menggolongkan
manusia bersama semua makhluk lainnya dalam batas-batas suatu alam tak sadar dan
tanpa tujuan.
Sedangkan Islam, dengan berpegang pada pandangan tauhid,
sanggup membenarkan manusia yang memiliki sifat-sifat Ketuhanan, memberinya
sifat-sifat transendental, memperluas jalan hidupnya sampai batas-batas yang
palingjauh; dan dengan begitu meletakkan manusia dalam suatu alam yang hidup
dan bermakna, yang dimensinya jauh meluas keluar, bahkan lebih dari yang dapat
dilukiskan oleh science.
2. Dengan hanya menerima konsepsi materi ilmu alam
klasik, melalui analisis materialistiknya, Marxisme dipaksa untuk menarik
kembali semua yang ia telah katakan mengenai keagungan esensial dan keutamaan
manusia. Jadi makhluk yang diimpikan oleh Marx si filosof dan si humanis
(pencipta Tuhan) tiba-tiba merosot menjadi seperangkat barang dagangan, suatu
produk dari peralatan yang digunakan dalam kerajinan, pertanian dan industri.
Sedangkan Islam, dalam menjelaskan dunia materi dan
sifat primodial manusia sebagai dua tanda dari satu wujud agung dan kesadaran
mutlak (Tuhan), sanggup sekaligus menerima eksistensi timbal-balik manusia atau
lingkungan dan lingkungan atas manusia, dan juga --dalam hal manusia bertindak
sebagai sebab dalam rantai kausalitas (sebab-akibat)-- untuk menegakkan status
manusia tanpa mengacu pada determinasi alami dan sosial. Islam menjaga manusia
agar tidak terpeleset ke dalam lubang fanatisme kaum materialistis, historis
atau sosiologis, supaya keutamaan manusia tidak berubah menjadi keutamaan
materi atau peralatan.
3. Dengan tetap setia pada realisme, Marxisme tidak mau
berbicara mengenai nilai-nilai atau untuk membuat penilaian atas dasar nilainilai.
Sedangkan Islam, yang menegakkan suatu kepercayaan pada sumber absolut
nilai-nilai di luar alam empiris, dapat secara logis membenarkan nilai-nilai
itu.
4. Karena menganggap manusia sebagai produk lingkungan
sosialnya, yang pada gilirannya adalah keseluruhan dari struktur dan keadaan
yang terus berubah, Marxisme tidak mampu mendasari dirinya dengan suatu prinsip
konstan seperti esensi kemanusiaan atau realistis kemanusiaan. Karena telah
menolak keduanya --Tuhan dan sifat primordial manusia-- maka Marxisme
melepaskan dasar otentik nilai-nilai kemanusiaan yang membangun bangunan moral.
Karenanya, seperti yang dikatakan Lenin: "semua
pembicaraan mengeinai prinsip moral adalah kebohongan".
Sebagaimana Islam memelihara eksistensi .prinsip konstan
dalam alam, yang di atas itu science didasarkan,
Islam menyatakan bahwa prinsip konstan terhadap sifat primodial manusia dan membentuk
dasar-dasar moral. Menurut Islam, nilai-nilai kemanusiaan sama otentiknya dan
dapat dibuktikan sebagaimana hukum alam. Kebalikan dari Marxisme, yang mencoba
untuk menyamakan nilai-nilai tersebut dengan kebiasaan sosial dan mengubur
nilai-nilai tersebut pada kedalaman materialisme ekonomis dan sosial; Islam
sepenuhnya ingin membebaskan nilai-nilai dari kondisi yang dapat diubah tapi
bersifat paksaan dari desakan kehidupan material dengan mengakarkan nilai-nilai
itu dalam sifat primodial manusia dan mempertunjukkan bahwa nilai-nilai itu
adalah pancaran dari Yang Mutlak, yang bersinar di atas hati nurani manusia.
5.Dengan menggabungkan dialektika pada materialisme agar
bisa menjelaskan perubahan historis dan sosial, maka Marxisme pun sampai pada
determinisme materialistik, yang padanya manusia mengorbankan keutamaannya dan
menjadi barang mainan proses kontradiksi buta ini. Oleh karenanya, Marxisme
menolak apapun yang telah dinyatakan dalam humanismenya dan sepenuhnya melucuti
semua kemerdekaan dan tanggung jawab dari kemanusiaan. Sedangkan Islam, karena
melihat elemen kontradiksi ini dalam diri manusia, tidak menolak kemerdekaan
(memilih) atau konsekwensinya (tanggung jawab), tapi menganggapnya lahir dari
kontradiksi ini. lslam mendefinisikan manusia sebagai makhluk dalam
kontradiksi, mempunyai dua esensi tanah dan roh; dan sebagai kemauan yang boleh
memilih salah satunya.
Tanggung jawab kemanusiaannya mendesaknya untuk
menyediakan sebagian (dari yang bersifat) duniawi untuk berbakti kepada Tuhan,
dengan pertumbuhannya, dan dengan begitu mencapai kejernihan eksistensial dan
kemurnian jiwa. Dari ikhtiar tersebut di atas dapat disimpulkan secara umum,
sebagaimana dirumuskan oleh Iqbal, pemikir Islam kontemporer, yang berucap: "Islam dan komunisme, keduanya
berbicara me«genai manusia dan mengundang manusia kepada dirinya; tetapi komunisme
telah bersusah payah untuk menyeret manusia dari Tuhan kepada debu, sedangkan
Islam, kebalikannya, berjuang untuk mengangkatnya dari debu kepada Tuhan".
Kita melihat dengan jelas bahwa Islam dan Marxisme-Komunisme bergerak pada arah
yang berlawanan di jalan humanisme, dengan akibat bahwa salah satu dapat
dibenarkan hanya dengan menolak yang lain. 24
Untuk memperknat kesimpulan kita di atas, tentang
perbedaan dan pertentangan antara Marxisme-Komunisme dengan Islam, alangkah
baiknya kita salinkan sebagian dari hasil musyawarah/muktamar Alim Ulama
seluruh Indonesia; yang diselenggarakan pada tanggal 8-11 September 1957 di
Palembang, Sumatera Selatan, Indonesia, yang dihadiri oleh 325 orang Ulama.
Keputusan tersebut antara lain berbunyi:
Terhadap ajaran Komunis:
- Ideologi atau ajaran
Komunis dalam lapangan filsafat berisi atheisme, dan anti agama;
- ldeologi atau ajarah
Komunis dalam lapangan sosial menganjurkan pertentangan kelas dan perjuangan
kelas;
- Ideologi atau ajaran
komunis dalam lapangan ekonomi adalah menghilangkan hak perseorangan;
Ideologi atau ajaran
demikian itu bukan saja berlawanan dengan ajaran Islam pada khususnya dan
agama-agama lain pada umumnya, akan tetapi merupakan tantangan dan serangan
terhadap hidup keagamaan pada umumnya.
Memutuskan:
- Ideologi atau ajaran
komunis adalah kufur hukumnya dan haram bagi umat Islam menganutnya;
- Bagi orang Islam
yang menganut ideologi atau ajaran komunis dengan keyakinan dan kesadaran, maka
kafirlah ia dan tidak sah menikah dan menikahkan orang Islam, tidak pusaka
mempusakai dan haram jenazahnya diselenggarakan setara Islam;
- Bagi orang Islam
yang memasuki organisasi atau partai yang berideologi komunis seperti Partai
Komunis Indonesia (PKI), Sentral Organisasi Buruh Seluruh Indonesia (SOBSI),
Pemuda Rakyat (PR), dan lain-lainnya, maka sesatlah ia, dan wajib bagi umat
Islam menyeru mereka agar meninggalkan partai dan organisasi tersebut;
- Haram hukumnya bagi
umat Islam untuk mengangkat atau memilih Kepala Negara atau Pemerintah yang
beridiologi komunis;
- Memperingatkan
kepada Pemerintah Republik Indonesia agar bersikap waspada terhadap gerakan
komunis dan atheisme di lndonesia;
- Mendesak kepada
Pemerintah Republik lndonesia (Soekarno) untuk mengeluarkan dekrit yang
menyatakan bahwa PKI dan mantel organisasinya sebagai partai dan organisasi
terlarang di indonesia. 25
Keputusan syar'i para ulama lndonesia ini, menunjukkan
betapa besar bahaya yang akan ditimpakan oleh Marxisme dan Komunisme dalam
mengancam eksistensi Islam dan kaum muslimin. Kewaspadaan para Alim-ulama
Indonesia ini membuktikan kecerdasan intelektual dan mengerti segala strategi
dan taktik kaum Marxis-komunis, karena terbukti pada tahun 1965, delapan tahun
sesudah peringatan para Alim-ulama kepada Pemerintah RI tidak digubris, kaum
komunis melakukan coup de'tat yang
menewaskan enam orang Jenderal Angkatan Bersenjata RI dan pembunuhan ratusan
ribu rakyat Indonesia, yang diiringi oleh kehancuran ekonomi dan moral secara
total.
Dalam hubungan bahaya yang akan ditimbulkan oleh
Marxisme dan Komunisme atheis terhadap kaum muslimin, Iqbal telah berpesan
dalam syaimya, yang berjudul "Apakah
seharusnya Dikerjakan oleh Bangsa-bangsa Timur", antara lain berbunyi:
"Tetapi hendaklah anda jauhi
peradaban atheisme yang selalu dalam pertarungan dengan
pembela-pembela
kebenaran. Penyebar firnah itu akan tetap menyebarkan racun dan mengembalikan
Lata dan 'Uzza ke tanah suci, hingga hati jadi buta disebabkan pengaruh
pesonanya, sedang jiwa akan merana kehausan melihat fatamorgananya. Ia akan
mematikan bisikan hati, bahkan akan mencabut hati itu sendiri dari dalam dada,
tak ubahnya ia bagai pencuri yang telah terlatih, hingga berani merampok secara
terang-terangan di waktu siang bolong, dan akan meninggalkan manusia tiada
berjiwa tanpa harga." 26
Jadi, apabila kita perhatikan dengan seksama tentang
dasar keyakinan dan pandangan hidup Marxisme-Komunisme, maka penamaan
"sosialisme ilmiah" atau "komunisme ilmiah" yang sering
dipopulerkan di dalam banyak literatur dan media massa, ternyata hanya tipuan
yang memalukan dan pembodohan umat manusia. Bukti-bukti tentang kenaifan dan
kerancuan berpikir serta kontradiksi-kontradiksi yang kita ungkapkan di muka
lebih dari cukup untuk berkesimpulan demikian.
Demikian pula, apabila para intelektual muslim masih ada
saja yang berpendapat adanya kemiripan antara Marxisme-Komunisme dengan Islam,
pada dasarnya mereka itu telah termasuk golongan "yang mata-hatinya, pendengaran dan penglihatannya telah tertutup
oleh cahaya kebenaran Ilahi". Apalagi jika mereka masih mau menerima
pandangan Marxisme-Komunisme, padahal bukti-bukti telah kita ajukan baik secara
agamis, filosofis maupun ilmiah, maka mau tidak mau kita akan menempatkan
mereka sama dan segolongan dengan kaum Marxis-Komunis yang atheis.
Menempatkan orang-orang yang menganut ideologi Marxis-Komunis
--walaupun mereka masih menyatakan muslim-- pada posisi musuh-musuh Islam,
adalah merupakan keharusan; karena hal itu bertitik tolak pada ajaran Islam
dan ditopang oleh data dan fakta filosofis dan ilmiah sepanjang sejarah yang
telah dilalui oleh ideologi tersebut.
Pada pasal selanjutnya, kita akan mengungkapkan data dan
fakta sejarah tentang sikap dan tindakan golongan Marxis-Komunis terhadap Islam
dan kaum muslimin di berbagai tempat di muka bumi ini, sejak revolusi komunis
meletus di Rusia pada tahun 1917. Data dan fakta historis hanya sekadar
menopang bukti kebenaran tentang ideologi Marxis-Komunis adalah senantiasa
bermusuhan dan bertentangan diametral yang tak bisa didamaikan dengan Islam, di
sepanjang sejarah dan di semua permukaan planet bumi ini.
Karenanya, kaum muslimin yang benar-benar masih mau
membuka mata-hatinya, kita harapkan agar segera menyadari tentang bahaya dan
ancaman yang ditimbulkan oleh Marxisme-Komunisme.
Sikapnya
Terhadap Islam dan Kaum Muslimin
Diantara pengikut-pengikut Marx di Rusia, Lenin
(1870-1924) adalah teorikus yang terkemuka di samping juga politikus yang
efektif, praktis dan tangkas. Sumbangan Lenin terhadap teori komunisme,
barangkali satu-satunya sumbangan yang paling berharga yang diberikannya,
terdapat di dalam selebarannya yang berjudul "What Is To Be Done?" (1902). Sebagaimana Hitler
melahirkan secara terang-terangan kepada dunia segala rencananya dalam "Mein Kampf", dan baru
dipercaya ketika sudah terlambat, Lenin telah mengeluarkan dalam tulisannya
suatu rencana yang seksama tentang tujuan-tujuan komunis serta strategi dan
taktik untuk mencapainya. Sedianya banyak kesusahan dan kesedihan dapat
dielakkan bagi dunia andaikata buah pikiran pokok Lenin lebihluas diketahui dan
ditanggapi dengan seksama.
Satu sumbangan Lenin yang terpenting terhadap teori
Marxisme-Komunisme adalah konsepsinya mengenai "kaum revolusioner yang
profesional". Marx, yang sedikit banyaknya dipengaruhi oleh rasa hormat
abad ke-XIX terhadap kesanggupan manusia untuk berpikir buat dirinya sendiri;
berpendapat bahwa kelas pekerja akan memperkembangkan kesadaran kelasnya
secara spontan, dalam perjuangan sehari-hari untuk kehidupan ekonomi mereka;
dan bahwa pimpinan mereka untuk sebagian besar akan berasal dari lingkungan
mereka sendiri. Lenin kurang mempercayai akan kemampuan seseorang, walau orang
itu termasuk kelas pilihan, yakni proletaris. Kegiatan komunis, demikian
pendapat Lenin, harus dilakukan dengan dua cara:
Pertama; kaum pekerja
harus membentuk organisasi-organisasi buruh dengan tujuan-tujuan ekonomi
sebagai pokok, yang bekerja secara terbuka, sah dan sedapat mungkin secara
umum.
Kedua,
berdampingan dengan organisasi-organisasi semacam itu, haruslah ada
kumpulan-kumpulan kecil "kaum revolusioner profesional", yang diatur
menurut organisasi tentara dan polisi, yang paling terpilih dan seluruhnya
dirahasiakan.
Lenin tidak ambil pusing apakah kaum revolusioner
profesional ini berasal dari golongan proletar atau tidak, selama ia melakukan
pekerjaannya dengan baik. Organisasi-orgarusasi kaum revolusioner profesional
harus terpusat betul, demikian Lenin selanjutnya, dan harus senantiasa
membimbing dan mengarahkan dan mengawasi gabungan-gabungan ekonomi yang umum,
yang dipimpin oleh kaum komunis, serikat-serikat buruh, koperasi-koperasi dan
lain-lain sebagainya. Lenin terutama mengajarkan agar kaum revolusioner
profesional melakukan infiltrasi, merembes dan membentuk sel-sel dalam semua
badan-badan sosial, politik, pendidikan dan ekonomi masyarakat, baik
badan-badan tersebut berupa sekolahsekolah, gereja-gereja, serikat-serikat
buruh, maupun partai politik. Terutama sekali; Lenin menganjurkan agar kaum
revolusioner profesional merembes ke dalam angkatan perang, polisi dan pemerintahan.
Lenin juga dengan jelas sekali menerangkan bahwa kaum komunis
hendaknya melakukan kegiatan di bawah tanah, sekalipun di tempat di mana
partai-partai komunis yang sah diperbolehkan. Kesempatan-kesempatan yang sah
harus digunakan sepenuhnya, demikian Lenin; ia secara khusus menganjurkan
kepada aktivis komunis untuk bekerja melalui organisasi-organisasi front,
senantiasa mengubah nama dan petugas-petugas organisasi, tetapi selalu mengingat
tujuan akhir: merebut kekuasaan secara revolusioner.
Terutama, inti dari golongan revolusioner profesional
yang dirahasiakan harus bertanggung jawab dalam memilih dan melatih para calon
mata-mata, tukang sabot, dan agen-agen untuk kegiatan-kegiatan lainnya yang
berhubungan dengan tugas dinas rahasia (intelijen), di luar dan di dalam
negeri. Ketika nama Gerhart Eisler disebut buat pertama kalinya di Amerika
Serikat dalam tahun 1947, namanya yang sebenamya tidak diketahui; tidak saja
oleh umum, tapi juga oleh kaum komunis.
Sungguhpun demikian Eisler adalah pemimpin rahasia kaum
komunis Amerika selama bertahun-tahun dan ia bertanggung jawab atas
kegiatan-kegiatan partai yang sah dan yang tidak sah. Pemimpin resmi dari
partai tersebut Willian Z. Foster, hanya merupakan simbol yang mempunyai tugas
utama mengalihkan perhatian umum dan pemerintah dari pimpinan yang sebenarnya
dan kegiatan-kegiatannya. Ketika sebuah komplotan mata-mata terbongkar di
Kanada pada tahun 1945, dapat diketahui bahwa sejumlah komplotan rahasia
mata-mata komunis, masing-masingnya bergerak terlepas dari yang lain,
beroperasi di Kanada, di bawah pimpinan kaum revolusioner profesional, yang
kebanyakan hanya sedikit hubungannya dengan kegiatan-kegiatannya dengan partai
komunis yang resmi dan sah.
Dari kesaksian yang diberikan oleh bekas-bekas agen
komunis teranglah bahwa satu dari hal yang pertama-tama harus dilakukan oleh
seseorang calon yang hendak memasuki lingkungan dalam pimpinan komunis yang
resmi dan golongan-golongan front, berhenti membaca surat kabar partai, dan
menempuh hidup sebagai seorang borjuis tulen dan terhormat. Ada jembatan
penghubung antara partai-partai komunis yang sah dan lingkungan dalam, yaitu
mata-mata dan agen-agen dari kaum revolusioner profesional, oleh karena kadang-kadang
agen-agen itu dipilih dari lingkungan partai; akan tetapi yang paling
dikehendaki ialah bahwa kedua organisasi itu harus tetap terpisah. Oleh sebab
itu apa yang kelihatan sebagai pernimpin umum dari partai-partai komunis adalah
hanya front bagi tuan~tuan besar seperti Eisler; orang-orang yang tidak dikenal
oleh umum dan kebanyakan malahan juga tidak dikenal oleh pemimpin-pemimpin
komunis yang kelihatan, dan yang memberikan laporan langsung ke Moskow.27
Teori Lenin ini sepenuhnya pernah dipraktekkan secara
jelas oleh Partai Komunis Indonesia (PKl) semenjak mereka bangkit kernbali
tahun 1950. Kegiatan kaum revolusioner profesional yang melakukan infiltrasi ke
semua aparat sipil dan militer berhasil secara merata dan baru terbongkar pada coup de'tat kaum komunis (Gerakan
30 September PKI) pada akhir September 1965 yang gagal.
Dari data yang terungkap, semua Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, baik
Angkatan Darat, Angkatan Laut, Angkatan Udara dan Kepolisian telah kemasukan
kader-kader komunis. Dan di kalangan sipil, Partai Nasional Indonesia (PNI),
yang merupakan partai terbesar di Indonesia, dewan pimpinannya telah dikuasai
oleh kader-kader komunis; bahkan Sekretaris Jenderal PNI, Surachman, turut
memimpin pemberontakan PKI di Blitar Selatan, Jawa Timur.
Apabila kita pelajari organisasi rahasia (revolusioner professional) yang ditulis
oleh Lenin dalam bukunya ini, dan kita hubungkan dengan organisasi rahasia
Yahudi Freemasonry seperti yang telah
kita kemukakan pada pasal-pasal di muka, maka pola kerjanya adalah sama.
Karenanya kita tambah yakin bahwa komunisme secara ideologis dan teoritis
mempunyai kaitan yang erat sekali dengan gerakan Yahudi Zionisme internasional.
Selanjutnya, pelarangan terhadap partai komunis bukanlah
jaminan atau merupakan jawaban bagi persoalan bagaimana menghadapi komunis;
karena inti yang sebenamya dari pimpinan dan kegiatan komunis selalu bergerak
di bawah tanah, biarpun undang-undang mengizinkan partai-partai komunis di atas
permukaan. Dan karena sedikit banyaknya selalu ada hubungan diantara partai
yang sah dengan lingkaran-dalam dari kaum revolusioner professional, dari sudut
kontra spionase partai yang bekerja secara sah adalah satu model, biar kecil
sekalipun.
Selain dari tulisan "What
Is To Be Done?" sebagaimana diuraikan di atas, Lenin pada tahun 1904
menulis satu tulisan yang berjudul "Satu
Langkah Maju; Dua Langkah Mundur"; dalam tulisan ini Lenin untuk
pertama kali dalam sejarah Marxisme-Komunisme mengolah ajaran tentang partai
sebagai organisasi pimpinan daripada proletariat, sebagai senjata terpenting
daripada kaum proletar, tanpa itu kemenangan tidak akan tercapai. Di dalam buku
ini Lenin memaparkan dasar-dasar organisasi partai komunis.
Dalam tahun 1905, Lenin menulis lagi satu buku yang
berjudul "Dua Taktik Sosial-
Demokrasi Dalam Revolusi Demokratis", di mana Lenin memaparkan garis
baru dalam masalah hubungan antara revolusi borjuis demokrasi dan revolusi
sosialis; menguraikan teori baru tentang kekuasaan dan kekuatan di sekitar
proletariat, tentang mengakhiri revolusi borjuis untuk perpindahan langsung ke revolusi
sosialis. Buku ini memperkaya teori-teori tentang revolusi bagi Marxisme dan
meletakkan dasar-dasar untuk taktik-taktik revolusioner daripada Partai
Bolsyewik Rusia.
Pada tahun 1916, Lenin menulis tentang "Imperialisme Tingkat Tertinggi
Kapitalisme"; di sini Lenin membuat satu analisa Marxis bahwa
imperialisme adalah tingkat terakhir daripada kapitalisme yang menuju
kehancuran dan sedang sekarat; bahwa imperialisme adalah tahap terakhir
menjelang revolusi sosialis. Dalam bukunya ini, ia mengemukakan teorinya
tentang kemungkinan kemenangan sosialisme di satu negara secara sendirian. 1ni
berarti menentang teori komunis sebelumnya yang mengatakan bahwa sosialisme
hanya bisa menang apabila ada revolusi serentak di semua negeri.
Dalam tahun 1917, Lenin menulis lagi mengenai "Thesis April"; di mana ia
menetapkan bagi Partai Bolsyewik suatu rencana perjuangan yang berhasil untuk
perpindahan dari revolusi borjuis --demokratis ke revolusi-- sosialis. Dengan
rencana ini Partai Bolsyewik berhasil menggulingkan "diktator" Tsar
pada bulan Oktober 1917.
Pada tahun 1917 itu pula Lenin menulis tentang "Negara dan Revolusi", di mana
ia membentangkan tentang borjuis dari pada pandangan kaum oportunis dan anarkis
mengenai soal negara dan revolusi. Lenin menghidupkan dan mengembangkan lebih
lanjut teori Marxis tentang negara, tentang revolusi proletar dan tentang
diktator proletar, tentang sosialisme dan komunisme.
Dalam tahun 1918, Lenin menulis lagi mengenai "Tugas-rugas Segera dari Pemerintah
Sovyet", di dalam tulisan ini ia mengolah masalah-masalah pokok
daripada pembangunan sosialis, perhitungan dan kontrol dalam ekonomi nasional,
hubungan-hubungan produksi sosialis baru, peningkatan kerja, perkembangan
kompetisi sosialis, konsolidasi dan perkembangan kekuasaan proletar,
persekutuan kaum buruh dan kaum tani, dan perkembangan demokrasi proletar.
Dalam tahun 1920 Lenin menulis tentang "Komunisme Saya Kiri Suatu Penyakit
Kanak-kanak". Di dalam tulisan ini ia membentangkan peranan
internasional daripada revolusi Komunis Rusia, tentang sentralisasi yang kuat
dan tentang disiplin yang sangat keras sebagai salah satu syarat pokok untuk
memenangkan komunisme atas borjuisme, tentang pentingnya belajar dari
pengalaman revolusioner borjuis kecil. 28
Sejak meninggalnya Lenin pada tahun 1924, tidak ada
tambahan baru atau perubahan terhadap dasar berpikir Marxis-Leninis. Stalin,
yang memerintah Rusia dari tahun 1924 hingga meninggalnya tahun I953, adalah
lebih kuat dalam soal pemerintahan praktis dan kesanggupan mengorganisir
daripada dalam membuat teori-teori. Kebanyakan dari tulisannya, Stalin tidak
lain hanya merupakan ulangan dari keterangan-keterangan Marx dan Lenin, yang
disesuaikan dengan kebutuhan sewaktu-waktu pemerintahan diktatornya. Inti
kesimpulan Stalin mengenai strategi komunis jangka panjang; yang juga diikuti
oleh orang-orang yang menggantikannya sekarang ini, terdapat di dalam konsep
mengenai "Empat Ketegangan
Pokok" yang terdapat di dunia dewasa ini, yaitu:
- Ketegangan diantara kaum kapitalis dan kaum proletar
di mana-mana;
- Ketegangan diantara negara-negara imperialis dan
daerah-daerah jajahan,
- Ketegangan diantara negara-negara imperialis yang
saling bersaing;
- Ketegangan diantara negara-negara komunis dan
negara-negara kapitalis.
Konsep tentang empat ketegangan pokok ini, yang sama
sekali bukanlah sekedar merupakan latihan dalam penggolongan arti menurut
bahasa, sebab pada hakikatnya mengandung suatu rencana yang jelas bagi strategi
dan taktik komunis. Sesungguhnya tidaklah mungkin untuk membuka surat kabar
komunis dengan tidak membaca di dalamnya beberapa bukti tentang pemakaian
konsep-konsep ini oleh kaum komunis untuk soal-soal politik. 29
Selain dari itu untuk menghadapi masalah agama; kaum
komunis telah membuat satu rencana jangka panjang untuk menghabiskan keyakinan
agama bagi warganegara di tiap-tiap negara komunis. Sovyet Rusia, sebagai
negara raksasa komunis di dunia, telah menetapkan rencana penghancuran agama
di dalam undang-undangnya. Walau di dalam Undang-Undang Dasar Sovyet Rusia
pasal 124 dinyatakan antara lain: "Menjaga
kemerdekaan beragama bagi semua warganegara"; tetapi di dalam
undang-undang hukum pidananya, pasal 122, yang diterbitkan pada tahun 1938
disebutkan sebagai berikut: "…memberikan
pelajaran agama di sekolah negeri atau sekolah swasta atau badan-badan
pendidikan yang menyerupainya, maka orang-orang yang melakukannya dihukum
dengan penjara selama-lamanya setahun dengan kerja paksa".30
Khusus mengenai Islam, rencana penghancurannya dapat
kita lihat dalam Encyclopedia Sovyet
Rusia "Bolshaya Sovjet kaya
Encyclopedia", antara lain menulis:
* Agama Islam, sebagaimana agama-agama lainnya, selalu
memainkan peranan yang reaksioner, yang dilakukan oleh kelas-kelas pemeras,
sebagai satu senjata untuk menindas secara rohani kaum-kaum yang
membanting-tulang dan dilakukan oleh penjajah asing untuk memperbudak
bangsa-bangsa Timur.
* Suatu krisis ekonomi dan sosial sedang tumbuh di
kalangan suku-suku bangsa yang akibatnya ialah perkembangan agama Istam, yang
menyebarkan ketidak-adilan sosial dan ekonomi dan sistem pemerasan yang sedang
ditegakkan.
* Peninggalan yang besar dari Islam yang mula-mula ialah
Al-Qur'an, yang tercantum di dalamnya dasar-dasar dari dogma, kebudayaan dan
undang-undang Islam. Dalam mana Allah (Tuhan orang Islam) meramalkan akan
datangnya hari kiamat yang cepat, hukuman yang mengerikan dan mengancam
orang-orang munafiq yang tidak mengakuinya sebagai Raja Yang Maha Kuasa dengan
siksaan-siksaan neraka.
* Al-Qur'an yang dengan teguh dan tetap mempertahankan
perbudakan (menganggap bahwa perbudakan diciptakan oleh Allah) pemerasan,
kemiskinan dan ketidak-samaan orang-orang dalam masyarakat, menjadi sanggahan
yang terbaik dari pemalsu-pemalsu semacam itu.
* Pengikut-pengikut Muhammad mengakui Mekah sebagai kota
yang suci dan Ka'bah sebagai satu-satunya tempat suci, yang ditentukan sebagai
tempat untuk menunaikan Haji dan bahkan mereka tetap memelihara penyembahan
berhala, penyembahan batu hitam yang tertetak di Ka'bah.
* F. Engels: "Islam satu agama yang disesuaikan dengan
bangsa-bangsa Timur, terutama dengan bangsa Arab, yakni pada satu pihak dengan
penduduk-penduduk kota yang berdagang dan berhubungan, dan pihak lainnya dengan
suku-suku bangsa Baduwi yang hidup mengembara.
* Al-Qur'an melukiskan manusia itu sebagai hamba Allah
tanpa kemauan, yang wajib tawakal dan sabar serta menyerahkan diri kepada
Allah, Rasul-Nya dan kepada manusia yang memegang kekuasaan:
* Untuk memperlengkap Al-Qur'an itu, timbullah
cerita-cerita orang Islam ialah Sunnah yang terdiri dari banyak hadits-hadits
yaitu cerita-cerita yang berisi tindakan-tindakan dan putusan yang katanya
dibuat oleh Muhammad.
* Juga syari'at-syari'at yang sangat teliti mengatur
semua segi dari kehidupan seorang muslim, telah dikembangkan atas dasar Al-Qur'an
dan Sunnah.
* Di USSR, sebagai akibat dari kemenangan Sosialisme dan
hapusnya golongan-golongan yang memeras, akar-akar sosial Islam, sebagaimana
akar semua agama dibinasakan. Di USSR, Islam hidup hanya sebagai sisa-sisa dari
bentuk-bentuk dari masyarakat pemeras".31
Dalam pemilihan umum di Rusia yang diselenggarakan pada
musim rontok tahun 1917, kaum Bolsyewik (komunis) memperoleh suara kurang-lebih
seperempat dari seluruh jumlah suara. Sungguh pun jumlah ini bukan tidak
berarti; tetapi kaum Bolsyewik, disebabkan kefanatikannya dan keaktifannya
yang luar biasa, tidak mau menerima
kenyataan bahwa dalam suatu pemilihan umum yang bebas
mereka tidak dapat mengharapkan akan menang. Oleh karena itu, dalam bulan
Nopember 1917, kaum Bolsyewik merebut posisi-posisi kunci di dalam kekuasaan di
Moskow, dan dari sana revolusi dijalankan ke seluruh Rusia. Perlawanan terhadap
revolusi komunis itu timbul dengan serta-merta di berbagai bagian negeri
tersebut, dalam bentuk perang saudara yang berlangsung hingga tahun 1921.
Kerusakan-kerusakan yang ditimbulkan oleh Perang Dunia
I, diiringi oleh kehancuran yang dilakukan oleh Perang Saudara, menyebabkan
perubahan sosial tidak bisa dilaksanakan. Lenin cukup realistis untuk melihat
bahwa rakyat Rusia benar-benar akan mati kelaparan, apabila prinsip-prinsip
komunis dipaksakan pada waktu itu. Sebagai akibatnya, ia meresmikan sebuah
Politik Ekonomi Baru dalam tahun 1921 yang membolehkan hak milik perseorangari
secara terbatas. Tujuan politik ekonomi ini yang terutama adalah mempertahankan
dan menaikan tingkat produksi pertanian, bengkel-bengkel dan pabrik-pabrik
dengan jalan mempertahankan faktor-faktor pendorong kapitalis yang lama berupa
efisiensi dan keuntungan.
Pelaksanaan Politik Ekonomi Baru selama kurang lebih
tujuh tahun memberikan kesempatan bernafsu kepada Rusia, memungkinkan
pemimpin-pemimpin komunis yang berkuasa menyusun kekuatan secara efektif dan
memberikan kepada rakyat Rusia bayangan palsu sementara bahwa komunisme lebih
keras gonggongannya daripada gigitannya. Akan tetapi, dalam tahun 1928 Stalin
memutuskan bahwa waktunya telah sampai untuk mempraktekkan prinsip-prinsip
komunis, dan ia menarik kembali kelonggaran-kelonggaran oleh Lenin.
Rencana Lima Tahun Pertama, yang dimulai dalam tahun
1928, terutama bertujuan terlaksananya industrialisasi di Rusia secara cepat,
dan kedua menjadikan pertanian satu usaha kolektif. Dalam tahun 1917, awal
Revolusi komunis Rusia; banyak kaum tani yang bersimpati dengan Bolsyewik,
bukan karena teori atau ideologinya, akan tetapi karena kaum Bosyewik berjanji
untuk memberikan kepada mereka tanah yang mereka dan nenek-moyang mereka
kerjakan dan inginkan selama berabad-abad.
Banyak hal yang menyebabkan Stalin memaksakan
kolektifikasi atas kaum tani. Pertama,
penguasa-penguasa komunis merasa bahwa pertanian akan bertambah dengan jalan
mekanisasi, dan bahwa mekanisasi akan dapat lebih mudah dijalankan dengan
usaha-usaha pertanian kolektif dan besar-besaran daripada dengan usaha-usaha
pertanian kecil yang dimiliki perorangan.
Kedua, pemilihan
dan pelaksanaan usaha pertanian secara perseorangan berarti peningkatan pokok
terhadap prinsip-prinsip utama komunisme, yakni semua alat-alat produksi harus
dipindahkan menjadi kepunyaan umum. Kolektifikasi akan menyesuaikan pertanian
dengan industri, yang dari semula berkembang atas dasar pemilikan dan
penyelenggaraan oleh negara.
Ketiga, para
penguasa komunis menganggap pemilikan perseorangan atas usaha pertanian, jika
diteruskan sebagai suatu rencana langsung, politis dan psikologis, bagi politik
totaliter dari pusat. Petani bebas harus dirubah menjadi proletar pertanian
terikat, si petani harus bekerja dengan orang-orang lain, berbicara dengan
orang-orang, makan bersama dengan orang-orang lain; sehingga dengan demikian ia
dapat lebih mudah diawasi dan diatur.
Sebab lain yang mendorong kolektifikasi ialah perlunya
tenaga buruh untuk industri-industri yang baru berkembang di kota-kota; buruh
yang diperlukan hanya akan dapat diperoleh dengan jalan mekanisasi di bidang
pertanian yang dapat menghemat tenaga kerja manusia. Akhirnya, kolektifikasi
mempunyai tujuan militer penting: apabila terjadi peperangan,
pertanian-pertanian kolektif harus menjadi inti bagi perlawanan yang teratur di
belakang garis-garis pertempuran. Dalam Perang Dunia II; harapan-harapan
militer ini untuk sebagian besar terkabul: orang-orang Jerman tidak pernah
berhasil sepenuhnya menindas kegiatan-kegiatan gerilya Rusia di belakang garis
pertempuran. 32
Pelaksanaan Kolektifikasi pertanian menimbulkan
perlawanan dari kaum tani; para pembangkang ini dimasukkan ke dalam kamp-kamp
kerja paksa. Menurut para ahli saperti Dallin dan Nicolousky, menaksir bahwa
orang-orang yang dimasukkan kamp-kamp kerja paksa di Rusia, sekitar delapan
juta sampai dua belas juta orang. Seorang
anggota dari Pusat Penyelidikan Rusia dari Harvard University mengemukakan
berdasarkan statistik-statistik Rusia, diperkirakan bahwa orang-orang yang
dimasukkan kamp-kamp kerja-paksa tidak kurang dari sepuluh juta orang.
Dari sernua bukti-bukti yang dapat dipergunakan sebagai
indikasi, maka jumlah orang-orang yang dimasukkan kamp-kamp kerja paksa antara
sepuluh juta sampai lima belas juta orang. Para penguasa Rusia menyatakan bahwa
para kerja-paksa hanyalah orang-orang yang melaksanakan kejahatan. Mereka
membantah angka-angka yang dikemukakan oleh negera-negara Barat, tanpa
memberikan angka-angka resmi dari pemerintah Rusia sendiri. Apabila para
pelaku kejahatan itu saja yang dimasukkan kamp-kamp kerja-paksa, maka menurut
catatan tidak akan lebih dari 184.000 orang, jadi tidak akan mencapai lima
belas juta orang.
Perangkap-perangkap kamp-kamp kerja-paksa tersebar di
seluruh Rusia. Peta yang disiapkan oleh Komite Syarikat Pekerja Merdeka dari American Federation of Labor menunjukkan
bahwa lebih dari 170 buah kamp-kamp yang diketahui. Kamp-kamp kerja-paksa ini
berdekatan dan saling berhubungan dengan proyek-proyek pembangunan yang
terkenal, yang memerlukan jumlah kaum pekerja secara besarbesaran. Dengan
menggunakan tenaga-tenaga kerja-paksa, maka proyek-proyek industri dan
pembangunan dipacu dengan kapasitas yang tinggi, walau harus mengorbankan
manusia. Bencana dan malapetaka mengakibatkan berjuta-juta pekerja-paksa
meninggal dunia. Saksi-saksi mata yang.terdiri para pekerja-paksa yang masih
sempat selamat dari bahaya maut, menulis sendiri pengalaman-pengalaman mereka.
33
Bentuk-bentuk perlawanan kaum tani terhadap
kolektifikasi, yaitu menyembelih sebanyak mungkin ternak peliharaan, sehingga
pada akhir kolektifikasi jumlah ternak menjadi sangat berkurang. Jika jumlah
penduduk bertambah 150 juta menjadi 200 juta diantara tahun 1928-1953, maka
jumlah ternak sapi berkurang dari 33,2 juta ekor
dalam 1928 menjadi 24,3 juta ekor pada tahun 1953; dan
jumlah ternak peliharaan pada waktu itu menurun secara menyolok dari 66,8 juta
ekor menjadi 56,6 juta ekor.
Tambahan pula, harga-harga yang rendah yang dipaksakan
oleh pemerintah atas hasil-hasil pertanian mendorong banyak kaum tani untuk
menanam gandum sedikit mungkin dalam tahun-tahun pertama kolektifikasi,
akibatnya kelaparan di mana-mana di Rusia, terutama di Ukraina, dimana
perlawanan kaum tani diperkuat dengan unsur nasionalisme.
Setelah Perarig Dunia II, regim Komunis Rusia, ingin
maju selangkah lagi dengan menggabungkan pertanian-pertanian kolektif,
sehingga dengan demikian terbentuklah kota-kota pertanian. Akan tetapi kaum
tani kembali mengadakan perlawanan, dan kali ini mereka lebih berhasil dari,
tahun-tahun 1929-1933; walaupun beribu-ribu pertanian kolektif berhasil dilebur
menjadi gabungan-gabungan kolektif yang sangat besar, rencana tersebut secara
keseluruhan dilepaskan.
Setelah Stalin meninggal pada tahun I953,
pemimpin-pemimpin Rusia, mulai dari Kruschov ke bawah, mengakui di depan umum
bahwa politik agraris komunis Rusia telah gagal, dan bahwa pertanian Rusia
tidak sanggup memberi makan dengan cukup penduduknya.
Secara psikologis petani Rusia tidak berubah menjadi
proletar, seperti yang direncanakan oleh penguasa-penguasa komunis Rusia. Pada
tahun-tahun sehabis Perang Dunia II, beribu-ribu kaum tani Rusia dikirim ke
Jerman dari daerah-daerah pendudukan Jerman sebagai tenaga buruh paksa untuk
usaha-usaha perang Nazi, tetap tinggal di Jerman dan di negara-negara Eropa
lainnya, dan menolak untuk kembali pulang setelah mereka melihat penghidupan di
negeri-negeri Barat. 34
Perubahan ekonomi di Rusia telah gagal dalam
menyelesaikan persoalan keadilan sosial, padahal perubahan itu mula-mula
diadakan seakan-akan untuk maksud tersebut. Selama limabelas tahun pertama
berdirinya regim komunis Rusia telah mengadakan perubahan untuk mengurangi
perbedaan hingga tingkat yang sedang, akan tetapi dari
pertengahan tahun 1930 hingga selanjutnya, dengan
dimulainya "zaman baru" berupa penyingkiran-penyingkiran dari
sisa-sisa penguasa sebelumnya, dengan politik komunisme yang baru, upah lebih
didasarkan atas hasil pekerjaan daripada atas ukuran pembayaran sejam yang
ditetapkan sebagai standard suatu politik upah yang telah ditentang oleh
serikat-serikat buruh di negara-negara bebas selama dua generasi, sebagai
suatu regim pengisap yang keluar batas kemanusiaan.
Seruan kapitalis yang telah ditinggalkan zaman yaitu
agar produksi yang lebih tinggi diimbangi dengan penghasilan-penghasilan yang
lebih tinggi, tetap dipakai oleh regim komunis dengan memberi cap
"perlombaan sosial", dan kaum pekerja digerakkan terus untuk mencapai
produk yang maksimal dengan semboyan "politik Stakhanovisme", yaitu
mengambil nama seorang pekerja tambang batu-bara yang bernama Stakhanov.
Sementara perhatian penguasa komunis pada mulanya ditujukan kepada soal-soal
distribusi, politik ekonomi Rusia dalam praktek memusatkan perhatian pada
produksi. Dorongan penghasilan yang lebih tinggi dan bukan pelayanan terhadap
masyarakat, telah menjadi daya tarik yang utama dari politik sosial dan
ekonomi Rusia, dan falsafah mengenai persamaan ditertawakan dan dianggap
sebagai "warisan borjuis kecil".
Menurut propaganda resmi Rusia, persoalan kelas-kelas
sosial telah diselesaikan dalam masyarakat Rusia, sebab dari sudut pandangan
Marxis, tidak mungkin ada kelas kecuali atas dasar hak-milik perseorangan atas
alat-alat produksi.
Teori dan propaganda komunis yang demikian ternyata
salah dan fakta-fakta yang terungkap di Rusia menjadi bukti. Di Rusia paling
kurang ada 4 kelas yang berbeda, yaitu:
1. Dalam
golongan pertama yang berjumlah beberapa ratus ribu keluarga, atau kira-kira
sejuta orang; terdiri atas:
a. pegawai-pegawai
pemerintah tertinggi,
b. pemimpin-pemimpin
partai,
c. opsir-opsir
militer,
d. pemimpin-pemimpin
industri,
e. ahli-ahli
ilmu pengetahuan,
f. kaum artis
dan pengarang;
2. Golongan
kedua terdiri dari:
a. Pegawai-pegawai
sipil dan militer tingkat menengah,
b. Pemimpin-pemimpin
pertanian kolektif
c. Beberapa golongan
pekerja dan tehnisi yang cakap di lapangan industri.
Golongan ini merupakan
kelas-kelas dan berjumlah kurang lebih dua sampai tiga juta keluarga;
3. Golongan
ketiga terdiri dari sebagian terbesar penduduk, massa kaum pekerja dan petani,
yang berjumlah lebih dari 40 juta keluarga;
4. Golongan
keempat meliputi kaum pekerja-paksa yang berjumlah jutaan orang.
Yang istimewa dari susunan lapisan kehidupan sosial di
negara komunis ialah kesenjangan penghasilan diantara berbagai kelas senantiasa
bertambah jauh, sementara hal ini senantiasa bertambah sempit di negara-negara
bebas. Tabel di bawah ini menunjukkan tentang perbandingan skala gaji tentara
Rusia dan Amerika Serikat.
Perbandingan skala
gaji dalam Angkatan Darat Rusia dan Amerika Serikat.
(Gaji pokok = gaji
prajurit II = l).
Pangkat
|
Rusia
|
Amerika
|
Prajurit II
|
1
|
1
|
Prajurit I
|
1,5
|
1,2
|
Kopral
|
3
|
1,4
|
Sersan
|
4,3
|
1,8
|
Sersan Mayor
|
9
|
2,4
|
Letnan Dua
|
16
|
2,6
|
Letnan Satu
|
19
|
3,1
|
Kapten
|
24
|
3,8
|
Mayor
|
30
|
4,6
|
Kolonel
|
45
|
6,9
|
Brigadir Jenderal
|
--
|
9,3
|
Mayor Jenderal
|
68
|
11,2
|
Letnan Jenderal
|
81
|
11,2
|
Jenderal
|
96
|
11,2
|
Marsekal
|
114,3
|
15,2
|
Ketidak-samaan yang senantlasa meningkat diantara dan
dalam lingkungan kelas-kelas di negara-negara komunis, merupakan salah satu
sumber dari timbulnya kekacauan dan pemberontakan, seperti yang terjadi di
Polandia dan Jerman Timur pada tahun 1953. 35
Kekejaman yang dilakukan oleh regim komunis Rusia
terhadap berjuta-juta petani dalam kamp-kamp kerja-paksa, juga dialami oleh
berjuta juta kaum muslimin yang dapat ditaklukannya. Sebagaimana kita ketahui
bahwa bersamaan dengan pemberontakan kaum Botsyewik (komunis) pada bulan
Nopember 1917 untuk menumbangkan regim Tsar Rusia, maka umat Islam yang selama
ini berada di bawah kekuasaan Tsar pun melakukan pemberontakan dan membentuk
pemerintahan sendiri. Ketika kaum Bolsyewik berhasil menumbangkan regim Tsar,
penguasa komunis Rusia yang baru berkuasa itu telah berusaha menipu umat Islam.
Lenin sebagai pemimpin regim komunis yang baru berkuasa telah mengeluarkan
seruannya kepada umat Islam, yang antara lain berisi:
- Kaum muslimin jangan merasa takut terhadap regim
komunis Rusia yang baru berkuasa;
- Regim Komunis Rusia tidak akan melakukan ekspansi ke
negeri-negeri Islam;
- Regim Komunis Rusia mengharapkan bantuan dari
negara-negara Islam;
- Regim Komunis Rusia mengulurkan tangan untuk menjalani
hubungan persahabatan dengan negara-riegara Islam.
Salah satu bentuk seruan regim Komunis Rusia yang
dikeluarkan pada tanggal 15 Desember 1917 dan ditanda-tangani bersama Lenin dan
Stalin, berbunyi sebagai berikut: "Wahai
kaum muslimin! Adat-istiadatmu, kebiasaanmu, lembagamu, pendidikanmu,
sekolah-sekolah kebanggaanmu, adalah bebas dari segala sifat permusuhan. Kamu
telah menyusun kehidupan nasionalmu dalam suatu pemerintahan yang didasarkan
atas kebebasan dan kemerdekaan. Hal yang demikian itu sesungguhnya hakmu yang
penuh. Percayalah, hanya kaum Bosyewik yang membelamu. Dan berhak mengadakan
pembelaan itu adalah semua rakyat Rusia. Oleh karena itu bantulah revolusi dan
tolonglah pemerintah Bolsyewik. Wahai kawan-kawan, dengan mengibarkan bendera
kita, kita hanya berniat membuktikan kepada rakyat-rakyat yang tertindas,
lambang kebebasan dan kemerdekaan. Wahai kaum muslimin, kami menunggu bantuanmu
berupa moral dan material"
Seruan perdamaian dan persahabatan ini dijadikan tameng
dan perisai untuk menutupi rencana ekspansi regim komunis Rusia ke
negara-negara Islam. Sesuai dengan teorinya, Lenin telah mengirimkan
kader-kader komunis ke negara-negara Islam untuk melakukan gerakan komunis,
baik secara terbuka maupun tertutup di bawah permukaan. Kader-kader komunis
muda melakukan infiltrasi ke dalam organisasi-organisasi pergerakan Islam, yang
saat itu terpecah menjadi dua kelompok. Pertama,
kelompok sekuler model Barat yang dipimpin orang-orang intelektual dan
berpendidikan Barat.
Kedua, kelompok
fundamentalis yang dipimpin oleh para ulama. Infiltrasi kader-kader komunis
berhasil menguasai sebagian dari kelompok pertama. Saat itu kader-kader komunis
membentuk organisasi-organisasi buruh dan tani dengan rnemakai nama Islam atau
kedaerahan, dalam usaha menguasai kaum buruh dan kaum tani. Organisasiorganisasi
boneka komunis ini melakukan bentrokan-bentrokan fisik dengan kaum muslimin,
sehingga memperlemah pemerintahan Islam yang baru berdiri itu.
Dalam kondisi yang demikian, maka pada bulan April 1918,
Lenin mengeluarkan perintah kepada Angkatan Bersenjata Rusia untuk menyerbu
negara-negara Islam. Pesawat-pesawat tempur, kendaraan lapis baja menghujani
bom-bom dan mengepung negara-negara Islam seperti Republik Islam Idil-Ural di
Kaukasus Utara, Republik Islam Khakan, Krimea dan Turkistan. Pada akhir tahun
1918, pemyerbuan tentara komunis Rusia ini berhasil menguasai negara-negara
Islam tersebut kecuali Krimea.
Kemudian dalam tahun 1919 Republik Islam Alaska Ardo di
Orenburg jatuh ke tangan pasukan komunis Rusia, yang disusul degan takluknya
Republik Krimea pada awal tahun 1920. Pada tanggal 27 April 1920 pasukan
komunis Rusia menyerbu dan menguasai Republik Islam Azerbaijan dan Republik
Islam Khiva di Turkistan Timur. Dalam tahun 1921 pasukan tentara komunis Rusia
melanjutkan penaklukannya ke negeri Republik lslam Bukhara, yang daerahnya
berbatasan dengan Arghanistan. 36
Setelah penyerbuan dan penaklukan, penguasa regim
komunis Rusia melakukan tindakan pemusnahan umat lslam dari negeri-negeri
Islam. Republik Islam Idil-Ural yang berpenduduk kurang lebih 4.000.000 jiwa,
berdasarkan dekrit regim komunis tertanggal 23 Februari 1944, telah menangkap
1.350.000 orang umat Islam dan membuangnya ke daerah Siberia dengan melakukan
kerja-paksa. Nasib yang sama juga dialami oleh umat Islam Azerbaijan. Dan yang
paling menyedihkan lagi adalah nasib umat Islam dari Republik Islam Krimea,
yang semula berjumlah 5.000.000 jiwa, sekarang tinggal hanya 400.000 orang saja
lagi. Kebanyakan dari mereka yang hilang itu, disebabkan oleh pembunuhan massal
yang dilakukan oleh regim komunis Rusia, dibuang di kamp-kamp kerja-paksa.
Sejumlah 90.000 buah masjid, mushalla dan madrasah yang dijadikan
kandang-kandang hewan, gedung-gedung bioskop, klab-klab malam, warung-warung
kopi dan minuman keras, panggung-panggung sandiwara, gudang-gudang peluru dan
mesiu. Dan ada yang sengaja diruntuhkan dan dihancurkan, sehingga sulit untuk
menemukan bekas-bekasnya. 37
Penyiksaan dan pembunuhan yang dilakukan oleh penguasa
komunis Rusia terhadap umat Islam; sebagaimana diterangkan oleh Sekretaris
Jenderal Turkistan Timur, antara lain sebagai berikut:
01. Menancapkan
paku-paku panjang ke kepala sehingga sampai masuk ke otak;
02. Menggunakan
orang-orang tawanan (tahanan) sebagai sasaran-sasaran peluru dalam pelajaran
menembak bagi pasukan tentara komunis (merah);
03. Memasukkan para
tahanan ke dalam sel-sel tahanan tanpa diberi makan, minum, udara dan lampu
sampai mati;
04. Membakar tawanan
dan orang-orang hukuman setelah mereka disiram dengan bensin;
05. Meletakkan topi
baja ke kepala para tahanan, kemudian diberi aliran listrik, sehingga mata
tercabut keluar;
06. Mengikat kepala
para tahanan di satu kendaraan dan kakinya di kendaraan yang lain, kemudian
kedua kendaraan itu dijalankan ke arah yang berlawanan, sehingga tubuh orang
tahanan tersebut menjadi terpotong-potong;
07. Membakar seluruh
tubuh para tahanan dengan menggunakan besi panas membara;
08. Menuangkan minyak
yang sedang mendidih ke tubuh para tahanan;
09. Mencocokkan paku-paku
dan jarum jarum ke seluruh tubuh para tahanan;
10. Menyiksa kemaluan
para tahanan;
11. Kuku-kuku para
tahanan dicabut sampai copot dengan menggunakan tang-tang besi;
12. Orang-orang
tahanan dipaksa tidur dengan telanjang bulat di atas balok-balok es dengan suhu
40 derajat di bawah nol;
13. Sebuah kunci
dililitkan ke dalam rambut kepala para tahanan kemudian kunci itu diputar
sekuat-kuatnya sehingga kulit kepala menjadi terkelupas seluruhnya;
14. Tubuh para tahanan
disikat dengan sikat besi yang tajam, kemudian disiram spiritus;
15. Setetah tubuh para
tahanan diikat kuat-kuat, maka dituangkanlah kaustik soda ke dalam mulut,
hidung dan telinga;
16. Tangan para
tahanan diikat ke belakang, kemudian sebuah batu karang besar dihimpitkan ke
punggungnya;
17. Tangan para
tahanan diikat dengan tambang, kemudian digantung selama sehari-semalam atau
lebih;
18. Tubuh para tahanan
dipukul dengan paku tajam secara terus-menerus sampai tubuhnya bermandikan
darah;
19. Menyayat dengan
pisau atau pedang tubuh para tahanan;
20. Jari tangan dan
jari kaki para tahanan dijahit menjadi satu. 38
Selanjutnya, invasi yang dilakukan oleh pasukan tentara
komunis Rusia tidak hanya terbatas kepada negeri-negeri Islam, tetapi juga
dilakukan ke negeri-negeri tetangganya yang beragama Kristen. Sejak pecah
Perang Dunia II dalam bulan September 1939, Rusia telah merampas daerah-daerah
beiikut ini:
01. Polandia Timur;
02. Korelian
Finlandia;
03. Lithuania;
04. Latvia;
05. Estonia;
06. Bessarabia dan
Bukovia (Rumania);
07. Moldavia (Rumania);
08. Petsamo
(Finlandia);
09. Daerah
Koeningsberg (Jerman Timur);
10. Karphato - Ukraina
(Cekoslovakia);
11. Sachalin Selatan
(Jepang);
12. Kepulauan Kuril
(Jepang); 39
Watak ekspansionis dan sadisme bukan hanya dimiliki oleh
diktator fasis Hitler, ternyata pula dipunyai oleh diktator proletar Stalin.
Fakta-fakta yang terungkap di muka merupakan bukti-bukti yang tak dapat
dipungkiri, Stalin yang menjadi pimpinan diktator proletar Rusia sejak
1924-1953 telah menjadi diktator seutuhnya, sehingga teman-temannya terdekat
merasa terancam kehidupannya. Pidato rahasia Krushchov, setelah kematian Stalin
merupakan fakta yang dapat berbicara sendiri. Pidato Krushchov tersebut antara
lain berbunyi:
"Kadang-kadang
terjadi, demikian kata Bulganin, bahwa seseorang teman datang kepada Stalin, ia
tak tahu kemana ia akan dikirim setelah itu, ke rumah atau ke penjara.
Bukanlah suatu yang tidak mungkin, bahwa bila Stalin masih agak lama berkuasa,
saudara Molotov dan Mikoyan mungkin tidak dapat hadir di sini dan berpidato
dalam Kongres ini. Dalam keadaan semacam ini para pahlawan yang telah jatuh
menjadi korbari karena kekejaman Stalin jumlahnya sangat banyak. Dengan kode
alis yang dinaikkan oleh Stalin terhadap seseorang tahanan, berarti hukuman
mati buat orang tahanan tersebut. Stalin, kelihatannya mempunyai rencana untuk
membunuh semua anggota lama dari Politbiro"40
Dalam bagian lain dari pidato Krushchov itu mengatakan: "Stalin bertindak tidak karena
alasan-alasan yang kuat, tidak untuk suatu penjelasan tertentu, tidak dengan
kerjasama rakyat, tetapi bertindak dengan memaksakan konsepsinya dan semua
orang harus tunduk kepada pendapat-pendapatnya… Dari tahun 1935 sampai tahun
1938
Stalin telah
menjalankan penindasan massal melalui alat-alat negara…, pertama-tama ditujukan
kepada orang-orang yang dianggapnya lawan politik Lenin, seperti Trotsky dan
Zinoviev dan juga golongan Bukharin, yaitu sebelumnya telah tersingkir dari
lingkungan elit kekuasaan, kemudian memburu tokoh-tokoh komunis yang jujur.
Apakah perlu mereka dibasmi? Kami percaya dan yakin, jika Lenin masih hidup,
pembantaian terhadap mereka itu, sebagaimana dilakukan Stalin, tidak perlu
terjadi, Stalin yang mempergunakan kekuasaan tak terbatas, mengizinkan dirinya
sendiri untuk melakukan tindakan-tindakan di luar batas kemanusiaan dengan
mengatas-namakan Komite Pusat Partai Komunis tanpa menanyakan pendapat Komite
atau Politbiro tersebut. Dari 140 anggota dan kandidat Komite Pusat Partai
Komunis yang dipilih dalam Kongres ke-17 pada tahun 1934, sejumlah 98 orang
yang berarti 70% dari jumlah anggota dan kandidat Komite Pusat, telah dibunuh
dan dipenjarakan terhadap dirinya…, ia memperlihatkan kesombongan yang luar
biasa. Dalam menulis auto biograpinya, Stalin senantiasa menggunakan kata-kata
dan kalimat-kalimat yang memuji dirinya sendiri. Bahkan ia secara
terang-terangan menyatakan bahwa ia tidak akan membiarkan usaha-usahanya
dihambat atau dihalang-halangi".41
Watak ekspansionis dan sadisme yang diperankan oleh
diktator Stalin, sebenarnya merupakan watak dari semua diktator proletar
komunis di mana-mana di muka bumi ini. Republik Islam Turkistan Timur yang
berpenduduk 13 juta jiwa/orang, pada tahun 1949 telah dicaplok oleh penguasa
komunis Republik Rakyat Cina (RRC) di bawah pimpinan Mao Tse Tung, dan merubah
nama daerah muslim tersebut menjadi "Singkiang". Komposisi penduduk
di Turkistan Timur (Singkiang) secara radikal berubah semenjak regim komunis
Cina menjajah negeri itu dengan jalan memindahkan orang-orang Hans Cina komunis
ke tempat tersebut. Perubahan komposisi penduduk semenjak tahun 1949 sampai
dengan 1983 dapat dilihat di bawah tabel ini:
Kelompok
Etnis
|
1949
|
1983
|
Uighur
(Muslim)
|
75%
|
46%
|
Kazaks
(Mislim)
|
10%
|
6%
|
Turkis
(Mislim)
|
5%
|
1%
|
Hans
(Cina non Muslim)
|
5%
|
45%
|
Dugans
(Cina Muslim)
|
3%
|
1%
|
Lain-lain
|
2%
|
1%
|
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa penduduk muslim
menurun secara drastis dari 90% pada tahun 1949 menjadi 45% pada tahun 1953,
sementara penduduk Cina Hans (non muslim) bertambah dengan pesat dari 5% pada
tahun l949 menjadi 45% pada tahun 1983. Jumlah ini akan meningkat terus, karena
regim komunis Cina terus-menerus memindahkan penduduk Cina Hans ke daerah ini.
Methoda untuk melenyapkan umat Islam di Turkistan Timur,
meniru metoda yang dilakukan oleh regim komunis Rusia. Para pemimpin politik
dan agama ditangkap, dimasukkan ke kamp-kamp kerja-paksa atau dibunuh. Seluruh
posisi-posisi pemerintahan dikuasai oleh Cina Han yang komunis. Pada masa
kampanye tentang "Commune",
tanah-tanah penduduk dirampas, malahan simpanan persediaan pangan yang ada
juga dirampok oleh pemerintah komunis serta pasar-pasar ditutup. Kaum muslimin
dipaksa bekerja untuk "commune"
di bawah pengawasan petugas partai komunis yang kejam dan sadis. Jam kerja
rata-rata antara 8-10 jam sehari dengan upah yang sangat murah. Mereka yang
dianggap membangkang ditangkap dan dimasukkan ke kamp-kamp kerja-paksa.
Usaha-usaha untuk melenyapkan agama Islam di Turkistan
Timur, tetah dilakukan oleh regim komunis Cina secara sistimatis, dan memuncak
pada masa "revolusi keaudayaan" model Mao Tse Tung yang dilakukan
dalam tahun 1966-1967.Tindakan-tindakan pelenyapan Islam, antara lain:
1. Menutup masjid-masjid di seluruh desa Turkistan
Timur;
2. Masjid-masjid dan lembaga-lembaga Islam yang ada di
kota-kota diambil alih oleh pemerintah komunis dan dijadikan kantor partai
komunis, asrama, rumah-rumah potong hewan dan lain-lain;
3. Mahkamah Qadhi yang didirikan sejak tahun 1933-1934
semasa Republik Islam Turkistan Timur berkuasa, diubah dan digantikan menjadi
Pengadilan Rakyat;
4. Semua kitab suci Al-Qur'an dan Al-Hadits serta semua
buku-buku agama dimusnahkan;
5. Pendidikan agama Islam di sekolah dilarang;
6. Huruf Arab yang selama ini menjadi huruf resmi kaum
Muslimin diganti dengan huruf Cyriclic dan Latin;
7. Para imam masjid ditangkap, dimasukkan ke kamp-kamp
kerja paksa dan atau dibunuh.
Selama regim komunis Cina berkuasa di kawasan ini,
tercatat tidak kurang 360.000 muslim yang telah dibunuh; lebih dari 100.000
muslim dipaksa pindah ke Turkistan Barat dan 504.000 muslim yang dikirim ke
sepuluh tempat kamp-kamp kerja-paksa. 42
Apabila negara-negara Kristen Barat seperti Inggeris,
Perancis dan Amerika Serikat telah menciptakan negara boneka Israel di dunia
Islam di Timur Tengah, maka regim komunis Rusia telah pula menciptakan negara
boneka komunis di Afghanistan sejak tahun 1972, dan menjadi pusat pembantaian
kaum muslimin di Asia.
Pada tahun 1953, Dhahir Shah, Raja Afghanistan
mengangkat sepupunya, Muhammad Daud memangku jabatan Perdana Menteri, yang
merangkap jabatan Menteri Pertahanan dan Luar Negeri. Daud adalah kader
komunis, yang dibina oleh Rusia bersama-sama Taraki, Hafidullah dan Babrak
Kamal. Daud menjabat Perdana Menteri selama sepuluh tahun sampai saat ia
metakukan coup de'tat pada butan Juli
1972, menjungkirkan raja Dhahir Shah. Coup
de'tat yang sepenuhnya didalangi regim komunis Rusia, bertugas untuk
mendirikan negara boneka komunis Rusia di Afghanistan.
Masa jabatan Daud sebagai pimpinan tertinggi regim
komunis Afghanistan berjalan sejak Juli 1972 sampai 27 April 1978, dianggap
oleh Rusia kurang berhasil, walau telah mampu membantai 600 orang tokoh-tokoh
Islam. Sebab perlawanan kaum muslimin, yang mula-mula dipimpin oleh Prof.
Gholam Muhammad Niazi dan kemudian dilanjutkan oleh tokoh-tokoh muda Islam seperti
Burhanuddin Rabbi, Abdu Rabbi Rasuli Sayaf, Hikmat Yar dan Habibur Rahman,
makin meluas dan merakyat, yang digerakkan oleh satu organisasi yang bernama "Jam'yah al-Islamiyah", yang
kemudian berubah menjadi "Al Hizbul
Islam", yaitu gerakan bersenjata.
Dengan alasan itu, Rusia mendongkel Daud dengan
membantainya bersama-sama keluarganya, dan mengangkat Taraki sebagai pimpinan
tertinggi regim komunis Afghanistan pada bulan April 1978. Untuk membuktikan
kesetiaannya kepada Rusia, Taraki mengeluarkan undang undang yang sangat
bertentangan dengan hukum Islam, yang telah berlaku beratus-ratus tahun;
membunuh 15.000 kaum muslimin, merampas harta benda kaum muslimin,
menggantikari pendidikari agama di sekolah-sekolah dan perguruan tinggi dengan
ajaran komunis. Rakyat diwajibkan untuk mengikuti penataran-penataran mengenai
komunisme.
Tindakan dan kekejaman Taraki mengundang reaksi keras
kaum muslimin Afghanistan. Ulama mengeluarkan fatwa: "Mengutuk dan mengkafirkan Taraki, serta mewajibkan perarig
(jihad) melawan kekuasaannya dan menggulingkannya".
Fatwa ulama menimbulkan semangat jihad yang luar biasa
sehingga seluruh umat lslam Afghanistan bangkit untuk melawan regim komunis
Taraki dan Rusia. Dengan fatwa ulama ini kaum muslimin merebut daerah Herat.
Daerah ini kemudian dijadikan tempat Muktamar umat Islam Afghanistan, yang
dihadiri tidak kurang dari 100.000 kaum muslimin. Di saat muktamar berlangsung,
regim komunis Taraki menyerbu dengan menggunakan kekuatan militer maksimal,
darat dan udara, dan berhasil membunuh 30.000 umat lslam.
Tragedi Herat ini tidak mematahkan semangat dan
perlawanan kaum muslimin, malah menambah tingginya ruhul jihad, sehirigga
banyak dari tentara Taraki, seperti Brigade Zabie,. Brigade Amir, dan Brigade
Nahrain membelot dan bergabung dengan para mujahidin.
Dengan bergabungnya tentara ke dalam pasukan mujahidin
bertambah kuatlah perlawanan kaum muslimin dalam menghadapi regim komunis
Taraki.
Taraki berusaha menekan dan menghancurkan pasukan
mujahidin dengan jalan membantai 200.000 kaum muslimin, tetapi perlawanan malah
tambah menjadi-jadi. Akibatnya Rusia menyingkirkan Taraki yang dianggapnya tak
mampu mengendalikan keadaan, dan menggantikannya dengan Hafidullah Amin.
Amin membuat perjanjian kepada umat Islam, bahwa
pembantaian kepada umat Islam akan dihentikan. Janji Amin ini untuk sementara
dapat meredakan keadaan, tetapi tiga bulan kemudian pasukan mujahidin bangkit
kembali secara intensif menghancurkan regim komunis Amin. Bersamaan dengan itu
tentara komunis Rusia sebanyak 100.000 orang pada tanggal 27 Desember 1979,
melakukan invasi ke Afghanistan menggulingkan regim Hafidullah Amin dan
menggantikannya dengan Babrak Kamal. Walau Rusia telah mengerahkan 100.000
tentaranya untuk menumpas pasukan mujahidin, ternyata tidak mampu dan tidak
berhasil, malah pasukan mujahidin tambah hari tambah kuat. Padahal Rusia tiap
hari tetah mengeluarkan biaya antara 40-60 juta dollar Amerika.
Dalam kondisi demikian, akhirnya Rusia mengajak Amerika
Serikat untuk merundingkan masalah Afghanistan, agar Rusia bisa keluar dari
sana dengan selamat dan terhormat, dan mereka tidak menginginkan pasukan
mujahidin memegang tampuk kekuasaan di Afghanistan. Kerjasama Rusia dan Amerika
Serikat menelorkan kesepakatan bahwa Raja Dhahir Shah, boneka Amerika Serikat,
yang pemah digulingkan oleh Daud, yang sekarang berada di Roma, boleh kembali
berkuasa. Keputusan Rusia-Amerika Serikat ini disampaikan kepada Dhahir Shah di
Roma, dan serentak ia mengadakan konferensi pers, serta berucap: "Mujahidin Afghanistan mengundang saya
untuk bertahta lagi di Afghanistan". Tetapi keterangan pers Dhahir
ini langsung dijawab oleh Sayyaf, pimpinan pasukan mujahidin Afghanistan,
dengan kata-kata: "Kami akan sambut
kedatangan Dhahir di lapangan terbang dan langsung akan kami penggal
kepalanya".
Untuk menghadapi strategi dan taktik Rusia-Amerika
Serikat dalam melumpuhkan pasukan mujahidin, maka pada tanggal 9 Sya'ban
1402/22 Mei 1983, pimpinan-pimpinan dari tujuh organisasi perlawanan umat
Islam, yaitu:
1. Al Ittihad al Islami: pimpinan Saiyaf;
2. A1 Hizbul Islam: pimpinan Hikmat Yar;
3. A1 Jam'iyah al Islami: pimpinan Rabbani;
4. Al Hizbul Islam: pimpinan Yunus Khalis;
5. Jabhat al Inqilab al Islami: pimpinan Rafi'ullah;
6. Jabhat al lnqilab al Islami: pimpinan Nashrullah;
7. Jabhat Najati Mali : Pimpinan Muhammad Mei,
Mereka memfusikan organisasi-organisasinya menjadi satu
organisasi tunggal yaitu "Persatuan Mujahidin Islam Afghanistan"
dengan pimpinan Abdu Rabbani Rasul Saiyaf sebagai Ketua Umum dan Komandan
Tertinggiriya. 43
Sebagai gambaran kemajuan pasukan Mujahidin dalam
menghadapi regim komunis Afghanistan dan Rusia, seperti yang dilaporkan Biro
Kebudayaan Persatuan Mujahidin Islam Afghanistan, tercatat bahwa hasil
pertempuran antara pasukan Mujahidin melawan tentara komunis Afghanistan dan
Rusia selama satu tahun saja yaitu Oktober 1981 sampai Oktober 1982, adalah
sebagai berikut:
1. Pasukan
Mujahidin melancarkan serangan sebanyak 824 kali dengan kerugian di pihak
Mujahidin:
a. sejumlah
1.856 mujahidin menjadi syuhada;
b. sejumlah
391 mujahidin menderita tuka-luka.
2. Pasukan
tentara komunis Afghanistan dan Rusia melancarkan serangan sebanyak 149 kali
dengan kerugian di pihaknya:
a. sejumlah
2.048 buah kendaraan lapis baja hancur;
b. sejumlah
1.128 buah kendaraan militer hancur;
c. sejumlah
33.129 tentara Afghanistan dan Rusia mati terbunuh;
d. sejumlah
1.272 tentara luka-luka;
e. sejumlah
2.289 tentara tertawan;
f. sejumlah
772 pucuk senjata hancur;
g. sejumlah
3.692 pucuk senjata dirampas oleh pasukan Mujahidin;
h. sejumlah 18
buah kendaraan lapis baja yang masih utuh dan baik dirampas pasukan Mujahidin;
i.
sejumlah 58 buah kendaraan miiiter dalam keadaan
baik dirampas oleh pasukan Mujahidin. 44
Walaupun kekalahan demi kekalahan telah dialami oleh
pasukan komunis Afghanistan dan Rusia, tetapi regim komunis Moskow terus
mengirimkan pasukannya ke Afghanistan, sehingga sekarang ditaksir telah
mencapai 200.000 orang. Dengan sistem bumi hangus, mengakibatkan kaum muslimin
Afghanistan banyak yang mengungsi ke Pakistan dan diperkirakan tidak kurang
dari sejumlah 3.000.000 orang; sedangkan yang mengungsi ke Iran lebih dari
1.000.000 orang. Nasib 4.000.000 pengungsi Afghanistan yang merupakan jumlah
pengungsi terbesar di dunia; adalah sangat menyedihkan dan mengharukan.
Kondisi militansi pasukan mujahidin Afghanistan terlihat
dari ungkapan pasukan tentara komunis Rusia yang berbunyi: "Bangsa Afghanistan tidak bisa mati;
upaya kami untuk menumpas mereka sulit sekali". Tetapi sebaliknya
pernyataan pasukan Mujahidin berkata dengan lantang: "Senjata Rusia tak dapat menghabisi dan tak mampu mengalahkan
kami". Dr. Abdullah Azam dalam wawancaranya dengan para Mujahidin,
dari anak yang berumur 11 tahun sampai kakek-kakek berumur 104 tahun,
berkesimpulan bahwa keyakinan dan ruhul jihad begitu tinggi untuk berjuang
menegakkan hukum Allah tegak di bumi Afghanistan dan bersedia mengorbankan
segala-galanya termasuk jiwa dan raga.
Oleh karena itu, tidak aneh apabila ada seorang pengamat
Barat, berkebangsaan Amerika, berucap di TV Amerika Serikat sebagai berikut: "Bangsa Afghanistan akan menang melawan
Rusia, kemudian pengaruh Islam akan melanda Rusia, kemudian Eropa dan Amerika.
Setelah itu Amerika, Rusia dan Eropa akan beraliansi menghadapinya".
Barangkali memang sulit untuk menjumpai suatu bangsa
seperti Afghan, yang mempunyai watak sederhana, kemahiran perang merupakan
kepandaiannya, hidup keras dan terhormat menjadi kebiasaannya. Para ahli perang
Barat hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala melihat banyaknya rakyat muslim
Afghanistan yang bersedia menjadi pasukan mujahidin; karena sekitar l.000.000
orang tanpa gaji dan jaminan hidup, mampu hidup dengan makan buah-buahan hutan
dan daun-daunan selama berbulan-bulan, sambil memanggul senjata, menyerang
musuh, mempertahankan jiwa dan membelinya dengan mati syahid.
Dalam medan pertempuran yang dahsyat dan kejam, karena
tentara Komunis Rusia mengerahkan semua persenjataan yang mutakhir, pasukan
Mujahidin Afghanistan, hampir tak pemah meninggalkan shatat malam, bermunajat
kepada Allah; luar biasa!
Oleh sebab itu pasukan Mujahidin senantiasa mendapatkan
pertolongan Allah SWT yang apabila dianalisa secara rasional tidak mungkin
terjadi. Mana mungkin pasukan Mujahidin, yang semula hanya terdiri dari
beberapa ratus orang dengan persenjataan yang sangat sederhana mampu menghadapi
tentara regim komunis dari sejak Daud (1972) yang ditopang sepenuhnya oleh
tentara komunis Rusia (negara adidaya) yang menggunakan senjata yang mutakhir,
kalau bukan pertolongan Allah? Pasukan Mujahidin yang bermula hanya beberapa
ratus orang sekarang telah berkembang dan memiliki anggota sejumlah 1.000.000
(satu juta) orang, dari persenjataan beberapa pucuk saja, sekarang telah
memiliki ratusan kendaraan lapis baja, senjata-senjata otomatis, meriam-meriam
dan roket, yang semuanya hasil rampasan dari tentara komunis Afghanistan dan
Rusia.
Bahkan sekarang, bumi Afghanistan hampir 80%-nya
terbebas dari kedaulatan pemerintah regim komunis Afghanistan. Charles Down
Bar, Kuasa Usaha Kedutaan Besar Amerika Serikat di Kabul, pada bulan Mei 1983
diwawancarai oleh wartawan US News and
World Report, antara lain menyatakan: "Sesungguhnya
pemerintah Kamal cuma mengurus administrasi saja. Sulit buat saya memperkirakan
pemerintahannya dapat bertahan lama. Kaum Mujahidin di daerah yang dikuasainya
mampu menyelenggarakan sekolah dan menyelenggarakan pemerintahan, dan kontak
antar daerah yang dikuasainya dengan rapi. Persenjataan mereka bertambah baik,
mereka dapatkan itu dengan merampas dari tentara Rusia dan Kamal. Pemerintah
Kamal seperti
keranjang bolong, diberi senjata oleh Moskow, jatuh ke tangan Mujahidin.
Sekarang basis-basis Mujahidin jaraknya tak lebih 5 km dari Kabul…" Francois
Mitterand, Presiden Perancis berkata: "Afghanistan
bagaikan penyakit kanker di tubuh Rusia, makin lama makin melalap
tubuhnya".45
Najibullah, penguasa regim komunis Afghanistan, yang
pada awal Mei 1986 berhasil menjungkirkan Babrak Kamal, telah sesumbar akan
melakukan pembersihan terhadap pasukan Mujahidin secara besar-besaran,
ternyata tidak berjalan sebagaimana rencana semula. Dengan tambahan 56 pesawat
jet pembom Rusia jenis MiG 22, 23 dan 25, Najibullah mengerahkan hampir 3.000
tentara Afghanistan dan Rusia menggempur pangkalan-pangkalan kaum Afghanistan
selama dua minggu, yaitu sejak tanggal 7-12 Mei 1986.
Semula menurut rencana penggempuran terhadap basis
Mujahidin paling tidak akan dilakukan sedama 4 minggu; sehingga tentara komunis
Afghanistan dan Rusia telah membangun 6 buah kamp sementara di sekitar daerah
itu. Tetapi secara mendadak penggempuran itu dihentikan, dan pasukan tentara komunis
meninggalkan daerah itu, menuju pos-pos mereka di sebelah Barat. Pengunduran
diri pasukan komunis ini, karena tidak mampu menghadapi serbuan pasukan
Mujahidin yang diperkirakan sekitar 4.000 orang di daerah itu dengan
menggunakan roket-roket secara efektif, sehingga menimbulkan banyak korban yang
jatuh di kalangan tentara komunis Afghanistan maupun Rusia.
Kekalahan yang diderita tentara komunis selama dua
minggu di daerah ini, mengakibatkan Najibullah merubah taktik dengan bermuka
manis terhadap kaum Mujahidin. Dalam pidatonya pada tanggal 20 Mei 1986 di
depan kepala-kepala suku yang berpandangan Marxis, Najibullah menghimpun kaum
Mujahidin untuk mengakhiri peperangan dengan jalan damai secara terhormat.
Kepada para pengungsi Afghanistan, yang dewasa ini diperkirakan berjumlah
hampir 4.000.000 jiwa, diharapkan segera kembali ke Afghanistan secara damai.
Sikap permusuhan dan tindakan yang kejam secara sadis
terhadap kaum muslimin yang dilakukan oleh regim komuriis baik Rusia, Cina
maupun Afghanistan, sebagaimana terungkap di muka, adalah merupakan watak
setiap regim atheis sepanjang sejarah. Allah SWT telah menetapkan fakta sejarah
ini di dalam Kitab Suci-nya (Al-Qur'an), yang membentangkan peristiwa regim
atheis Fir'aun di dalam menghadapi Nabi Musa a.s. Watak itu tergambar dengan
jelas di dalam Al-Qur'an, antara lain yang tertuang di dalam Surat Asy-Syu'ara
(26) ayat 41-51 yang berbunyi:
Maka tatkala ahli syihir datang dan bertanya kepada Fir'aun,
"Sesungguhnya ganjaran apakah yang dapat kami terima, seandainya kami
menang?"
Ia menjawab: "Betul! kamu akan menjadi orang-orang
kesayanganku."
Musa berkata kepada mereka, "Lemparkanlah apa-apa yang kamu hendak
lemparkan!" Lalu mereka lemparkan tali-tali tongkat-tongkat milik mereka,
sambil berkata: "Demi kekuasaan Fir'aun, sesungguhnya kami, pasti
menang."
Kemudian Musa melemparkan tongkatnya maka tongkat itu menelan semua sihir
yang mereka adakan. Lantas spontan para ahli sihir merendahkan diri dan
bersujud, sambil berucap: "Kami beriman kepada Tuhan Pemilik Alam Semesta.
Tuhan Musa dan Harun."
Berkata Fir'aun, "Kamu telah beriman kepadanya sebelum aku mengizinkannya.
Sesungguhnya ia (Musa) adalah pemimpin kamu yang telah mengajarkan kamu sihir.
Kamu akan merasakan segala resikonya nanti. Sesungguhnya aku akan memotong
tangan-tangan dan kaki-kaki kamu secara bersilang dan aku akan menyalibkan kamu
semua."
(Mereka para ahli sihir) menjawab : "Tidak soal! Karena sesungguhnya
kepada Tuhan kamilah, kami akan kembali. Sesungguhnya kami sangat mengharap,
bahwa Tuhan kami akan mengampuni dosa-dosa kami, sebab kami termasuk
orang-orang yang pertama-tama beriman."
Apabila kita teliti dengan seksama sejarah Fir'aunisme
dan kita cocokkan dengan latar belakang sejarah, pandangan hidup dan sikap
Marxisme terhadap umat Islam (Umat Tauhid), maka mau tidak mau kita akan
berkesimpulan bahwa Fir'aunisme adalah Marxisme-Komunisme secara hakiki.
Persamaan-persamaan asasi antara Fir'aunisme dengan Marxisme-Komunisme, yaitu
atheisme, diktatorial, dan sadisme adalah begitu mencolok, walau bagi para
pengamat yang tidak teliti sekalipun.
Sebagaimana Musa menghadapi Fir'aun, dimana ia tidak
dalam posisi berbahaya, sampai akhirnya Fir'aun dan regimnya hancur. Demikian
pula kaum muslimin tidak akan lemah dan berhenti menghadapi
Marxisme-Komunisme, walaupun keadaannya, sampai Marxisme-Komunisme lenyap dari
permukaan planet bumi ini. Kekuatan politik, ekonomi, militer yang dimiliki
oleh kaum komunis, sehingga mereka menjadi salah satu negara adidaya, bukan
halangan buat umat Islam untuk meraih kemenangan, dan menghancurkan mereka.
Perang Afghanistan antara pasukan Mujahidin melawan
tentara komunis di Rusia adalah merupakan indikasi bahwa kekuatan aqidah (iman
kepada Allah), yang merupakan kekuatan spiritual yang paling tinggi ternyata
lebih ampuh dan lebih kuat daripada kekuatan senjata dan ekonomi dan ilmu.
Selama hampir 17 tahun pasukan Mujahidin berperang melawan pasukan Komunis
Afghanistan dan Rusia, terbukti kekuatan pasukan Mujahidin tiap hari bertambah
kekuatannya, baik manpower maupun
persenjataannya serta daerah yang.dikuasainya.
Perang Afghanistan adalah merupakan contoh yang dapat
diterapkan oleh kaurn muslimin di mana saja mereka berada di dalam mereka
menghadapi Komunisme.
Sekarang marilah kita lihat sepintas konfrontasi
Marxisme dan Komunisme dengan Islam dalam sepintas sejarah Indonesia. Sarekat
Dagang Islam (SDI) didirikan pada tanggal 16 Oktober 1905 di Solo; kemudian
pada tanggal 10 September 1912 dalam rapatnya di Surabaya, SDI telah mengubah
dirinya menjadi Sarikat Islam (SI). Perkembangan SI pesat sekali, sehingga
Muktamar yang pertama pada tanggal 26 Januari 1913 telah mempunyai anggota
lebih dari 12.000 orang. Tampilnya HOS Cokroaminoto, Agus Salim dalam SI
mempercepat berkembangnya SI, hampir di seluruh nusantara.
Tetapi kehadiran organisasi Indische Social Democratisch Vereeniging (ISDV) yang beraliran
Marxis-komunis, yang dipimpin H.J.F.M. Sneevleit dan A. Bars pada tahun 1914
menjadi malapetaka bagi SI. Sebab ISDV telah berhasil menyusupkan kader-kader
nya seperti Darsono menjadi pengurus SI Semarang dan Semaun menjadi pengurus SI
Surabaya. 46
Kemajuan SI memang luar biasa, sebab Muktamar pada
tanggal 17-2l Juni 1916 di Bandung telah dihadiri oleh l6.000 orang peserta
yang mewakili 800.000 anggotanya dari Jawa, Sumatera, Bali dan Sulawesi. 47
Kemajuan yang dicapai SI tidak membawa kekuatan untuk
mampu melaksanakan semua program perjuangannya; karena infiltran Marxis-komunis
telah memulai aksinya, seperti Darsono dan Semaun melakukan intrik memecah
belah, dari mulai aksi menfitnah menuduh pimpinan SI menyelewengkan uang partai
oleh Darsono sampai mosi tidak percaya terhadap pimpinan SI yang dilakukan oleh
Semaun. Aksi kader-kader Marxis-Komunis didalam SI tambah semarak, setelah ISDV
pada tanggal 20 Mei 1920 mengganti namanya menjadi Partai Komunis Indonesia
(PKI).
Aksi-aksi kader Marxis-Komunis yang makin berani, maka
pimpinan SI mengadakan Muktamarnya di Surabaya pada tahun 1921 dan behasil
memecat kader-kader Marxis-Komunis. Tapi akibatnya SI pecah, karena banyak
cabang-cabang SI telah kemasukan ideologi Marxis-Komunis seperti Semarang,
Solo, Salatiga, Sukabumi dan Bandung. 48
Dalam menghadapi gerakan SI ini, maka PKI mengadakan
Kongres pada tanggal 24-25 Desember 1921, dan memutuskan bahwa cabang-cabang
SI yang telah dikeluarkan harus membentuk SI Merah sebagai tandingan SI Putih
(SI asli).
Sekembalinya Semaun dan Darsono dari Moskow, maka pada
tanggal 4 Maret 1923 diselenggarakan kongres gabungan antara PKI dan SI Merah
di Bandung, yang dihadiri oleh l6 cabang PKI dan 14 cabang SI Merah. Pada
tanggal 6 Maret 1923, kongres luar biasa di Sukabumi memutuskari SI Merah
menjadi "Sarekat Rakyat" yang langsung di bawah PKI.
Gerakan yang menggebu-gebu melahirkan berbagai aksi
huru-hara oleh PKI dan Sarekat Rakyat pada akhir tahun 1926; akibatnya PKI dan
Sarkat Rakyat dilarang oleh penguasa kolonial Belanda. 49
Pada tanggai 3 Juli 1947 Amir Syarifuddin (kader
Marxis-Sosialis dan Ketua Pemuda Sosialis-Pesindo), berhasil menyusun Kabinet
di bawah pimpinannya. Masyumi tidak turut dalam Kabinet Syarifuddin ini. Tetapi
Syarifuddin berhasil memecah-belah Masyumi, dengan jalan mengangkat
Wondoamiseno (salah seorang pimpinan Masyumi) dari unsur SI (PSII) menjadi
salah seorang Menteri dalam Kabinetnya. Kemudian diikuti oleh Arudji
Kartawinata, juga dari unsur SI yang keluar dari Masyumi.
Kabinet Hatta terbentuk pada tanggal 29 Januari 1948,
menggantikan kabinet Syarifuddin. Kabinet Hatta ditentang oleh golongan Marxis
dan Komunis. Pesindo di bawah pimpinan Amir Syarifuddin, yang selama ini
berkuasa telah dipersenjatai, ditopang oleh organisasi-organisasi beraliran
Marxis-Komunis yang tergabung dalam Front Demokrasi Rakyat (FDR), melakukan
aksi demonstrasi dalam menentang kabinet Hatta di Solo; akibatnya terjadilah
bentrok senjata antara Pesindo dengan Siliwangi; Pesindo kalah; tetapi FDR
melakukan aksi pemogokan di sekitar Solo, khususnya di perkebunan milik negara
seperti perkebunan kapas Delanggu. Syafruddin Prawiranegara, Menteri
Perekonomian dalam Kabinet Hatta :tidak membiarkan aksi mogok FDR untuk
melumpuhkan perekonomian RI, maka ia memerintahkan Serikat Tani Islam
Indonesia (STII) anak organisasi Masyumi untuk mengambil alih semua tenaga
buruh perkebunan di perkebunan-perkebunan milik negara. Akibat lanjutannya STII
bentrok dengan SOBSI, SARBUPRI, LBT milik golongan Marxis-Komunis.
Tampilnya kekuatan STII dan Masyumi dalam menentang
gerakan buruh tani golongan Marxis-Komunis, bukan saja berhasil mematahkannya,
tetapi berarti Kabinet Hatta disokong sepenuhnya oleh umat Islam. Hal ini
sangat penting karena pada tanggal 18 September 1948, Muso, Amir Syarifuddin
dan Setiadji melakukan pemberontakan di Madiun menentang pemerintah RI, yang
dikenal dengan pemberontakan PKI-Madiun. Karena anggota STII dan Masyumi yang
paling depan menentang golongan Marxis-Komunis ini, maka para pemberontak
PKI-Madiun membunuh secara massal dan sadis semua anggota STII dan Masyumi yang
tertangkap oleh mereka. 50
Lahirnya konsepsi Soekarno yaitu Demokrasi Terpimpin
dalam rangka kembali ke Undang-Undang Dasar 1945, pada dasarnya adalah srategi
PKI. Sebab sejak sidang pleno ke-7 Central
Committe PKI bulan November 1958 telah mengusulkan masalah tersebut kepada
Presiden Soekarno. Bahkan secara kongkrit PKI mengusulkan agar Soekarno
mendekritkan berlakunya kembali UUD 1945. Dengan terlaksananya "Konsepsi
Soekarno"; maka berarti ia akan menjadi penguasa tunggal, yang sejak awal
lahirnya konsepsi tersebut secara terbuka telah merangkul PKI dengan penuh
semangat. 51
Setelah dekrit berjalan, Soekarno maju selangkah untuk
menerapkan gagasan-gagasannya dalam bentuk pidato yang berjudul "Penemuan
Kembali Revolusi Kita", yang diucapkan pada tanggal 17 Agustus 1959.
Pidato ini diberikan kepada Dewan Pertimbangan Agung (DPA) yang dipimpin D.N.
Aidit (Ketua Umum PKI) untuk dijadikan bahan dalam menyusun Garis-garis Besar
Haluan Negara (GBHN). Dalam kesempatan ini PKI (melalui Aidit) memasukkan
konsepsinya yang terkenal dengan nama "Masyarakat Indonesia dan Revolusi
Indonesia" (MIRI) ke dalam GBHN dengan nama Manifesto Politik RI. Antara
MIRI-PKI dengan GBHN-MANIPOL hampir-hampir tidak ada perbedaan yang berarti.
52
Sekarang benar-benar PKI telah menjadi tulang punggung
kebijaksanaan yang dikeluarkan oleh Soekarno. Melalui intrik PKI, Soekarno
membubarkan partai Islam Masyumi dengan surat Keputusan Presiden No. 200
tanggal 17 Agustus 1960, dengan dalih Masyumi terlibat dengan pemberontakan
PRRI. 53
Pembubaran Masyumi ini memang benar-benar konspirasi
antara PKI dan Soekarno, terlihat dari pembicaraan antara Bernhard Dahm dengan
Soekarno pada tahun 1966, setelah terjadinya G30S/PKI. Dahm bertanya: "Mengapa Anda tidak melarang PKI?"
Soekarno menjawab: "Engkau tak dapat
menghukum suatu partai secara keseluruhan berdasarkan kesalahan segelintir
orang". Setelah mendengar jawaban itu, Dahm lantas mengemukakan bahwa
ia (Soekarno) pernah berbuat begitu terhadap Masyumi pada tahun 1960. Soekamo
lalu menjelaskan bahwa Masyumi merusak perjalanan revolusi kami, sedangkan PKI
merupakan ujung tombak (avant garde)
dari kekuatan-kekuatan revolusioner.54
Kemudian bubarnya Masyumi tahun 1960 dan GPII tahun
1963, tidak menyebabkan umat Islam diam dalam menghadapi kekuatan
Marxis-Komunis. Pelajar Islam Indonesia (PII) yang lahir pada tanggal 4 Mei
1947 tampil ke muka menentang PKI. PII dengan selebaran gelapnya mencoba
menyudutkan PKI dan menyadarkan rakyat bagaimana bahayanya PKI. Selebaran gelap
yang berbunyi antara lain: "Nyono, Aidit dan Marxisme"; "Bahaya
Subversi PKI", "Jiwa para Pemimpin PKI" bertebaran dalam jumlah
puluhan ribu eksemplar.
Oleh karena itu, tidak heran apabila PII telah menjadi
sasaran PKI untuk dihancurkan. Di dalam dokumen penting PKI yang terungkap pada
akhir 1964, menyatakan bahwa PKI adalah musuh yang harus dihadapi secara khusus.
Dan untuk itu, IPPI (Ikatan Pemuda Pelajar Indonesia) ormas pelajar PKI
diharuskan untuk menghadapinya dengan sungguh-sungguh. 55
HMI (Himpunan Mahasiswa Islam) yang juga merupakan salah
satu organisasi pemuda Islam yang anti komunis, menjadi bulan-bulanan untuk
dihancurkan. Aidit (Ketua Umum CC PKI) di depan Kongres Central Gerakan
Mahasiswa Indonesia (CGMI) pada awal September 1965, telah menyatakan, apabila
CGMI tidak mampu membubarkan HMI lebih baik pakai sarung saja. 56
Pernyataan Aidit ini disambut dengan "Demonstrasi perang" oleh PII
dan HMI di depan Front Nasional dan KOTRAR pada tanggal 19 September 1965.
Dengan semboyan "Langkahi mayatku sebelum membubarkan HMI".
Berkat lindungan Soekarno, akhirnya PKI melakukan kudeta
G30S/ PKI dengan jalan membunuh tujuh orang jenderal Angkatan Darat pada
tanggal 30 September 1965. Dan akibatnya PKI dibubarkan!
Sikap
Muslim Terhadap Komunisme
l. Sikap Dasar
Untuk menghadapi rencana, strategi dan taktik golongan
Komunis (kafir), Allah SWT telah memberikan garis-garis kebijaksanaan yang
harus dan wajib dilaksanakan oleh kaum Muslimin dalam menentukan sikap dan
langkah-langkahnya. Landasan utama yang menjadi pedoman untuk menentukan
garis-garis kebijaksanaan itu tertuang di dalam Firman Allah SWT pada surat Al-Fath
(48) ayat 29, yang berbunyi:
"Muhammad itu
adalah Rasul Allah dan orang-orang yang bersamanya bersikap keras terhadap
orang-orang kafir dan berkasih sayang terhadap sesama mereka."
Muhammad Ali Shabuni mengomentari ayat ini sebagai
berikut: "Yang dimaksud dengan Muhammad Rasul Allah adalah seorang rasul
yang bernama Muhammad dan ia benar-benar seorang rasul dan tidak sebagaimana
yang dikemukakan oleh orang-orang kafir musyrik. Dan orang-orang yang
bersamanya adalah para sahabatnya, yang
merupakan orang-orang pilihan, yang senantiasa bersikap
keras terhadap kaum kafir dan berkasih sayang di antara sesama mereka. Hal ini
konsisten dengan firman Allah SWT dalam surat Al-Maidah (5) ayat 54, yang
berbunyi:
"Yang lemah
lembut sesama mukmin, yang bersikap sombong terhadap orang-orang kafir".
Abu Su'ud menyatakan pengertian ayat ini sebagai
berikut: "Mereka tampilkan sikap
keras dan tegar terhadap orang-orang yang menentang agama mereka; dan
orang-orang yang sepaham dan sependapat di dalam Islam, mereka bersikap
kasih-sayang dan merendahkan diri". Para ahli tafsir berpendapat: "Hal yang demikian itu karena perintah
Allah kepada mereka umat Islam untuk bersikap keras/sombong terhadap mereka
orang-orang kafir".57
Bertitik pangkal dari pengertian ayat ini, maka kaum
Muslimin harus mempunyai sikap dasar yang pasti, yang berlaku di sepanjang
zaman dan di setiap tempat di permukiman bumi ini. Sikap dasar itu adalah
"keras dan tegar" terhadap golongan kafir (komunis). Manifestasi
sikap dasar ini harus tergambar dan tercermin dalam bidang-bidang sebagai
berikut:
2. Bidang Aqidah
Sebagaimana kita ketahui bahwa semua Nabi dan rasul yang
diutus oleh Allah SWT ke tengah-tengah umat manusia, dari sejak Adam As.
sampai dengan Muhammad SAW mempunyai risalah pokok yang sama, yang tidak pernah
berubah yaitu permurnian aqidah "tauhid" dari segala bentuk syirik,
yang jelas atau yang sinkritis; baik dalam bidang tauhid rububiyah maupun
tauhid uluhiyah.
Selanjutnya, pengertian pemurnian aqidah tauhid tidak
hanya dilarangnya mempersekutukan Allah dengan tuhan-tuhan imajiner, yang
dianggap memiliki kekuatan dan kekuasaan, yang berada di luar diri manusia,
tetapi juga anggapan adanya kekuatan dan kekuasaan yang ada pada diri manusia
seperti akal, intuisi dan kemauan yang berwatak sebagai hawa nafsu, yang
dijadikan sumber kebenaran dan ajaran yang wajib ditaati. Produk dari akal,
intuisi dan kemauan bisa berbentuk filsafat, mistik dan ilmu pengetahuan, yang
kemudian berkembang menjadi ideologi atau ajaran seperti Komunisme. Larangan
mensyarikatkan Allah dengan hawa nafsu manusia tertera pada firman Allah SWT
dalam surat Al-Furqan (25) ayat 43 yang berbunyi:
"Terangkanlah
kepadaku tentang orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhannya."
Maududi memberi penjelasan ayat ini sebagai berikut: "Pengertian 'ilah' (tuhan) pada ayat
ini, bukan kekuatan dan kekuasaan alam, tetapi kekuatan dan kekuasaan dalam
diri manusia sendiri (akal, intuisi dan hawa nafsu), dimana ia telah dianggap
sebagai sesuatu yang menjadi sumber ajaran (ideologi) sendiri, sehingga semua
produknya harus ditaati, sebagaimana golongan Yahudi dan Kristen yang telah
mengangkat pendeta-pendeta dan rahib-rahib mereka sebagai 'ilah' (tuhan)".
Dalam sebuah hadits Turmudzi dan Ibnu Jarir dari 'Ady
bin Hatim, berbunyi: "Bahwa Ady
masuk ke rumah Rasululah SAW sedang di lehernya ada kalung salib dari emas.
Beliau sedang membaca ayat ini. Aku berkata: 'Mereka tidak menyembah mereka;
beliau menjawab: 'Benar, tetapi mereka telah mengharamkan yang halal dan menghalalkan
yang haram, maka kepatuhan mereka itulah berarti penyembahan (ibadah) terhadap
mereka'…"
Kesimpulannya yaitu bahwa syirik tidak hanya berlaku
dalam menyekutukan Tuhan dengan benda-benda lainnya, tetapi juga termasuk syirik
barangsiapa yang mempunyai kepercayaan dan kepatuhan terhadap ajaran, hukum dan
undang-undang buatan manusia, dan bukan ajaran, hukum dan undang-undang Tuhan,
dengan keyakinan bahwa ajaran, hukum dan undang-undang itu lebih baik.58
Untuk kepentingan kemurnian tauhid, yang mempunyai
pengertian seperti tersebut dimuka, maka umat Islam harus bersikap keras dan tegas
terhadap ajaran dan ideologi kaum Komunis (kafir). Sikap itu harus lahir dalam
bentuk:
a. Tidak boleh membenarkan ajaran dan ideologi tersebut;
dan bahkan kaum Muslimin wajib menyatakan kekeliruan dan kesalahan ajaran dan
ideologi yang demikian itu secara tegas dan jelas, dalam bentuk lisan maupun
tulisan, di hadapan mereka maupun di hadapan kaum Muslimin.
b. Tidak boleh menerima dan mempergunakan ajaran dan
ideologi yang lahir dari golongan Komunis (kafir). Karena Islam itu sendiri
adalah satu-satunya sistem hidup yang lengkap dan sempurna, yang tidak
memerlukan ajaran atau ideologi lain, baik sebagai sistem maupun subsistem
kehidupan kaum Muslimin.
3. Bidang Sosial
Dalam bentuk kehidupan sosial dan kemasyarakatan, pergaulan
antara seseorang Muslim dengan orang Komunis (kafir) dibatasi oleh suatu
ketentuan-ketentuan yang tegas dan jelas, yaitu antara lain tidak dibenarkan
seseorang kafir dijadikan teman kepercayaan, orang kesayangan oleh seorang
Muslim. Larangan itu antara lain tertuang di dalam firman Allah SWT pada surat Ali
Imran (3) ayat 118-120, yang berbunyi:
"Hai orang-orang
yang beriman! Janganlah kamu jadikan sebagai teman kepercayaan selain dari
golongan kamu (mukmin); mereka tidak putus-putusnya (berusaha) mendatangkan
kecelakaan atas kamu; mereka suka akan hal-hal yang dapat menyusahkan kamu;
sesungguhnya kebencian yang keluar dari mulut mereka telah nyata, tetapi yang
disembunyikan dalam hati mereka adalah lebih besar. Kami terangkan tanda-tanda
mereka kepadamu, jika kamu mau berfikir."
Kemudian dalam kerjasama untuk tolong-menolong,
bergotong-royong antara kaum Muslimin dengan golongan kafir di dalam kehidupan
masyarakat, umat Islam harus tunduk pada kriteria-kriteria Islam dalam
menentukan bentuk-bentuk kerjasama itu. Sebab, tidak semua kegiatan dan
aktifitas di dalam masyarakat dapat dilakukan kerjasama antara kaum Muslimin
dengan golongan kafir. Ada kegiatan-kegiatan di mana umat Islam dapat ikut bersama-sama,
ada pula aktifitas-aktifitas di mana umat Islam tidak boleh melakukannya.
Kriteria-kriteria itu terbagi dalam dua kelompok, yait:
a. Kegiatan yang bernilai "kebajikan dan
ketaatan" kepada Allah ('alal birri
wa taqwa); kaum muslimin dibolehkan untuk melakukan kerjasama dengan
golongan kafir.
b. Kegiatan yang bernilai "dosa dan
permusuhan" ('alal itsmi wal 'udwan)
kaum Muslimin dilarang ikut kerjasama untuk melakukannya.
Ketetapan ini tertuang di dalam firman Allah SWT dalam
surat Al-Maidah (5) ayat 2, yang berbunyi:
"Dan hendaklah
kamu bertolong-tolongan atas kebajikan dan taqwa dan janganlah kamu
bertolong-tolongan atas dosa dan permusuhan, dan takutlah kamu kepada Allah,
karena sesungguhnya Allah itu sangat keras siksa-Nya."
4. Bidang Politik
Posisi kunci untuk melakukan kebijaksanaan dan kegiatan
politik terletak pada faktor pimpinan. Betapapun baiknya konsepsi dan teori-teori
politik, baik yang tertera di dalam undang-undang dasar, undang-undang dan
peraturan-peraturannya, apabila pelaksanaannya yakni para pemimpin politiknya
buruk, maka akan sia-sialah konsepsi dan teori-teori yang baik itu. Karena
demikian pentingnya posisi pimpinan ini di dalam kehidupan politik, maka Islam
menyoroti masalah ini dengan sangat tajam dan jelas, dan tidak boleh sembarang
orang bisa jadi pemimpin politik. Pimpinan politik yang disoroti oleh Islam ini
adalah semua pimpinan yang mempunyai posisi-posisi penting di dalam kehidupan
politik baik eksklusif, legislatif maupun yudikatif.
Salah satu faktor yang sangat penting dalam pimpinan
politik ini yaitu larangan mengangkat orang-orang kafir menjadi pemimpin kaum
Muslimin. Banyak ayat-ayat yang membicarakan masalah ini, antara lain:
- Surat Ali Imran (3) ayat 28, 149.
- Surat An-Nisa (4) ayat 144.
- Surat Al-Maidah (5) ayat 51, 57.
- Surat At-Taubah (9) ayat 23.
- Surat Al-Mumtahanah (60) ayat l.
Firman Allah SWT dalam surat Al-Maidah (5) ayat 57,
berbunyi: "Hai orang-orang yang
beriman! Janganlah kamu ambil mereka menjadi pemimpin yang menjadikan agama
kamu sebagai ejekan dan permainan, yaitu dari ahli kitab yang sebelum kamu dan
orang-orang kafir; dan takutlah kepada Allah jika betul kamu orang-orang yang
beriman."
Pengertian ayat ini menurut Muhammad Ali Syabuni ialah:
"Janganlah kamu jadikan musuh-musuh agama, yaitu mereka yang menghina dan
memperolok-olok agama kamu, untuk menjadi pemimpin atau teman; yakni mereka itu
adalah orang-orang Yahudi, Kristen dan orang-orang kafir seluruhnya. Kamu
senang dan mencintai mereka, padahal mereka musuh kamu. Barangsiapa yang
menghina dan merendahkan agama, tidak dapat dibenarkan menjadikan mereka
pemimpin kamu. Malah wajib kamu murka dan memusuhi mereka." 59
5. Sikap Permusuhan
Selanjutnya, sikap permusuhan yang ditampilkan dalam
bentuk ucapan, tulisan dan perbuatan oleh golongan Komunis (kafir) terhadap
Islam dan kaum Muslimin, mengakibatkan putus rasa cinta dan kasih sayang umat
Islam kepada mereka, walaupun mereka itu mempunyai hubungan kekeluargaan,
bangsa dan tanah air. Cinta dan kasih sayang kaum Muslimin terputus secara
otomatis kepada setiap orang yang memusuhi Islam dan kaum Muslimin, walaupun
mereka itu bapaknya sendiri, anaknya sendiri, saudaranya sendiri, familinya
sendiri atau bangsanya sendiri.
Sikap tegas dan keras dengan jalan memutuskan hubungan
cinta kasih terhadap setiap orang atau golongan yang memusuhi Allah dan
Rasul-Nya, yang juga berarti memusuhi Islam dan kaum Muslimin, bersumber dari
antara lain firman Allah SWT dalam surat Al-Mujadilah (58) ayat 22, yang
berbunyi:
"Tidak akan kamu
dapati kaum yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir itu akan mencari
orang-orang yang memusuhi Allah dan Rasul-Nya, walaupun mereka itu adalah
bapak-bapak mereka sendiri atau anak-anak mereka sendiri atau saudara-saudara
mereka sendiri atau keluarga mereka sendiri."
Penutup
Dari uraian yang cukup panjang, tergambar dengan jelas
bahwa Komunisme/Marxisme-Leninisme adalah sistem ideologi yang disusun asal
jadi, sehingga unsur-unsurnya saling bertentangan satu dengan yang lainnya.
Akibatnya, penerapan Komunisme di negara-negara Komunis, bukan saja gagal
dalam mewujudkan "syurga di dunia", "masyarakat sama-rasa
sama-rata", tetapi malah membawa malapetaka: pembunuhan, kerja paksa,
ketakutan dan kelaparan.
Selanjutnya, secara pasti Komunisme/Marxisme-Leninisme
di semua dimensi bertentangan diametral dengan Islam. Karenanya sikap dan rasa
permusuhan antara kaum Komunis dengan umat Islam berjalan di sepanjang sejarah
tanpa henti.
Wassalamu'alaikum wr.
wb.
Jakarta, 13 Safar 1421 H
(17 Mei 2000)
Abdul Qadir Djaelani
Anggota Komisi I DPR RI
----------------------------------------------------------------------------------------------------------
Lampiran
Keputusan Kongres Alim Ulama Seluruh Indonesia Di Palembang
Tanggal 8 s/d 11 September 1957
Setelah mendengar dan membahas secara mendalam
ideologi/ajaran Komunis, mengambil kesimpulan sebagai berikut:
l. Ideologi/ajaran Komunisme dalam lapangan falsafah
berisi atheisme, anti Tuhan dan anti agama.
2. Ideologi/ajaran Komunisme dalam lapangan politik adalah
anti demokrasi (diktatur proletariat/istibdad).
3. Ideologi dan ajaran Komunisme dalam lapangan sosial
menganjurkan pertentangan dan perjuangan klas.
4. Ideologi/ajaran Komunisme dalam lapangan ekonomi menghilangkan
hak perseorangan.
5. Ideologi/ajaran jang demikian itu bukan saja
berlawanan dengan ajaran Islam pada khususnya dan agama-agama lainnya pada
umumnya akan tetapi merupakan tantangan dan serangan terhadap hidup keagamaan
umumnya.
Memutuskan
1. Ideologi/ajaran Komunisme adalah kufur hukumnya, dan
haram bagi ummat Islam menganutnya.
2. Bagi orang yang menganut ideologi/ajaran Komunisme
dengan keyakinan dan kesadaran, kafirlah dia dan tiada sah menikah dan rnenikahkan
orang Islam, tiada pusaka mempusakai dan haram jenazahnya diselenggarakan
secara Islam.
3. Bagi orang yang memasuki organisasi/partai yang
berideologi Komunisme (PKI, Sobsi; Pemuda Rakyat dll) tidak dengan keyakinan
dan kesadaran sesatlah ia dan wajib bagi ummat Islam menyeru mereka
meninggalkan organisasi dan partai tersebut.
4. Walaupun Republik Indonesia belum menjadi negara
Islam, namun haram hukumnya bagi ummat Islam mengangkat/memiliki kepala
negara/pemerintah yang berideologi Komunisme.
5. Memperingatkan kepada Pemerintah RI agar bersikap
waspada terhadap gerakan aksi subversif asing yang membantu perjuangan kaum
Komunis/atheis Indonesia.
6. Mendesak kepada Presiden RI untuk mengeluarkan dekrit
menyatakan PKI dan mantel organisasinya sebagai partai terlarang di Indonesia.
DAFTAR
CATATAN KAKI
1Ignace Lepp,
Atheisme Dewasa Ini (terjemahan),
Shalahuddin Pres, Yogyakarta, 1985, hal. 63-64.
2Ibid., hal. 65-66.
3Ali
Syari'ati, Kritik Islam atas Marxisme
(terjemahan), Mizan, Bandung, 1983, hal. 112-113.
4Ibid., hal. 114-117.
5Ignace
Lepp, op.cit., hal. 67-70.
6Iqbal, Pembangunan Kembali Alam Pikiran Islam
(terjemahan), Bulan Bintang, Jakarta, 1966, hal. 203.
7Ignace
Lepp, op.cit., hal. 78.
8Ali
Syari'ati, Kritik Islam atas Marxisme,
op.cit., hal. 126.
9Achmad
Rustandi dkk., Islam, Marxisme,
Liberalisme, Nasionalisme, Uninus, Bandung, 1970, hal. 39-42.
10M.
Rasyidi, Islam Menentang Komunisme, SCI,
Jakarta, 1965, hal. 15
11Ali
Syari'ati, Kritik Islam atas Marxisme,
op.cit., hal. 82.
12Majalah
TEMPO, Jakarta, 27 Desember 1980, hal. 23.
13M.
Rasyidi, Islam Menentang Komunisme,
op.cit., hal. 18-21.
14Ali
Syari'ati, Kritik Islam atas Marxisme,
op.cit., hal. 93.
15Achmad
Rustandi dkk., op.cit., 64-65.
16Ali
Syari'ati, Kritik Islam atas Marxisme,
op.cit., hal. 68-72.
17William
Ebenstein, Isme-isme Dewasa Ini (terjemahan),Swadaya, Jakarta, 1963, hal. 5-9.
18Ali
Syari'ati, Kritik Islam atas Marxisme,
op.cit., hal. 80-82.
19Muhammad
Qutb, Islam the Misunderstanding
Religion, Ministry of Awqaf, Kuwait, 1964, hal. 137.
20William
Ebenstein, op.cit., hal. 12-15
21Ibid., hal. 16-17.
22Ali
Syari'ati, Kritik Islam atas Marxisme,
op.cit., hal. 144-153.
23Ibid., hal. 126-138.
24Ibid., hal. 157-170.
25 Umar Hasyim, Mencari Ulama Pewaris Nabi, Bina Ilmu,
Surabaya, 1980, hal. 278-279.
26 An-Nadwi, Pertarungan Alam Pikiran, op.cit., hal. 80-81.
27William
Ebenstein, op.cit., hal. 26-28.
28D.N.
Aidit, Lenin dan Indonesia, Majalah
Bintang Merah, Jakarta, Maret-April, 1960, hal. 100-102.
29William
Ebenstein, op.cit., hal. 28-29.
30Sayid
Qutb, Beberapa Studi Tentang Islam) (terjemahan),
Media Da'wah, Jakarta, 1981, hal. 260-261.
31Bolshaya
Sovestskaya, Encyclopedia, jilid 18,
hal. 616-619.
32William
Ebenstein, op.cit., hal. 41-43.
33Roger
N. Baldwin, Perbudakan di Dunia Komunis (terjemahan),
Front Anti Komunis, Bandung, tanpa tahun, hal. 26-27.
34William
Ebenstein, op.cit., hal. 44-45.
35Ibid., hal. 47-49.
36Nur
Muhammad Khan, Di Bawah Bendera Palu Arit
(terjemahan), Manar, Jakarta, 1956, hal. 54-57.
37Ibid., hal. 54-57.
38Ibid., hal. 70-72.
39William
Ebenstein, op.cit., hal. 70-72.
40Louis
Fisher, Sekali Lagi ke Rusia (terjemahan), Endang, Jakarta, 1957, hal. 92.
41Ibid., hal. 96-97.
42Mazi
Yunus, Muslim di Bawah Kekuasaan Komunis
Cina, Suara Masjid, Jakarta, no.
138, Maret 1966, hal. 83-86.
43Abdullah
Azzam, Perang Afghanistan (terjemahan), Gema Insani Press, Jakarta, 1986, hal.
55-67.
44Abdullah
Azzam, Ayatur Rahman fi Jihadil Afghan (terjemahan), Al Khandak, Kuala Lumpur, 1985, hal. 203.
45Abdullah
Azzam, Perang Afghanistan, op.cit., hal.
73-78.
46A.K.
Pringgodigdo, Sejarah Pergerakan Rakyat, Dian
Rakyat, Jakarta, 1997, hal. 13.
47Ibid., hal. 6.
48Deliar
Noer, Gerakan Modern Islam di Indonesia, LP3ES,
Jakarta, hal. 136-142.
49A.K.
Pringgodigdo, op.cit., hal. 26-33.
50Onghokham,
Pemberontakan Madiun, dalam PRISMA,
LP#ES, Jakarta, 1978, hal. 65-69.
51Sakirman,
Apa Arti Sokongan Kepada UUD 1945 dan
Demokrasi Terpimpin, dalam "Bintang Merah", Jakarta, Mei-Juni,
hal. 324-330.
52Nugroho
Notosusanto, Konsensus Nasional, Balai
Pustaka, Jakarta, 1985, hal. 3.
53Subagio
I.N., K.H. Masykur, Gunung Agung,
Jakarta, 1982, hal. 203-207.
54Alfian,
Pemikiran dan Perubahan Politik di
Indonesia, Gramedia, Jakarta, 1980, hal. 112.
55S.J.
Imawan, Dokumen-dokumen Gestapu, Srana
Dwipa, Padang, 1966, hal. 12-19.
56Fakta-fakta Persoalan G30S/PKI, PUSPENAD, Jakarta, Oktober 1965, hal. 145.
57Muhammad
Ali Shabuni, Shaffwah al Tafsir, Daar
al Quran al Kariem, Beirut, 1981, III,
hal. 227-228.
58Abul
A'la Maududi, Ibadah an Agama (terjemahan),
Bina Ilmu, Surabaya, 1983, hal. 16-17.
59Muhammad
Ali Shabuni, op.cit., hal. 351.